Afi, remaja 18 tahun, yang menulis di timeline dia sendiri.
Tulisan warisan adalah fakta, bukan pemikiran manusia, fakta ini sudah diketahui manusia sejak lama, kebetulan saja dishare kembali oleh seorang anak remaja di moment yang tepat, disaat anak bangsa lainnya sibuk membela “warisannya” masing-masing.
Warisan adalah kehendak Tuhan.
Kehendak Tuhanlah di dunia ada banyak ras dan agama, kehendak DIA pulalah seseorang lahir dimana.
Adalah fakta pula bahwa 99% manusia saat meninggal tetap beragama SAMA seperti saat dia dilahirkan.
Sebagian menyangkal sambil menjerit bahwa agamanya adalah pilihan.
Oya? Kapan kita memilih?
Pernahkah kita membaca dan mempelajari kitab agama lain secara mendalam? Atau pengetahuan kita akan agama lain hanya ditentukan oleh kata lingkungan, kata google, youtube dan berita?
Memilih itu minimal diantara 2. Tidak ada memilih dari 1.
Sederhana saja, bila didepan kita HANYA ada sepiring nasi goreng, dan kita memakannya, bisakah kita mengatakan kita memilih memakan nasi goreng tersebut? Bisa sih, pilihannya adalah antara makan/tidak makan (beragama/tidak), bukan memilih nasi goreng vs baso, karena "baso"nya tidak pernah ada didepan kita.
Itulah arti “agama warisan”, adalah fakta bahwa 99% manusia hanya terpapar oleh 1 ajaran selama hidupnya.
Bahkan <1% yang pindah agamapun, seringkali hanya karena kecewa dengan yang lama, dan terpikat dengan yang baru, tanpa pernah mendalami ajaran keduanya secara utuh.
Tuhan memberikan “warisan”, supaya kita menerima, bangga, menjalani dan menjadikan “warisan” itu kebaikan bagi sesama, apapun bentuk “warisan” yang kita terima.
Tetapi sayangnya manusia lebih suka memperdebatkan “warisan” tersebut, membandingkan, saling menghina, bahkan memperebutkannya.
Jangan kuatir Afi, kehendak Tuhan pulalah bila banyak manusia yang tidak memahami arti “warisan”.
Mereka para pembully adalah orang-orang yang justru menghancurkan "warisan" mereka sendiri.
Plagiat? Wah rasanya mungkin seperti pisau tajam yang menusuk ke jantung, bagi Afi, bagi pendukungnya, dan juga bagi pemegang pisaunya.
Tapi itu menurut kebanyakan orang, menurut penulis ini hanya sebuah silet. Tajam dan melukai, tapi hanya goresan kecil saja.
Kenapa?
Sederhana saja, lha wong Afi nulis bukan untuk ujian, makalah, skripsi, dijadikan buku, dikirim ke majalah, ataupun untuk diposting di Kompasiana.
Afi hanya seorang remaja yang menulis status di TIMELINE (diary online) dia sendiri, suka-suka dia donk mau nulis apa di timeline dia sendiri, kenapa kita ORANG LUAR tiba2 rame mengomentari dan menghujat dia???
Hahaha, lucu aja sih, begitu nganggurnya sampai menelusuri semua postingan status seorang anak remaja untuk dicari mana yang plagiat, sekali lagi ini di TIMELINE dia sendiri, bukan publikasi resmi.
Daripada ngurusin postingan timeline seorang anak remaja, lebih baik urusin tuh tokoh reformasi yang mem”plagiat” cara korupsi orba melalui yayasan, telusuri rekening yayasan tersebut dari awal berdiri sampai sekarang, dananya kemana saja. Berani? Hahaha..
IRONI AGAMA KASIH
Dan yang paling miris, tulisan yang di”plagiat” itu ternyata berjudul AGAMA KASIH.
Afi sedang menyebarkan bahwa agamanya adalah agama kasih.
Tapi di saat yang bersamaan, ribuan orang yang membully dia justru berasal dari “agama kasih” tsb.
Afi yang menyebarkan kasih sesuai ajaran agamanya, malah dianggap murtad, plagiat, dst.
Di lain pihak, seorang pemuka agama yang terang-terangan menghina pancasila, menghina agama lain, mendoakan yang buruk-buruk untuk umatnya sendiri yang berpilihan politik beda, menebar kata-kata kebencian dan hujatan, justru dijadikan pahlawan.
Membingungkan bukan? Benarkah ada kasih di agama tersebut?
Bila ironi ini tetap berlanjut, maka jangan salahkan orang lain bila Afi dan afi-afi lainnya suatu saat nanti menjadi kecewa dengan “warisan”nya.
Bila itu terjadi, maka anda para pembully, penebar kebencian dan hujatanlah yang bertanggung jawab kepada Allah.
Salam Kompasiana
Catatan untuk Afi dan afi-afi lainnya generasi muda bangsa ini :
Teruslah berpikir dan berkarya, karena pikiran adalah anugerah Tuhan.
Tetap jalani “warisan” masing-masing sebaiknya-baiknya agar membawa kebaikan bagi sesama.
Jangan sedih dibanding-bandingkan dengan Nauval dll, kasihanilah mereka yang membanding-bandingkan, mereka terpaksa harus mencari tokoh lain untuk dibandingkan, karena mereka tahu diri mereka tidak sebanding dengan kamu, hahaha.
Dan yang paling penting, jangan kuatir dengan haters, karena jangankan kita manusia, Tuhanpun banyak hatersnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H