Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berantas Hoax dengan 1 Langkah Sederhana

20 Januari 2017   17:24 Diperbarui: 20 Januari 2017   17:46 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hoax, sumber gambar : brillio.net

Berita hoax semakin menjadi-jadi di era digital ini, semua orang bisa menjadi reporter dan penulis, dengan pelbagai pemikiran, kepentingan dan tujuan. 

Berikut adalah beberapa fakta mengenai Berita Hoax :

1. Berita hoax disukai orang, karena sifatnya yang seperti gossip, mengejutkan, menimbulkan perasaan senang, sedih, marah, benci dst.

2. Mempengaruhi pemikiran, perbuatan, karakter hingga mencuci otak pembacanya. Hal ini sangat dipahami dan dijadikan alat oleh para pihak.

3. Followers yang sudah terlanjur membela suatu kubu/pemahaman, benar/salah akan tetap mati-matian membela kubu yang "disukai"nya = pembenaran/justifikasi = pemahaman/pujaan saya tidak akan pernah salah, 100% benar, dst.

Kebenaran menjadi relatif tergantung pemikiran dan lingkungan pembaca, bukan lagi berdasarkan fakta.

4. Cuplikan fakta diplintir dan digeneralisir menjadi fakta besar. Contoh : gaji supir wna china 1 orang di bekasi dipermasalahkan karena berlipat nilainya, padahal tidak jelas sama sekali apakah itu supir pribadi si bos sejak lama/bgm. Tidak masuk akal mempekerjakan supir wna  yang tidak tahu jalan, bila tidak ada historynya. Kita sendiri kalau pindah keluar kota/luar negeri juga suka membawa staff pribadi yang sudah ikut lama.

5. Bahkan fakta dapat diciptakan untuk mendukung hoax.

6. Bila dulu kekuatan modal dan penguasa yang berperan menentukan berita (zaman tvri dkk), sekarang sudah beda. Modal dengkul saja setiap orang bisa memercikkan api hoax bila berita yang dibagikan bersifat mengejutkan dan "ADA KOMUNITAS" pembagi beritanya, maka akan langsung tersebar dalam hitungan detik.

7. Kekuatan modal tetap berperan, tapi kita harus ingat bahwa di dunia selalu selalu ada dua kubu berseberangan, penguasa-oposisi, agama a -agama b, dst = tidak ada satu pihakpun meski penguasa yang dapat mengendalikan 100% berita. 

Semua pihak  pasti menggunakan strategi yang sama, yaitu menciptakan berita hoax sesuai kepentingannya = semua pihak tidak ada yang absolut 100% baik dan benar, karena hanya Tuhanlah yang 100% benar.

8. Hoax sudah menjadi bisnis besar, yang notabene para penyedia jasanya justru dengan senang hati menerima order dari kedua belah pihak yang berseteru, wani piro saja seperti di pengadilan, hehe..

Salah satu contoh perang hoax terbesar adalah di Suriah, kita yang bukan berada di lokasi, hanya bisa bingung, mau membela Erdogan, tapi kok dia berkoalisi dengan USA yang notabene trainernya ISIS?

Mau membela Assad, tapi kok dia berkoalisi dengan Rusia dan China yang komunis? Nah lu..

Bahkan penduduk Suriahpun dapat dengan mudah dikelabui siapa yang menyerang dan membunuh mereka, katakanlah ada sebuah situasi dimana ada sekelompok tentara membunuh dan memperkosa penduduk, dari mana kita tahu kelompok tentara itu dari pihak mana?

Bagaimana bila mereka menyamar dengan seragam dan atribut musuhnya?

Itulah PROPAGANDA.

Propaganda semakin gila dengan adanya era digital sekarang, semua foto dan video bisa diedit sesuai dengan apa yang pengedit inginkan.

Dan parahnya, bila berita hoax dan propaganda dilakukan dengan target market penduduk negara berkembang yang pendidikannya rendah, mudah percaya dan bersumbu pendek = habislah sudah kacau balau diadudomba.

Jangan-jangan sosmed yang notabene dimiliki asing SENGAJA MEMBIARKAN dan tertawa terbahak-bahak melihat kita yang bukannya rajin belajar dan bekerja, tetapi justru setiap hari rajin kecanduan hoax?

Lalu bagaimana solusinya?

Sederhana saja, yaitu hapus anonymous/pribadi tanpa nama-identitas di dunia digital!

Persis seperti yang dilakukan oleh dewan pers yang ingin membuatkan barcode, pengenal dst bagi seluruh situs dan wartawannya, maka hal ini bisa diberlakukan juga untuk setiap penduduk.

Bila di internet kita harus menggunakan KTP untuk mendaftar di FB, Twitter, dst. dan harus verified, secara otomatis semua orang akan lebih bertanggung jawab dalam menulis, share, memberi komentar.

Keadaan TANPA NAMAlah yang membuat komentar kita semua beringas, saling caci maki dengan kata2 kebun binatang.

Menghapus kebebasan berekspresi donk? Tidak, dunia nyata saat ini memberlakukan hal tersebut, bisakah kita sekolah dan kerja dengan nama samaran?

Atau membuat rekening di bank tanpa KTP?  Menikah di KUA dengan nama palsu?

Maunya bisa ya, supaya bisa menikah berkali2, hahaha…

Melanggar HAM? yang bilang melanggar HAM sebaiknya dikirim ke Duerte saja, hahaha...

Ya sebenarnya hanya sesederhana itu, mudah2an saja pemerintah berani mengambil kebijakan ini, karena apa yang kita tinggalkan (tulis, share, komen) di internet = jejak yang dibaca anak-anak kita dan generasi berikutnya.

Tanpa kita sadari, kita sendirilah pencipta monster-monster masa depan, yang mudah tersinggung, marah, ketakutan dan hidup saling benci.

Negara lain sudah ke Mars, kita sibuk memperdebatkan Mars itu hoax atau tidak, hahaha...

#FridayIdeas

Mm… baru nyadar kalo akun ini juga belum verified, wkwkwk..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun