Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Friday Ideas-12) UU Tapera Sudah, Kapan Tabungan Kuliah Diwajibkan?

6 Mei 2016   09:47 Diperbarui: 13 Mei 2016   14:14 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dana Pendidikan, sumber gambar : perencanakeuangan.org

Memasuki bulan Mei yang diawali dengan Hari Pendidikan, maka kita semua perlu men-review perbaikan apa yang bisa dilakukan untuk pendidikan di Indonesia, bukan hanya perayaan2 sana sini dengan pakaian adat, tapi tidak jelas berikutnya mau apa.

UU Tapera atau tabungan perumahan rakyat untuk penyediaan rumah rakyat miskin sudah disetujui, kita patut mengapresiasi pemerintah dan DPR dalam hal ini, meskipun menjadi agak aneh bila tabungan perumahan rakyat justru diprioritaskan melebihi tabungan pendidikan.

Kenapa aneh? Karena perumahan meski kebutuhan pokok, jelas tidak lebih penting daripada pendidikan. Selain itu pada tabungan perumahan, dana yang harus digalang sangat besar karena harga bahan bangunan/rumah yang tinggi dan berupa bangunan fisik, alias proyek dan proyek.

Sedangkan tabungan pendidikan? Tidak ada bangunan dan proyek, yang ada malah rakyat makin pintar, dimana korupsi semakin sulit dilakukan bila rakyat makin pintar? Hahaha...

Untuk SD-SMU sudah tercover program Kartu Indonesia Pintar yang masih bisa diperdebatkan keefektifannya, tetapi seharusnya wajib belajar 12 tahun itu sudah tercover dari sana/kewajiban pemerintah 100%.

Jadi sudah saatnya kita berpikir untuk biaya pendidikan tinggi/kuliah.

Sudah tidak lucu lagi bila pekerja kita 67% hanya lulusan SD-SMP di era persaingan antar negara yang semakin ketat. Lugu banget yang mengatakan, jangan sekolah tinggi-tinggi, tuh yang kuliah malah banyak yang nganggur, marilah kita sekolah sampai SD saja supaya bisa terus bekerja di pabrik/padat karya, wkwkwk...

Yup, sekarang mungkin pemikiran itu ada benarnya,  tetapi yang pasti dengan semakin majunya peralatan industri, 90% tenaga kerja manusia akan digantikan oleh mesin di masa akan datang. Sekarang sudah terjadi, dan akan terus terjadi. Sedangkan kita hanya bisa melongo saja melihat mesin-mesin itu datang sambil memegang ijasah SD, hadeh..

Persis dengan fenomena gojek, taxi online dll, sekali lagi kita akan terhempas dengan badai mesin2 industri dan barang impor yang sudah mulai berdatangan, karena kita tidak bersiap.

Persaingan kedepan adalah persaingan otak, apalagi kalau tidak punya modal dana, jelas hanya otak yang bisa diunggulkan. Ada dana/kekayaan alampun tanpa ada otak, maka kekayaan itu akan dibawa kabur investor, seperti yang terjadi sekarang.

Tabungan pendidikan tinggi harus diberlakukan sesegera mungkin, sehingga dalam katakanlah 10 tahun kedepan semua anak sudah memiliki dana dan dijamin oleh pemerintah untuk pendidikan kuliahnya.

Berapa biaya yang dibutuhkan? Well... yang pasti tidak akan setinggi harga rumah, jadi tidak perlu berdebat angka, tetapi langsung logika saja, bila rumah bisa dipaksa mencicil, kenapa pendidikan anak-anak tidak bisa?

  • Katakanlah setiap anak mencicil Rp 1000/hari = Rp 30.000/bulan = Rp 360.000/tahun = dengan bunga investasi 10%/tahun = Rp 8.5juta dalam 12 tahun (bila menabung dari kelas 1SD).
  • Bila menabung diberlakukan sejak lahir, maka Rp 16 juta dalam 17 tahun. Sudah mencukupi, apalagi kalau kedepan kuliah semuanya sudah online/sangat ekonomis.

Itu hasil bila hanya dengan Rp 1000/hari = sebatang rokok!

Kalau masih kurang, tinggal dikalikan saja mau berapa "batang rokok" yang dialihkan menjadi tabungan pendidikan, sesuai kebutuhan biaya kuliah di masa depan.

Padahal konsumsi rokok orang miskin sehari bisa 2pack atau dengan kata lain dengan bunga 10%/tahun, bisa Rp 320 juta dalam 17tahun !!! wow, bisa sekolah ke luar negeri tuh anak, hahaha...

Kesimpulan

Sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak memberlakukan Asuransi/Tabungan Kuliah, semua anak harus diwajibkan mengikutinya sejak lahir, dan bagi yang sekarang sudah sekolah, maka sesuaikan Rp cicilan sesuai jumlah tahun dan Rp yang dibutuhkan saat dia lulus SMU.

10 tahun lagi dunia sudah berbeda, apalagi dengan kecepatan perkembangan teknologi saat ini, badai mesin mekanik telah tiba, satu-satunya "tempat perlindungan" yang aman hanyalah menyiapkan otak kita.

Bila tetap saja berdebat dengan kemungkinan oversupply lulusan sarjana, maka okelah katakanlah dana tabungan pendidikan itu bisa juga diberikan opsi untuk dijadikan modal wirausaha dengan bimbingan koperasi mungkin? Bisa juga untuk sertifikasi/pelatihan teknis lain yang lebih spesifik dan bisa langsung diterapkan di pekerjaan, atau untuk dana berangkat menjadi TKI terdidik ke luar negeri? dst.

Begitu banyak opsi dan kemungkinan setelah lulus SMU/SMK, yang penting dana masa depan itu harus diwajibkan untuk ditabung dari sekarang. Tidak seperti sekarang, lulusan smu/smk sebagian besar galau karena lulus tanpa modal, mereka tidak siap memasuki kehidupan, akhirnya bingung mau apa dan  bekerja sekedarnya dengan gaji UMR, menikah, pusing dengan pengeluaran rumah tangga = masuk lingkaran setan finansial.

Ya ini bukan hanya tabungan pendidikan, tetapi modal untuk anak-anak SMU/SMK memasuki kehidupan dewasanya..

Punya rumah tapi tidak punya isi otak = rumah akan hilang dalam sekejap diambil alih orang lain..

#FridayIdeas

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun