Â
Â
Jadi solusinya bagaimana?
Keduanya tetap harus diakomodasi :
- Semua kedepan pasti sistem online, tetapi semua tetap harus terdaftar rapi dan harus ada yang bertanggung jawab bila terjadi kejahatan dll (tidak lagi lagi supir tidak jelas dan keamanan penumpang/masyarakat harus diutamakan)
- Tarif harus ada batas bawah dan atas dari pemerintah, tidak bisa seenaknya promo naik taxi gratis dst, karena itu secara tidak langsung mematikan lapangan kerja orang lain.
- Wilayah operasional juga perlu diatur, jelas tidak sehat juga kalau wilayah kecil ada ribuan ojek, ribuan taxi dst.
- Supir angkutan umum harus fulltimer, tidak bisa partimer, karena ini membuat supply dan demand tidak bisa diprediksi dan tidak seimbang. Bagi pengemudi gojek dllpun, kalau gojeknya ada 100ribu supir, apa mereka masih bisa mencari pelanggan?
Para supir taxi yang konvensional adalah gambaran rakyat yang tidak/belum punya mobil, mereka tetap harus diutamakan, bukan orang-orang yang punya mobil plat hitam yang diutamakan untuk mencari duit tambahan.
Demo anarkis memang salah, tetapi pahamilah sulitnya mencari nafkah dengan saingan ribuan supir ojek dan taxi liar. Dan ternyata terbukti anarkis terjadi di kedua belah pihak bukan?
Taxi konvensional harus berbenah, itu pasti, tetapi bukan dengan membiarkan persaingan tidak sehat terjadi. Ini bukan taxi online vs offline,ini perang tarif dan perang profesi. Profesi supir angkutan umum tiba2 terbuka untuk siapa saja, dimana saja dan kapan saja =serbuan ribuan supir partimer dengan harga ngawur jelas membuat profesi supir konvensional mati.