Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

(Friday Ideas-6) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan Bagian 3-Selesai

25 Maret 2016   15:00 Diperbarui: 29 Maret 2016   17:17 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Klaim bpjs menjadi membengkak, karena obat paten masih masuk didalamnya, seandainya memang tidak ada versi generiknya di dunia, its ok, tapi kalau ada dan bpjs malah memilih yang paten untuk dicover? Kira2 harus diapain nih? Gemez kan? Hihihi...

India dan China juga menghargai kekayaan obat herbal mereka, apalagi China, mereka melakukan banyak riset untuk obat herbalnya. Kita juga memiliki kekayaan itu, kenapa tidak diperdayagunakan? Hanya dengan sedikit riset saja, obat herbal untuk darah tinggi, diabetes, kolestrol, asam urat dll penyakit kronis bisa distandarisasi dan dipertanggung jawabkan hasilnya = bisa masuk BPJS !

Murah meriah dan alami, satu2nya yang membuat obat generik dan herbal tidak berkembang di indonesia, adalah lagi2 para elit yang pro produsen obat paten, bukan pro rakyat sehat. Yang ada malah temulawak yang kabarnya mau dipatenkan USA, hadeh..

Bilangnya meluncurkan program minum jamu, tapi tidak ada dukungan untuk umkm jamu dan penjual jamu gendong, adanya malah minum segelas jamu sambil senyum2 di TV, speechless da..

Akhir Kata

Seri artikel bom waktu BPJS Kesehatan selesai sampai disini dan semua kembali hanya kepada niat. Bukan hanya niat pemerintah, tapi juga niat para elit wakil rakyat. Karena semua keputusan kebijakan ada di tangan mereka.

Bila niat untuk rakyat sehat itu tidak pernah ada, ya terima nasib saja deh, kondisi kesehatan di indonesia sampai kapanpun juga akan tetap seperti ini dan berjalan lambat kemajuannya.. 

"Bom waktu" BPJS Kesehatan ini terus berdetak dan pasti meledak, kita mau tidak mau harus memilih apakah ingin diledakkan di APBN (hutang sana kemari), atau diledakkan di rakyat (pengeluaran ditekan semaksimal mungkin dengan mengorbankan kesehatan rakyat).

Atau 1 opsi baru, kita ledakan di tempat2 yang memang perlu ledakan (contoh cukai rokok, lihat artikel bagian-2).

Bom waktu itu ada di tangan para elit politik khususnya RI-1, Pak Jokowi yang menentukan, mau diledakkan dimana.. Semoga Bapak Jokowi dan para elit bijak memilih, bila tetap memilih diledakkan di rakyat, maka bom bunuh diri namanya...

(kualitas sdm menurun/stagnan karena tidak sehat, pada saat yang bersamaan negara lain sudah berlari jauh meninggalkan kita sambil berkata : "bye bye Indonesian, kacian deh loe")

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun