Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

(Friday Ideas-6) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan Bagian 3-Selesai

25 Maret 2016   15:00 Diperbarui: 29 Maret 2016   17:17 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Fakta bahwa sehat itu mahal, bisa ratusan juta/milyar/orang dalam 1 periode kehidupan telah dibahas di artikel bagian-1-Sehat itu Mahal.

Alternatif pendanaan instant, bukan hanya untuk menutupi defisit tapi untuk menrevolusi infrastruktur kesehatan sekaligus pendidikan dan lapangan kerja, dibahas di artikel bagian-2-Pendanaan Instant dengan Cukai Rokok

Sekarang kita masuk di mengurangi pengeluaran BPJS. Perlu dicatat bahwa mengurangi pengeluaran itu bukan seperti yang "sengaja sadar/tidak" dilakukan selama ini :

  • tidak membangun RS baru (rumah sakit baru=lebih banyak pasien=lebih banyak klaim bpjs/biaya bagi pemerintah)
  • alat dan dokter terbatas
  • jenis obat dan ketersediaan dibatasi 
  • mempersulit rujukan
  • memperlama waktu tunggu operasi
  • Dst yang membuat rakyat putus asa dan akhirnya beli obat sendiri/tetap hutang sana sini

Itu namanya bukan mengurangi pengeluaran, tetapi membiarkan sebagian besar rakyat sakit dan meninggal pelan-pelan.

Apa saja alternatif mengurangi pengeluaran BPJS tetapi hasil akhirnya justru rakyat makin sehat?

  1. Pencegahan Penyakit

Penulis salut dengan pemerintah sekarang yang "katanya" fokus ke pencegahan penyakit, arahnya sudah benar, pencegahan jelas lebih murah daripada menangani bila sudah jadi penyakit, salut meski tetap belum jelas program apa yang diluncurkan untuk mencegah, karena kemenkes kita sekarang salah satu kementerian tersunyi di berita, hehe..

Bila programnya berbentuk himbauan dan penyuluhan, himbauan untuk olah raga, himbauan untuk makan sehat dst, semua yang bersifat himbauan = proyek sia-sia dan indah didengar saja, karena 99% tidak akan jalan.

Sebaiknya kita fokus ke program nyata, contoh :

  • menyediakan fasilitas sanitasi 100%, masa di jabodetabek saja sampai sekarang masih ada rakyat yang buang air kecil/besar di sungai, hadeh...
  • menyediakan fasilitas air bersih/air layak minum.
  • mengatur kadar maksimal lemak, garam dan gula dalam produk komersial, beri label bila harus berkadar garam/gula tinggi, atau kalau perlu cukai seperti di negara lain.
  • distribusi terbatas untuk penjualan kimia pewarna, pengawet, pemanis buatan dan bahan2 berbahaya lainnya. Denda dan hukum seberat-beratnya bagi yang sengaja meracuni rakyat.
  • dan banyak lagi program nyata dan langsung dirasa lainnya.

Bahkan cukup poin 1 dan 2, yaitu sanitasi dan air bersih saja sudah mencegah sebagian besar penyakit. Daripada kita kebanyakan program tidak jelas, lebih baik fokus ke 1-2 program tapi jalan 100%.

 

       2. Mengajarkan Rakyat untuk Bertanggung Jawab atas Kesehatan Dirinya Sendiri dan Keluarga

Dengan adanya BPJS, yang semua gratis tanpa syarat, justru secara tidak langsung mengajarkan pada rakyat, silakan merokok sebanyak-banyaknya, makan lemak sesuka hati, makan gula garam berlimpah, silakan punya anak 7 bahkan 10, semua kami cover, hahaha..

Bila tidak ada pembatasan untuk penyakit yang ditimbulkan karena gaya hidup/sendiri, maka ini bom waktu bagi pemerintah dan rakyatnya sendiri yang sakit-sakitan karena gaya hidup kacau balau.

Sekali lagi mengajarkan hidup sehat disini, tidak bisa hanya himbauan, tetapi harus dengan kebijakan pembatasan, contoh :

  • Keluarga Berencana : kita kampanye KB, tapi menggratiskan biaya melahirkan hingga jumlah anak tak terhingga, jelas tidak nyambung bukan? Gratiskan biaya persalinan untuk 2 anak, anak ke 3 dst harus bayar sendiri,bila tidak mampu, maka boleh dicover tapi dianggap hutang yang harus ditagih dan dibayar (daripada sekarang dicover sampai anak berapa pun juga, tidak mendidik rakyat untuk bertanggung jawab).
  • Berlakukan sistem berbagi biaya misalnya 50:50 untuk penyakit gaya hidup, misalnya operasi penyempitan pembuluh darah jantung (pasang ring) yang bisa dikatakan karena gaya hidup makan lemak berlebihan, rakyat harus membayar 50% dari tagihan karena mereka harus turut bertanggung jawab atas penyakit yang ditimbulkan sendiri.
  • Proritaskan penyakit yang bukan karena gaya hidup, misalnya 20:80 (80% untuk penyakit yang bukan disebabkan gaya hidup/diri sendiri), contoh penyakit jantung bocor pada bayi, jelas tidak adil bukan, bila antrian operasi dipenuhi orang dewasa yang mau operasi pasang ring jantung karena kebanyakan makan enak saat muda, lalu mengorbankan nyawa bayi2 yang sejak lahir sudah sakit?
  • Tidak mengcover penyakit akibat rokok,bila pemerintah tetap tidak berani menaikkan harga/cukai rokok seperti yang dibahas di di artikel bagian-2-Pendanaan Instant dengan Cukai Rokok, maka sekalian saja jangan cover penyakit akibat rokok. 

Selain itu bila tidak diberlakukan seperti ini, dengan dana yang sekarang terbatas dan defisit, justru ketidakadilan yang terjadi :

  • Dana tersedot rakyat yang anaknya banyak, padahal di pelosok fasilitas melahirkan masih minim dan rakyat punya anak pertama saja tidak tertangani.
  • Dana tersedot untuk perokok dll penyakit gaya hidup, sedangkan bayi, anak-anak, orang dengan penyakit langka, genetik dll diabaikan dan dibiarkan meninggal. 
  • dst.

Hidup memang lucu bagi bukan perokok, sudah kena asapnya, masih harus bayar iuran untuk mengcover orang yang mengasapi hidung kita setiap hari, hahaha.., parahnya saat kita sakit, kita harus pontang panting, karena dana pemerintah sudah habis untuk perokok!

        3. Tiru India dan China dalam Hal Kebijakan Obat Generik Khususnya dan Obat Herbal

India dan China sangat menyadari bahwa penduduk mereka berjumlah sangat banyak dan sebagian besar miskin.

Karena itu mereka melindungi hak rakyatnya untuk sehat dengan membuka seluas-luaskan akses obat generik, bahkan memaksa produsen obat paten untuk memberikan lisensi obat generik.

Intinya, mereka pro rakyat dan paham bahwa kesehatan rakyat adalah modal utama negara untuk maju.

Kita? Malah semua kebalikannya yang dilakukan :

  • semua bahan baku obat import (bersyukur sekarang sepertinya sudah mau bikin pabrik bahan baku)
  • obat generik dipersulit masuk
  • obat generik sebebas-bebasnya dikasih merk dan dijual mahal
  • harga obat tidak terkendali dan mahal, sales obat dan praktek komisi berkeliaran didepan mata
  • alat2 kesehatan malah dikenakan pajak barang mewah
  • obat paten dilindungi, apalagi dengan rencana Pak Jokowi ikut TPP yang salah satu pasalnya tentang perlindungan obat paten

Hebat bukan kita ini? Ternyata kita juga "pro rakyat", pro rakyat asing produsen obat paten, hahaha... 

Klaim bpjs menjadi membengkak, karena obat paten masih masuk didalamnya, seandainya memang tidak ada versi generiknya di dunia, its ok, tapi kalau ada dan bpjs malah memilih yang paten untuk dicover? Kira2 harus diapain nih? Gemez kan? Hihihi...

India dan China juga menghargai kekayaan obat herbal mereka, apalagi China, mereka melakukan banyak riset untuk obat herbalnya. Kita juga memiliki kekayaan itu, kenapa tidak diperdayagunakan? Hanya dengan sedikit riset saja, obat herbal untuk darah tinggi, diabetes, kolestrol, asam urat dll penyakit kronis bisa distandarisasi dan dipertanggung jawabkan hasilnya = bisa masuk BPJS !

Murah meriah dan alami, satu2nya yang membuat obat generik dan herbal tidak berkembang di indonesia, adalah lagi2 para elit yang pro produsen obat paten, bukan pro rakyat sehat. Yang ada malah temulawak yang kabarnya mau dipatenkan USA, hadeh..

Bilangnya meluncurkan program minum jamu, tapi tidak ada dukungan untuk umkm jamu dan penjual jamu gendong, adanya malah minum segelas jamu sambil senyum2 di TV, speechless da..

Akhir Kata

Seri artikel bom waktu BPJS Kesehatan selesai sampai disini dan semua kembali hanya kepada niat. Bukan hanya niat pemerintah, tapi juga niat para elit wakil rakyat. Karena semua keputusan kebijakan ada di tangan mereka.

Bila niat untuk rakyat sehat itu tidak pernah ada, ya terima nasib saja deh, kondisi kesehatan di indonesia sampai kapanpun juga akan tetap seperti ini dan berjalan lambat kemajuannya.. 

"Bom waktu" BPJS Kesehatan ini terus berdetak dan pasti meledak, kita mau tidak mau harus memilih apakah ingin diledakkan di APBN (hutang sana kemari), atau diledakkan di rakyat (pengeluaran ditekan semaksimal mungkin dengan mengorbankan kesehatan rakyat).

Atau 1 opsi baru, kita ledakan di tempat2 yang memang perlu ledakan (contoh cukai rokok, lihat artikel bagian-2).

Bom waktu itu ada di tangan para elit politik khususnya RI-1, Pak Jokowi yang menentukan, mau diledakkan dimana.. Semoga Bapak Jokowi dan para elit bijak memilih, bila tetap memilih diledakkan di rakyat, maka bom bunuh diri namanya...

(kualitas sdm menurun/stagnan karena tidak sehat, pada saat yang bersamaan negara lain sudah berlari jauh meninggalkan kita sambil berkata : "bye bye Indonesian, kacian deh loe")

Kita hanya bisa tersenyum pahit memandang mereka, sambil menghisap batang rokok yang ke-20...

 

#FridayIdeas

Artikel Terkait :

(Friday Ideas-4) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan - Bagian 1 - SEHAT ITU MAHAL

(Friday Ideas-5) Bom Waktu Bernama BPJS Kesehatan - Bagian 2 - Pendanaan Instant dengan Cukai Rokok

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun