Mohon tunggu...
Anna Melody
Anna Melody Mohon Tunggu... -

Melihat dari sudut pandang berbeda...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi 1 Tahun Belajar Politik di Kompasiana

19 Januari 2016   13:32 Diperbarui: 19 Januari 2016   13:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Permainan Politik, sumber gambar : loop.co.id"][/caption]

15 Januari kemarin tepat satu tahun penulis menulis di kanal politik kompasiana.

Sebagai catatan pribadi, apa sih yang dipahami bila seorang rakyat awam bahkan cenderung apatis dengan politik sebelumnya, tiba-tiba menjadi pengamat politik dadakan dalam 1 tahun? Hehehe..

Dengan background 10 tahun terakhir hanya tahu presidennya Sby tanpa ingat wapresnya siapa (hahaha mengenaskan), kemudian terseret euforia pilpres 2014 (sekali lagi tanpa mengetahui kalau Jokowi sudah jadi Gubernur Dki 2 tahun padahal penulis tinggal di jabodetabek), hingga akhirnya terpesona dengan sosok Jokowi, menjadi kecebong jadi-jadian dan mengikuti berita politik sambil menulis di kompasiana hingga kini.

Dari terpesona hingga kecewa, kembali ke realistis, mungkin bisa dikatakan sekarang sudah move on dan menjadi katak muda-lah, hahaha...

Baru tahu, ternyata kata "move on" bukan kata yang dipatenkan untuk para haters saja, tetapi para loverspun perlu untuk move on. Move on dari memuji2 tanpa dasar dan berkompromi dengan semua kebijakan pujaannya meski tidak sesuai dengan hati nurani kita.

 

Ada beberapa kesimpulan yang penulis catat untuk ultah pertama pengamatan ini :

Tentang Korupsi (power tend to corupt, absolute power absolutely corupt = korupsi selalu terkait dengan kekuasaan/politik)

1. 99% Politikus terlibat korupsi, baik karena pengen maupun tekanan dari pihak lain.

2. Karena semua terlibat, maka yang paling efektif adalah pencegahan, sehingga pengenpun tetap tidak bisa menembus sistem.

Salah satunya yaitu dengan pembatasan transaksi tunai baik rupiah maupun mata uang asing, bila transaksi tunai dibatasi sehari misalnya hanya boleh ambil tunai 5 juta, dijamin 99% korupsi PUNAH dengan sendirinya (karena 99% korupsi adalah tunai), tersisa pungli yang kecil2 saja yang seiring waktu juga bisa hilang dengan sistem perizinan online.

3. Pencegahan kedua adalah pasal pencucian uang/pembuktian terbalik untuk semua pejabat negara, minimal untuk semua tersangka korupsi.

4. Penindakan sebaiknya dipertegas, penjara minimal 10 tahun nett, bukan seperti sekarang dimana koruptor adalah profesi menguntungkan karena korupsi milyaran hanya dibui 2-3tahun (berlipat dari gaji yang biasa diterima).

Masalahnya UU pembatasan transaksi tunai dan pembuktian terbalik tidak akan pernah ada karena yang bikin UU justru orang2 yang perlu dicuci, hahaha... jadi solusi berikutnya di politik.

Tentang Politik

1. Politik hanya take and give, untuk mendapatkan sesuatu harus menyerahkan sesuatu, persis seperti permainan catur. Tidak mungkin menyenangkan semua orang, orang-orang yang tadinya berniat baik/idealisme tinggi, saat masuk politik mereka harus ikut arus dan paling maksimal hanya bisa berusaha lebih banyak baiknya daripada buruknya, kalau tidak ingin tertendang keluar dengan cepat.

2. Sistem 2 partai.

Sistem 2 partai patut dipertimbangkan menjadi solusi permanen dari semua permasalahan diatas. Dengan 2 partai, maka kebutuhan check and balance antara yang berkuasa dan oposisi sudah terpenuhi.

Politik dinasti otomatis minimal, si pangeran, si mbok, si brewok, si jenderal, semua punah dengan sendirinya karena harus bertarung untuk menjadi penguasa partai yang hanya 2 tersebut.

Sangat beda dengan sistem sekarang yang siapapun punya duit, bisa bikin partai, dimana motif berpartai menjadi tidak jelas, dan akhirnya hanya membentuk kelompok2 mafia yang menjual-belikan suara rakyat untuk kepentingan kelompoknya sendiri.

Bila kita belum siap dengan 2 partai karena belum dewasa dan kemungkinan persaingan tajam serta perpecahan, maka bisa 3 partai dulu.

Apa yang ada di media itu tidak sepenuhnya benar dan sebagian besar sudah diatur.

Hal penting lain yang penulis sadari adalah sebagian besar kita orang awam ternyata hanya tahu sedikit/kulitnya saja.

Memang tetap mengasikkan untuk menganalisa dan mengkomentari, tapi muaranya tetap saja apa yang kita tahu sangat dangkal, gambaran besar tetap sulit didapat meskipun kita telah masuk di dalam lingkaran politik tsb, apalagi bila diluar.

Sebagai contoh, akhir tahun kemarin penulis berdiskusi dengan seseorang tentang dunia yang "katanya" dikuasai dan diatur oleh sekelompok konglomerat Yahudi, mereka menguasai dan mengatur finansial dunia (termasuk the FED USA) berikut aksesoris cerita detil lainnya, yang sebenarnya sudah menjadi rahasia umum juga, bahwa USApun tidak berdaya! Merekapun terjajah dan "digunakan" oleh kelompok2 tertentu.

Sejarah dan fakta bisa dibolak-balik tergantung siapa yang punya kuasa dan dana. Kita komplain dijajah asing-aseng, padahal mereka sendiri juga komplain dan sedang perang dengan "penjajah mereka sendiri", dan yang lebih lucunya, ternyata kitapun adalah penjajah bagi negeri kita sendiri (contoh yang paling gamblang adalah daerah luar jawa, papua, atau pembiaran pendidikan rendah selama puluhan tahun = penjajahan kaum elit ke kaum wong cilik).

Jadi siapa menjajah siapa sebenarnya? Hahaha...

Menjajah "dibenarkan" di politik dengan alasan bila tidak menjajah maka kita akan dijajah, nah loh makin pusing kan?

Pesan penulis kepada para elite, mbok kalau menjajah itu seperti Inggris, rakyat tetap didahulukan kebutuhannya dan jadi rakyat kelas menengah penghasilan dan pendidikannya, kenapa kalian para elite menjajah kami rakyat sendiri lebih jahat daripada Inggris? Apa lebih baik kita sukarela minta dijajah Inggris saja? Wkwkwk...

Akhir Kata

Semua ini juga menyadarikan penulis bahwa WOW, melihat politik yang sebagian besar hanya sandiwara dan diatur, penulis justru berefleksi bagaimana dunia ini juga diatur oleh Tuhan.

Membuat penulis sadar bahwa menyelami intrik politik lokal saja susah, belum politik global, apalagi menyelami rencana dan kebesaran Tuhan. Rencana Tuhan benar-benar jauh dari jangkauan kita, ada milyaran planet seperti bumi di luaran sana, dan kita yang hanya "semut" di salah satu planet, sudah merasa tahu segalanya?

Aaah begitu banyak catatan tetapi tidak mungkin ditulis disini semuanya, akhir dari semua ini bermuara hanya pada 2 kata : pendidikan dan spiritualitas.

Hanya pendidikan yang dapat membebaskan bangsa ini dari korupsi/penjajahan oleh siapapun juga, dan hanya spiritualias yang membuat kita tidak menjadi penjajah setelah berpendidikan tinggi.

 

Salam Kompasiana...

 

Catatan :

Terima kasih penulis ucapkan untuk para seniors kanal politik disini, pak Axtea, pak Daniel HT, mas Gatot, mas Ninoy, mas Reza, mas Adhieyasa, mas Pebrianov, mas AAA,  mas Elde, mas Asaaro dan masih banyak lagi yang sudah banyak memberikan pencerahan. (Meski hanya menjadi semi-silent reader serta pengagum setia :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun