[caption id="attachment_398431" align="aligncenter" width="228" caption="Analogi Lampu Merah pada Hukuman Mati sumber gambar : kaskus.co.id"][/caption]
Pro dan kontra hukuman mati semakin mencuat dengan semakin dekatnya eksekusi duo bali nine. Di indonesia sebagai pihak yang dirugikan (menjadi korban) dengan beredarnya narkoba, tentu sebagian besar setuju. Sedangkan di australia sebagai pihak yang berhubungan dengan "pelaku" masih galau dan survey terakhir 52% setuju dengan hukuman mati duo bali nine.
Analogi lampu merah telah membuat penulis yang tidak setuju pada hukuman mati karena alasan spiritual, menjadi ragu dan sedikit setuju dengan hukuman mati (setidaknya naik 1 level hehe)..
Berikut penjelasan analogi lampu merah yang penulis dapatkan dari acara tvone-debat 19 Januari 2015 dan dilontarkan oleh ketua gerakan anti narkoba nasional Bapak I Nyoman Adi Peri :
- lampu merah dalam lampu lalu lintas artinya berhenti. itu sudah diketahui dengan jelas oleh semua orang/pengendara. bila lampu merah tetap diterobos dan terjadi kecelakan yang membawa kematian, siapa yang salah? apakah yang menabrak penerobos ini bisa dikatakan "membunuh"? atau malah lampunya yang salah? hahaha.. atau bahkan menyalahkan Tuhan kok menciptakan lampu merah?
apa yang terjadi pada hukuman mati pada kasus narkoba khususnya juga SAMA. sudah JELAS bahwa membawa narkoba di indonesia bisa dihukum mati, lalu TETAP ngotot dibawa, kira2 siapa yang salah dan menerobos lampu merah? lalu bila dia mati apakah undang-undang dan pemerintah yang salah? ini bukanlah hukuman mati tetapi konsekuensi kematian yang tertunda !
beda dari 2 kasus di atas hanya satunya langsung meninggal di tempat, satunya meninggal melalui proses hukum.
intinya sama, siapa sebenarnya yang sudah tahu aturan dan risikonya, tapi tetap menerobos lampu merah dan peraturan?
hal yang sama juga terjadi pada hukum alam. Tuhan juga memberikan hukuman mati. contoh, hai manusia, bila engkau jatuh ke jurang 100 meter, engkau akan mati. itu hukum Tuhan yang tertera di undang-undang hukum alam.
lalu bila ada manusia yang sengaja menjatuhkan diri (bunuh diri) ke jurang dan meninggal menjadi salah Tuhan yang membuat peraturan tersebut? apakah dia bisa negosiasi dengan Tuhan, minta kakinya aja yang putus, jangan nyawanya?
FAKTA lain yang juga menyadarkan penulis : bahwa Indonesia itu terdiri dari negeri kepulauan yang luas sekali dan tidak dapat dijaga 100%, apalagi dengan alutista sekarang yang sangat tidak memadai. Beda dengan negara lain seperti singapura misalnya, yang dengan mudah diawasi perbatasannya.
Narkoba banyak masuk melalui laut, lalu apakah ada solusi lain untuk saat ini selain hukuman mati? jangan mengomel kalo memang tidak bisa menyediakan solusi, sedangkan 50 orang indonesia tiap hari dibunuh oleh mereka ! 18.000 nyawa per tahun dan kita memperjuangkan nyawa 2 orang bali nine??
Yang lebih aneh lagi artikel romo Franz Magnis tanggal 21 Januari 2015 di Kompas koran yang menyatakan bahwa membunuh orang hanya "boleh" dilakukan bila membela diri di pertempuran.
penulis jadi bingung, lho romo, siapa yang memperbolehkan? Tuhan?
lalu apakah kita sekarang tidak sedang dalam pertempuran melawan narkoba?
lalu tidak bolehkah hukuman mati tersebut dikatakan membela diri? membela diri anak-anak bangsa yang mereka bunuh 50 orang per hari?
Beliau dan banyak orang lainnya mengatakan tidak ada efek jera dengan hukuman mati. YUP itu betul tidak ada efek jera untuk gembong narkoba karena mereka sudah gila semua. tetapi harus diakui 100% efek jera terjadi di level KURIR. kurir tidak akan mau lagi bawa narkoba hanya dengan untung beberapa juta ditukarkan dengan kemungkinan hukuman mati. dan tanpa KURIR = perdagangan narkoba tentu akan mati perlahan !
ada yang bisa menjawab fakta kurir ini? dan mengatakan tidak ada efek jera sama sekali?
Maka setelah memahami analogi lampu merah, letak geografis indonesia yang lautnya belum dapat dijaga, dan membunuh karena membela diri diperbolehkan oleh hukum maupun romo Franz, serta efek jera pada kurir, penulis benar-benar menjadi ragu mengatakan hukuman mati tidak boleh.
karena dengan adanya analogi lampu merah, maka bukan hukuman mati yang terjadi, tetapi mereka memang bunuh diri ! dan kita hanya "membantu" proses mereka yang memang menginginkan kematian tersebut !
bukan lagi HUKUMAN, tetapi pelaksanaan KONSEKUENSI. kita tidak pernah menghukum, mereka yang menerobos lampu merah dan aturan yang menghukum mati diri mereka sendiri.
siapapun yang menolak hukuman mati harus memberikan solusi, bukan jerit2 tidak setuju tapi membiarkan 50 orang setiap hari meninggal. Mereka telah melanggar HAM orang2 yang meninggal setiap harinya. Siapa yang memperjuangkan hak mereka untuk hidup?
dan terus terang penulis tidak menemukan solusi dari fakta2 di atas khususnya laut indonesia yang sangat luas. penulis tetap berdoa semoga ada solusi nyata untuk menjaga perbatasan kedepannya sehingga hukuman mati tidak diperlukan lagi..
sedangkan untuk saat ini, penulis hanya bisa bungkam dalam keraguan, tidak setuju tetapi juga setuju...
Sumber acara debat : https://www.youtube.com/watch?v=s0cH_eT-PEs
Sumber kompas : http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011479249 atau http://www.publicapos.com/mimbar/3815-franz-magnis-suseno-hukuman-mati-belum-beradab
Sumber:http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011479249
Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin
Sumber:http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011479249
Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H