Mohon tunggu...
Anna Harry
Anna Harry Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengumpul kata

Menyimpan kenangan terbaik dengan mengukurnya lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wanita Pemanggul Mimpi

3 Februari 2020   13:34 Diperbarui: 3 Februari 2020   13:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memiliki tetangga yang tangguh adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Pengajaran dan pelajaran hidup seringkali mampir, menjadi pengingat bahwa kita harus terus bergerak, jangan malas!

Dialah Bu Nafisah, mbok Sah kami akrab menyapa beliau. Tinggal berdua bersama suami yang sudah renta namun masih aktif berdagang, keduanya menjadi sosok tangguh yang saya kagumi. Memiliki empat orang anak yang kesemuanya lelaki. Di antara dua pilihan cucu, sebagian sudah menikah dan memiliki anak, Buyutnya simbok.

Berusia hampir delapan puluh tahun, dengan penampilan sederhana beliau tetap memulai aktifitas semenjak pagi buta. Karena rumah kami sangat berdekatan, saya selalu bisa mendengar jam berapa beliau mulai bangun, setengah tiga pagi.

Mbok Sah itu memiliki banyak keistimewaan.

* Seorang Muslim yang taat
Beliau adalah sosok panutan yang sangat luar biasa, terbiasa bangun di sepertiga malam dan melaksanakan sholat Sunnah. Hal ini pernah saya tanyakan langsung, beliau hanya tersenyum dan berkata "sepatutnya manusia itu menghamba pada Alloh, karena Alloh menyukai hal itu."

* Pekerja keras
Selepas sholat subuh, beliau biasanya pergi ke pasar untuk kulakan. Ya ... Beliau adalah tukang sayur, kalau di daerah saya lebih dikenal sebagai mlijo.
Meski sudah banyak mlijo modern dengan bermodal sepeda motor, tossa bahkan berkeliling membawa mobil bak terbuka, Si Mbok tetap setia dengan bandat serta anting plastiknya.

Menyusuri jalanan sekitar satu kilo meter, beliau lakoni setiap hari. Beliau Benar-benar sosok wanita tangguh.

* Ulet
Tidak jarang, bahan makanan yang beliau beli tidak habis terjual. Sore hari biasanya beliau membuat botok dan pepes ikan, semua beliau kerjakan sendiri. Luar biasa.

*Dermawan
Sangat suka berbagi, entah itu makanan maupun sayur-sayuran. Tak segan pula beliau mengantarkan ke rumah semisal beliau selesai membuat masakan. Saya yang masih muda merasa kalah jauh dari beliau. Seringkali merasa malu, karena seringnya beliau berbuat baik sedangkan saya?

* Penghafal yang baik

Mengikuti kajian/pengajian menjadi rutinitas beliau selain sholat jamaah ke musholla yang terletak di seberang jalan rumah kami. Beliau selalu mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan, kemudian menghafal dan mengamalkannya. Saya yang muda? Kalau tidak dicatat ya lupa, tapi beliau tidak membawa buku catatan bisa menghafal amalan-amalan apa saja yang disampaikan, sekali lagi saya merasa kalah telak dari beliau.

* Berhasil mengantarkan anak-anaknya sukses
Beberapa tahun silam, saya masih ingat betul. Bagaimana rumah sederhana itu menjadi tempat beliau berteduh dari panas dan hujan, membesarkan keempat putranya dan mengantarkan mereka sampai bisa sukses.

Kini dinding bambu itu tak ada lagi, anak-anak yang beliau besarkan telah mampu membangunkan sebuah rumah sangat layak untuk kedua orangtuanya.

Ponorogo, Kediri dan Kalimantan timur adalah daerah dimana ketiga putranya tinggal, satu di antaranya tinggal satu kampung namun lokasinya agak jauh dari rumah simbok.

Tentang alasan kenapa Si Mbok tetap berjualan meskipun anak-anaknya telah hidup berkecukupan saya tidak pernah tahu. Satu hal yang senantiasa beliau sampaikan "jadi orang tua jangan berangan-angan --berharap-- ikut anak yang ini atau yang itu, tetap menjadi orangtua yang mandiri itu penting, agar sifat tamak terhadap pemberian anak tidak menguasai diri, dan kita bisa hidup rukun dengan menantu, karena menantu tau sebagai orangtua kita tidak pernah menuntut apa-apa selain menjaga kerukunan antar saudara.

Oh iya, sekilas tentang suami simbok, beliau mengalami keterbatasan dalam pendengaran namun meski demikian beliau tetap mencari dan menjual kembali dagangan dengan cara berkeliling membawa sepeda kayuh, jika lelah mengayuh beliau menumpang angkutan umum untuk sampai di rumah, dan berkumpul kembali dengan istrinya. Mboksah.

Semoga kisah yang saya sampaikan bisa bermanfaat buat kita semua, salam hangat dari saya yang berada jauh di ujung Malang, 3 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun