Melihat adanya SPKL, saya berharap dapat menemukan makanan dan minuman serta cindera mata khas Bagan. Setelah berkeliling kawasan dan berbelanja, kami dapat makan dan minum di pondok-pondok di sepanjang bibir Sungai Rokan sambil menikmati indahnya pemandangan.
Namun, pada saat kami berkunjung, tidak banyak PKL yang berjualan di sana. Tidak ada kuliner maupun cendera mata khas Bagan. Hal yang sama tampak ketika mobil kami melewati deretan ruko yang tampak sepi tak berpenghuni.Â
Tidak jauh dari kawasan Batu Enam, tampak museum Tionghoa. Museum Tionghoa yang baru dibangun pada tahun 2020 ini dulunya memiliki koleksi benda bersejarah seperti alat hitung khas Tionghoa (sempoa), patung-patung dewa, perkakas khas Tionghoa dan pakaian adat masyarakat Tionghoa. [3]
Sayang sekali, bangunan yang sejatinya akan menjadi catatan tentang sejarah panjang kebudayaan etnis Tionghoa di Bagansiapiapi, kini tinggal kenangan. Yang tersisa hanya sebuah bangunan yang tampak tua dan tidak terawat.
Meninggalkan kawasan Batu Enam, ada rasa sedih yang menggelayut di hati. Bersamanya tersimpan secercah harap. Semoga museum-museum yang kini terbengkalai dapat segera diperbaiki. Semoga dengan bertambahnya wisatawan, banyak PKL terpanggil untuk bergiat di SPKL. Semoga suatu hari nanti, saya dapat melihat Putrajaya kedua di Bagansiapiapi.
04 Agustus 2023
Siska DewiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H