Setelah menikmati makan malam di dapur umum rasa food court di kelenteng Ce Kong Thua, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dengan berjalan kaki. Jarak dari kelenteng ke hotel kami tempuh dalam waktu sekitar 5 menit.
“Udang rebus tadi besar-besar dan segar-segar. Rasanya gurih alami. Di Jakarta susah mendapatkan udang seenak itu. Kalaupun ada, pasti mahal harganya.” Komentar menantu saya yang disambut anggukan dari kami semua.
Waktu menunjukkan pukul 21.00 saat kami tiba di hotel. Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel ketika saya membuka pintu kamar.
“Ibu dan keluarga menginap di mana? Besok pagi jam 8.00 ada acara peresmian kelenteng Ing Hok King.” Demikian pesan singkat dari Yusuf.
Yusuf adalah sahabat yang berbaik hati menjadi pemandu wisata dadakan dalam perjalanan kami kali ini.
Ing Hok King adalah kelenteng tertua di Bagansiapiapi. Bangunan yang didirikan pada tahun 1823 ini merupakan salah satu rekam jejak etnis Tionghoa di kota kelahiran saya tersebut.
Saat saya pulkam setahun yang lalu, proses pemugaran Ing Hok King baru saja dimulai. Menyaksikan langsung peresmiannya setelah dipugar, siapa yang tidak ingin? Tetapi, apakah acaranya terbuka untuk umum?
“Terbuka untuk umum kok bu, acara seremonial gitu. Setelah itu, kita bisa jalan ke BTD dan spot lain di kota Bagan, atau ke daerah perkantoran pemda di Batu Enam.”
BTD adalah singkatan dari Bagansiapiapi Tempo Doeloe, sebuah komunitas yang gigih menggali foto-foto dan artikel-artikel terkait sejarah dan budaya Bagansiapiapi. Kisah tentang kunjungan ke kantor BTD akan saya ceritakan dalam artikel tersendiri.
Yusuf menyertakan surat undangan dalam balasannya. Kami sepakat bertemu di lobi hotel pada pukul 8.00 keesokan harinya.
Perarakan Menjemput Bupati dan Rombongan
Hari Minggu, 2 Juli 2023, Yusuf tiba tepat waktu. Saya menerima pesan singkat darinya pada pukul 7.59, “Bu, saya sudah di lobi hotel.”
Jarak dari hotel ke kelenteng dapat ditempuh dalam waktu 20 menit dengan berjalan kaki. Dari hotel yang terletak di Jalan Riau, kami berjalan ke arah kanan menuju Jalan Perwira.
Langit yang cerah dan jalanan yang bersih menggerakkan menantu saya untuk spontan menjepretkan kameranya.
Yusuf bercerita bahwa para petugas kebersihan di Bagansiapiapi memang direkrut melalui seleksi ketat. Mereka juga selalu diingatkan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh menjaga kebersihan jalanan dan lingkungan kota.
Mendekati Gedung Dekranasda Rohil, terdengar bunyi tambur bergemuruh. Ah, rupanya barongsai yang akan menjemput rombongan bupati sudah bergerak dari arah Jalan Kelenteng memasuki Jalan Aman tempat kami berada.
Barisan marching band yang mengikuti di belakang barongsai, sungguh menyejukkan mata dan hati. Sebuah pemandangan yang memperlihatkan harmoni dan toleransi di antara masyarakat Bagansiapiapi.
Di belakang marching band, berjalan para panitia sebagai penutup rombongan penjemput.
Melihat dari Dekat Kelenteng Ing Hok King Purna Pugar
Sambil menunggu kedatangan bupati Rohil bersama rombongan, kami tidak melewatkan kesempatan untuk melihat suasana di sekeliling dan di dalam kelenteng.
Di sepanjang jalan menuju kelenteng, berderet hio persembahan dari umat. Hio ini akan dibakar pada malam go ge cap lak saat perayaan ulang tahun Ki Hu Ong Ya (紀府王爺)
Tenda dipasang di pelataran kelenteng. Masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung momen peresmian kelenteng, mulai berdatangan.
Ribuan masyarakat Tionghoa, baik yang masih tinggal di Bagan maupun yang pulkam dari kota-kota lain di tanah air dan mancanegara, tumpah ruah di sana.
Purna pugar, kelenteng Ing Hok King semakin megah dan memesona. Sebagai pusat keagamaan umat Kong Hu Cu, di dalam kelenteng ini terdapat banyak patung dewa dan dewi.
Pada setiap patung, tertera nama dewa atau dewi yang dilambangkannya. Sebuah nama menarik perhatian saya: 天上聖母 (Tiānshàng shèngmǔ) yang dalam bahasa Indonesia berarti “Bunda Suci di Surga”.
Pesan Bupati, Jaga Toleransi Demi Kemajuan Bersama
Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong didampingi Ketua Tim Penggerak PKK Rohil Sanimar Afrizal meresmikan Kelenteng Ing Hok King. Hadir pula sejumlah Kepala OPD dan kepala Forkopimda di lingkungan Pemkab.
Dalam sambutannya, beliau mengharapkan masyarakat Bagansiapiapi senantiasa saling menjaga dan saling toleransi antar umat beragama. Masyarakat diharapkan memberi masukan dalam semangat kebersamaan demi kemajuan kabupaten Rokan Hilir.
Wasana Kata
Kelenteng Ing Hok King telah melintasi perjalanan sejarah sepanjang dua abad. Setelah dipugar, kini ia berdiri megah dengan segala keagungan dan keindahannya yang mengagumkan.
Kita berharap, tidak hanya fisik bangunannya saja yang agung dan indah. Alangkah lebih agung dan indah jika Ing Hok King dapat menjadi rumah di mana umat Kong Hu Cu merasa bahagia menjalin hubungan erat dan mesra dengan Sang Pencipta.
Akhir kata, semoga kelenteng Ing Hok King sebagai pusat kebudayaan masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi, senantiasa dapat memanggil para anak rantau untuk pulkam serta memanggil wisatawan mancanegara untuk berkunjung.
23 Juli 2023
Siska Dewi
Anak Bagan yang kini terdampar di tengah belantara kota Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H