Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyaksikan Peresmian Kelenteng Ing Hok King Purna Pugar

23 Juli 2023   05:30 Diperbarui: 25 Juli 2023   13:42 1340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menikmati makan malam di dapur umum rasa food court di kelenteng Ce Kong Thua, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dengan berjalan kaki. Jarak dari kelenteng ke hotel kami tempuh dalam waktu sekitar 5 menit.

“Udang rebus tadi besar-besar dan segar-segar. Rasanya gurih alami. Di Jakarta susah mendapatkan udang seenak itu. Kalaupun ada, pasti mahal harganya.” Komentar menantu saya yang disambut anggukan dari kami semua.

Waktu menunjukkan pukul 21.00 saat kami tiba di hotel. Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel ketika saya membuka pintu kamar.  

“Ibu dan keluarga menginap di mana? Besok pagi jam 8.00 ada acara peresmian kelenteng Ing Hok King.” Demikian pesan singkat dari Yusuf.

Yusuf adalah sahabat yang berbaik hati menjadi pemandu wisata dadakan dalam perjalanan kami kali ini.

Ing Hok King adalah kelenteng tertua di Bagansiapiapi. Bangunan yang didirikan pada tahun 1823 ini merupakan salah satu rekam jejak etnis Tionghoa di kota kelahiran saya tersebut.

Ing Hok King sebelum dipugar | Foto: FB Ing Hok King
Ing Hok King sebelum dipugar | Foto: FB Ing Hok King

Saat saya pulkam setahun yang lalu, proses pemugaran Ing Hok King baru saja dimulai. Menyaksikan langsung peresmiannya setelah dipugar, siapa yang tidak ingin? Tetapi, apakah acaranya terbuka untuk umum?

“Terbuka untuk umum kok bu, acara seremonial gitu. Setelah itu, kita bisa jalan ke BTD dan spot lain di kota Bagan, atau ke daerah perkantoran pemda di Batu Enam.”

BTD adalah singkatan dari Bagansiapiapi Tempo Doeloe, sebuah komunitas yang gigih menggali foto-foto dan artikel-artikel terkait sejarah dan budaya Bagansiapiapi. Kisah tentang kunjungan ke kantor BTD akan saya ceritakan dalam artikel tersendiri.

Yusuf menyertakan surat undangan dalam balasannya. Kami sepakat bertemu di lobi hotel pada pukul 8.00 keesokan harinya.

Perarakan Menjemput Bupati dan Rombongan

Hari Minggu, 2 Juli 2023, Yusuf tiba tepat waktu. Saya menerima pesan singkat darinya pada pukul 7.59, “Bu, saya sudah di lobi hotel.”

Jarak dari hotel ke kelenteng dapat ditempuh dalam waktu 20 menit dengan berjalan kaki. Dari hotel yang terletak di Jalan Riau, kami berjalan ke arah kanan menuju Jalan Perwira.

Langit yang cerah dan jalanan yang bersih menggerakkan menantu saya untuk spontan menjepretkan kameranya.

Yusuf bercerita bahwa para petugas kebersihan di Bagansiapiapi memang direkrut melalui seleksi ketat. Mereka juga selalu diingatkan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh menjaga kebersihan jalanan dan lingkungan kota.

Jalanan di Bagansiapiapi yang senantiasa bersih | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Jalanan di Bagansiapiapi yang senantiasa bersih | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Langit Bagansiapiapi pada tanggal 2 Juli 2023 pagi | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Langit Bagansiapiapi pada tanggal 2 Juli 2023 pagi | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Mendekati Gedung Dekranasda Rohil, terdengar bunyi tambur bergemuruh. Ah, rupanya barongsai yang akan menjemput rombongan bupati sudah bergerak dari arah Jalan Kelenteng memasuki Jalan Aman tempat kami berada.

Barisan marching band yang mengikuti di belakang barongsai, sungguh menyejukkan mata dan hati. Sebuah pemandangan yang memperlihatkan harmoni dan toleransi di antara masyarakat Bagansiapiapi.

Di belakang marching band, berjalan para panitia sebagai penutup rombongan penjemput.

Kostum barongsai | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Kostum barongsai | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Barongsai memimpin perarakan untuk menjemput rombongan bupati | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Barongsai memimpin perarakan untuk menjemput rombongan bupati | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Marching band, siap menjemput rombongan bupati | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Marching band, siap menjemput rombongan bupati | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Rombongan penjemput bupati melewati Gedung Dekranasda Rohil | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Rombongan penjemput bupati melewati Gedung Dekranasda Rohil | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Melihat dari Dekat Kelenteng Ing Hok King Purna Pugar

Sambil menunggu kedatangan bupati Rohil bersama rombongan, kami tidak melewatkan kesempatan untuk melihat suasana di sekeliling dan di dalam kelenteng.

Di sepanjang jalan menuju kelenteng, berderet hio persembahan dari umat. Hio ini akan dibakar pada malam go ge cap lak saat perayaan ulang tahun Ki Hu Ong Ya (紀府王爺)

Hio persembahan dari umat, disusun berderet di sepanjang jalan | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Hio persembahan dari umat, disusun berderet di sepanjang jalan | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Berpose di tengah deretan hio | Foto: Julius Sathya dan Hendro Lukman (dokpri)
Berpose di tengah deretan hio | Foto: Julius Sathya dan Hendro Lukman (dokpri)

Tenda dipasang di pelataran kelenteng. Masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung momen peresmian kelenteng, mulai berdatangan.

Suasana di depan Ing Hok King menjelang peresmian purna pugar | Foto: Hendro Lukman (dokpri)
Suasana di depan Ing Hok King menjelang peresmian purna pugar | Foto: Hendro Lukman (dokpri)

Ribuan masyarakat Tionghoa, baik yang masih tinggal di Bagan maupun yang pulkam dari kota-kota lain di tanah air dan mancanegara, tumpah ruah di sana.

Purna pugar, kelenteng Ing Hok King semakin megah dan memesona. Sebagai pusat keagamaan umat Kong Hu Cu, di dalam kelenteng ini terdapat banyak patung dewa dan dewi.

Pada setiap patung, tertera nama dewa atau dewi yang dilambangkannya. Sebuah nama menarik perhatian saya: 天上聖母 (Tiānshàng shèngmǔ) yang dalam bahasa Indonesia berarti “Bunda Suci di Surga”.

Dari Ki Hu Ong Ya hingga Bunda Suci di Surga | Foto: Hendro Lukman (dokpri)
Dari Ki Hu Ong Ya hingga Bunda Suci di Surga | Foto: Hendro Lukman (dokpri)

Khusyuk berdoa di depan patung Dewi Kwan Im | Foto: Julius Sathya (dokpri)
Khusyuk berdoa di depan patung Dewi Kwan Im | Foto: Julius Sathya (dokpri)

Pesan Bupati, Jaga Toleransi Demi Kemajuan Bersama

Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong didampingi Ketua Tim Penggerak PKK Rohil Sanimar Afrizal meresmikan Kelenteng Ing Hok King. Hadir pula sejumlah Kepala OPD dan kepala Forkopimda di lingkungan Pemkab.

Dalam sambutannya, beliau mengharapkan masyarakat Bagansiapiapi senantiasa saling menjaga dan saling toleransi antar umat beragama. Masyarakat diharapkan memberi masukan dalam semangat kebersamaan demi kemajuan kabupaten Rokan Hilir.

Ing Hok King Purna Pugar | Foto: FB Liu Anto
Ing Hok King Purna Pugar | Foto: FB Liu Anto

Wasana Kata

Kelenteng Ing Hok King telah melintasi perjalanan sejarah sepanjang dua abad. Setelah dipugar, kini ia berdiri megah dengan segala keagungan dan keindahannya yang mengagumkan.

Kita berharap, tidak hanya fisik bangunannya saja yang agung dan indah. Alangkah lebih agung dan indah jika Ing Hok King dapat menjadi rumah di mana umat Kong Hu Cu merasa bahagia menjalin hubungan erat dan mesra dengan Sang Pencipta.

Akhir kata, semoga kelenteng Ing Hok King sebagai pusat kebudayaan masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi, senantiasa dapat memanggil para anak rantau untuk pulkam serta memanggil wisatawan mancanegara untuk berkunjung.

23 Juli 2023

Siska Dewi

Anak Bagan yang kini terdampar di tengah belantara kota Jakarta 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun