Di metaverse, orang bisa menikmati dunia game seperti di dunia nyata, menonton konser, dan melakukan perjalanan. Mereka bisa bekerja, bahkan membeli tanah dan bangunan virtual. Apakah kelak metaverse akan menggantikan kehidupan nyata?
Dalam laporan penelitian bertajuk "Value Creation in the Metaverse" yang dirilis akhir Juni 2022, McKinsey & Company menjelaskan bahwa metaverse tidak mengharuskan kita memilih antara dunia virtual dan dunia nyata. [1]
Metaverse tidak menggantikan kehidupan nyata
CEO Niantic, John Hanke, menjelaskan bahwa saat ini, ada Instagram, email, dan aplikasi pesan pendek. Lalu, ada teman-teman kita dalam kehidupan nyata. Metaverse adalah penyatuan dari semua itu, di mana mereka menjadi jauh lebih menyatu dan ada ekstensi digital untuk semua yang nyata.
Singkatnya, metaverse akan melengkapi, bukan bersaing dengan dunia nyata. Ia meningkatkan pengalaman kehidupan nyata kita, bukan menggantikannya.
Dalam sebuah wawancara dengan Pew Research Center, Melissa Sassi dari IBM Hyper Protect Accelerator, menjelaskan bahwa baginya kehidupan nyata dan kehidupan digital tidak saling menggantikan. Keduanya akan saling melengkapi. [2]
Sassi juga berbicara tentang kebangkitan kembar digital (digital twin), program komputer yang menggunakan data dunia nyata untuk membuat simulasi yang dapat memprediksi suatu produk atau proses. [3]
Untuk memperjelas argumennya, ia memberikan 6 contoh berikut:
Pertama, dalam dunia medis
Sassi mengomentari pendekatan dunia medis saat ini yang cenderung mengobati gejala ketimbang mencegah penyakit. Sebuah program yang dikembangkan BioTwin tentang pencegahan penyakit sebelum terjadi, membuatnya terinspirasi.
Melansir BioTwin, ada 4 faktor utama yang memengaruhi kesehatan seseorang, yakni: genetik, lingkungan, nutrisi, dan gaya hidup. [4]
Dengan memanfaatkan teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), pengeditan gen (gene editing), dan pendekatan analisis multi-omik (multi-omics analysis approach), BioTwin memantau data kesehatan yang terkait dengan keempat faktor di atas untuk menciptakan kembar kesehatan digital (digital health twins).
Kelak, kembar kesehatan digital dapat menyajikan pandangan yang unik, berkelanjutan, dan lengkap tentang kesehatan pasien. Informasi ini akan memungkinkan dokter melakukan deteksi dini, bahkan mencegah terjadinya penyakit.
Kedua, dalam dunia pendidikan
Sassi menjelaskan bahwa kembar kesehatan digital memberi peluang calon dokter untuk berlatih di lingkungan virtual secara lebih baik. Penjelasan ini mengingatkan saya pada sebuah berita tentang RS Bundang Universitas Nasional Seoul (SNUBH) yang membangun platform metaverse di ruang operasi cerdas (smart operating room). [5]
Di ruang operasi cerdas, ahli bedah dapat melakukan image guided surgery (IGS) menggunakan sinar inframerah dekat dan tampilan yang secara bersamaan mendukung bedah endoskopi 4K dan 3D. Mereka juga dapat saling bertukar pendapat secara real-time menggunakan sistem "Tele-Patologi".
Menurut Sassi, Augmented Reality (AR), Mixed Reality (MR) dan Virtual Reality (VR), ditambah personalisasi Artificial intelligence (AI) dan Machine learning (ML) dapat juga diterapkan dalam bidang pendidikan lain maupun pelatihan di dunia usaha.Â
Ketiga, dalam dunia usaha
Menyitir laporan Forum Ekonomi Dunia, Sassi bercerita tentang kerugian sebesar $11,5 triliun dalam pertumbuhan PDB yang dialami 14 negara G20 akibat kurangnya literasi digital penduduk. Laporan tersebut juga memprediksi bahwa pada tahun 2030, ekonomi Amerika terancam kerugian sebesar $8,5 triliun akibat kesenjangan literasi digital tenaga kerja.
Dunia usaha dapat menggunakan metaverse untuk orientasi dan pelatihan karyawan serta pengenalan proses atau prosedur melalui permainan dan tes virtual. Mereka juga dapat menggunakan AI untuk mendukung kinerja karyawan dan meningkatkan efisiensi. [6]
Metaverse juga dapat digunakan untuk membangun tim dan kolaborasi. Dari sudut pandang sumber daya manusia, dengan perluasan kerja jarak jauh (remote work), metaverse meningkatkan keterlibatan karyawan.Â
Karyawan dapat hadir bersama anggota tim lainnya di dunia digital, di mana pun mereka berada di dunia nyata. Karyawan di seluruh dunia dapat bertemu melalui avatar mereka di ruang rapat digital yang sama dan bekerja di papan tulis virtual yang sama.
Keempat, dalam dunia hiburan
Gaming akan terus berkembang dengan lebih banyak interaktivitas dan keterlibatan. Selain itu, metaverse juga memiliki aplikasi untuk konser.
Menurut National Research Group, pada 2021, 40% pengguna Fortnite adalah anak-anak antara usia 10 dan 17 tahun. Namun, kebangkitan hiburan virtual bukan hanya untuk anak-anak dan remaja.
Burning Man yang melibatkan banyak orang dewasa juga mengadakan acara di metaverse pada tahun 2020 dan 2021. Melansir Wikipedia, Burning Man adalah sebuah acara tahunan yang berfokus pada komunitas, seni, ekspresi diri, dan kemandirian. Acara ini diadakan di Blackrock City, Nevada, Amerika. [7]
Namun, Sassi mengatakan ia tidak tahu apakah perasaan, sentimen, pengalaman dan kenangan hiburan kehidupan nyata dapat direplikasi melalui aplikasi metaverse. Ia tidak yakin metaverse dapat menggantikan bagaimana perasaan seseorang ketika benar-benar berada di lokasi tersebut.
Kelima, dalam kehidupan sosial
Meskipun saat ini kita sudah menikmati pengalaman 'melihat' orang lain di belahan bumi lain melalui konferensi video dan acara virtual, Sassi yakin 100% bahwa acara virtual ini, bahkan jika dilakukan di AR/VR/MR, tidak dapat menyamai pengalaman 'dalam kehidupan nyata'.
Baru-baru ini ia berkesempatan menghadiri konferensi langsung setelah rentang panjang isolasi yang disebabkan oleh COVID-19. Ia menyadari tidak ada acara virtual dalam dua tahun terakhir yang dapat menyamai perasaan berbicara dengan orang sungguhan, dalam kehidupan nyata, dan menikmati apa yang ditawarkan dunia nyata.
Keenam, budaya, seni, dan perjalanan
Melalui replika digital, kita dapat menyaksikan dan berpartisipasi dalam kehidupan di masa lalu dalam latar apa pun atau mengalami budaya kontemporer yang mana pun. Ini adalah cara bagus untuk belajar tentang dunia.
Melansir chatnews.id, sebentar lagi Bali akan hadir di metaverse dengan nama BaliTwin. Para pengunjung dapat menjelajahi Bali secara virtual.
Wisatawan bisa merasakan pengalaman berkunjung ke pulau Dewata itu secara digital. Tentu dengan semua kegiatan yang bisa dilakukan di dunia nyata, seperti sekadar ngopi-ngopi hingga berbelanja secara digital. [8]
Saya tidak tahu apakah berada di BaliTwin dapat menyamai pengalaman ketika kita secara fisik hadir di Bali. Namun, Sassi yakin bahwa perasaan ‘dalam kehidupan nyata’ tidak dapat diduplikasi. Ia yakin bahwa inovasi tidak mungkin sepenuhnya menggantikan kedalaman cara kita untuk terhubung dengan budaya, seni, dan perjalanan.
Wasana kata
Metaverse meniadakan batas-batas sosial dan geografis, menjadikan sebuah dunia baru tanpa batas. Di dalamnya kita dapat berinteraksi dan membentuk hubungan dengan orang-orang yang mungkin tidak dapat kita temui secara fisik di dunia nyata.
Meskipun metaverse dapat membawa beberapa manfaat yang jelas di berbagai domain, ada beberapa kekhawatiran dalam menyikapi kehadirannya. Akankah timbul bentuk-bentuk baru manipulasi, penyalahgunaan kekuasaan dan kekerasan, serta pelanggaran hak asasi manusia?
Dibutuhkan peraturan yang kuat agar keberadaannya benar-benar bermanfaat. Juga perlu pandangan ke depan, pemikiran strategis, perencanaan dan keterlibatan yang kuat dari masyarakat global agar teknologi baru ini tidak memperburuk masalah dunia nyata saat ini, seperti konsumsi energi yang berlebihan, meningkatnya eksploitasi manusia dan sumber daya alam, serta degradasi hubungan manusia.Â
Demikianlah 6 alasan metaverse tidak menggantikan kehidupan nyata, semoga bermanfaat.Â
Jakarta, 12 Juli 2022
Siska Dewi
Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H