Delapan kiat sederhana merawat bumi ini terinspirasi dari tulisan Pedro Jiménez, seorang imam dan ahli biologi dari Navarre (Spanyol) yang sejak kecil dipanggil menjadi pencinta lingkungan hidup dan kini menjadi konsultan spiritual bagi Laudato Si’ Movement (1). Sebagian sudah saya lakukan, sebagian lagi merupakan tekad baru.
Laudato Si’ berasal dari bahasa Italia Tengah. Artinya: “Puji Bagi-Mu”.
Laudato Si’ merupakan ensiklik kedua dari Paus Fransiskus dengan subjudul On the care for our common home (dalam kepedulian untuk rumah kita bersama). Menurut KBBI, ensiklik adalah surat edaran atau pesan tertulis dari Paus kepada semua uskup yang sifatnya umum, berisi masalah penting dalam bidang keagamaan atau bidang sosial.
Dalam ensiklik ini Paus mengkritik konsumerisme dan pembangunan yang tak terkendali, menyesalkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pemanasan global, serta mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mengambil “aksi global yang terpadu dan segera” (2).
Hari ini, 22 Mei 2022 adalah hari pertama Pekan Laudato Si’ dengan tema “listening and journeying together (mendengarkan dan berjalan bersama)”. Kardinal Michael Czerny, SJ, yang mensponsori Pekan Laudato Si’, memberi pesan sebagai berikut:
Ketika pembelian bahan bakar fosil mendanai perang dan menghancurkan ciptaan Tuhan, Bapa Suci meminta kita untuk tidak putus asa. Kita harus bersatu, bukan untuk meratapi kehancuran ini tetapi untuk mengambil tindakan segera bersama-sama. Mari kita sebagai satu keluarga Katolik global, berkomitmen pada perdamaian dan kepedulian terhadap ciptaan Tuhan di Pekan Laudato Si’ 2022 (3).
Memaknai Pekan Laudato Si’ yang dimulai pada Hari Keanekaragaman Hayati Internasional ini, saya ingin berbagi komitmen untuk lebih sungguh-sungguh melaksanakan 8 kiat sederhana merawat bumi. Langkah ini kiranya juga sejalan dengan tema Hari Keanekaragaman Hayati Internasional ini, yakni “Building a shared future for all life (membangun masa depan bersama untuk semua kehidupan)”.
Baca juga: 2 Penyebab dan 4 Akibat Degradasi Tanah
Pertama, membeli makanan segar di pasar tradisional
Hidup di kota besar, saya dimanjakan oleh berbagai pusat perbelanjaan yang nyaman. Jika ingin belanja namun malas bepergian, belanja apa pun dapat dilakukan dengan ujung jari.
Sebagai langkah pertobatan, saya mulai membiasakan diri belanja di pasar tradisional yang jaraknya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Selain mengurangi pemakaian bahan bakar dan polusi, saya juga dapat mendukung usaha para pedagang kecil dan menjalani gaya hidup sehat.
Kedua, membeli pakaian hanya yang sungguh diperlukan
Sejak kecil, saya terbiasa membeli pakaian seperlunya saja. Saya juga tidak malu memakai pakaian bekas tante, bahkan kakak ipar.
Pakaian bekas saya yang masih layak pakai, saya kumpulkan dan serahkan ke Seksi Sosial di gereja. Pakaian bekas yang sudah tidak layak pakai, turun pangkat menjadi kain pel di rumah.
Baca juga: Tahukah Anda, Dunia Kini di Ambang Kepunahan Tanah?