Pada tahun 2014, Kiki lulus dari SLB. Melihat kemampuan anaknya yang terbatas, Made memahami bahwa sangat kecil kemungkinan dia akan diterima bekerja.
Made memberanikan diri mendirikan "Rumah Belajar RBK", singkatan dari Rumah Belajar Remaja Berkebutuhan Khusus. Ini adalah komunitas yang bertujuan memberdayakan remaja dengan disabilitas intelektual agar dapat tetap berkegiatan setelah menyelesaikan sekolah di SLB.
Awalnya, ada 5 anak yang terlibat bersama orangtua mereka. Made mensyaratkan orangtua ikut terlibat karena komunitas ini bukan sekolah, pun bukan tempat penitipan anak.
Para orangtua setuju bahkan berinisiatif bergotong royong memberikan iuran bulanan untuk membayar keamanan, kebersihan, dan lain-lain. Made tidak menentukan besaran iuran. Hal itu tergantung kesanggupan dan kerelaan para orangtua.
Mula-mula, para remaja diajari membersihkan rumah. Mereka belajar menyapu, mengepel, mengelap kaca, menyiram tanaman, membuat teh, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Hal itu dilatih setiap hari. Sesuatu yang mungkin belum pernah dilakukan para remaja tersebut di rumah mereka.
Seiring berjalannya waktu, Made mengajari mereka matematika dan bahasa Indonesia pada pagi hari. Mereka juga diajari mengenal uang, hari, bulan, tahun, jam, dan sebagainya.
Setelah istirahat, mereka diajari keterampilan dan tata boga secara bergantian. Proyek pertama adalah membuat gelang Rosario.
Ada teman Made yang mengetahui tentang komunitas ini dan memberi order. Ternyata hasilnya memuaskan. Order pun berlanjut beberapa kali.
Seiring berkembangnya kemampuan para remaja, mereka mencoba membuat kue kering. Made lalu menawarkan kepada teman-temannya.
"Tuhan tidak tidur," kata Made. "Ada teman saya yang order cukup banyak. Awalnya karena kasihan. Kue-kue tersebut dia bagikan kepada banyak orang. Ternyata mereka bilang rasanya enak, jadilah order berdatangan."