Percaya atau tidak, hal yang sama terjadi pada pasangan saya. Saat pasutri yang lain saling menatap mesra dan saling memuji, kami hanya saling tersenyum kikuk dan tidak tahu harus berkata apa.
Adakah yang salah dari respons kami? Saya setuju dengan Littlefield bahwa tidak ada yang salah. Kami hanya sama-sama dibesarkan dalam keluarga yang tidak terbiasa saling memuji secara verbal dan itu membentuk sikap kami hari ini.
Kedua, seberapa banyak pujian di masa kecil Anda?
Jika Anda mendapat nilai A dalam ujian, apakah orangtua senang? Apakah mereka bertanya mengapa Anda tidak mendapat nilai A+? Bagaimana perasaan Anda? Bagaimana hal itu memengaruhi respons Anda saat menerima pujian setelah dewasa?
Saat kecil, saya menuntut diri untuk mencapai prestasi terbaik di sekolah. Itu adalah kewajiban. Ekspresi senang di wajah ibu saat saya berhasil keluar sebagai juara kelas, bagi saya sudah merupakan penghargaan yang luar biasa.
Pujian verbal? Saya merasa senang dan bahagia jika kata-kata itu keluar dari mulut kakek saya. Ketika orang lain yang memuji, saya malah serba salah.
Ketiga, apa aturan tak tertulis tentang pujian di rumah Anda?
Salah satu responden dalam penelitian Littlefield bercerita, “Di rumah saya, jika Anda tidak diberi tahu bahwa Anda melakukan sesuatu yang salah, Anda melakukannya dengan benar. Tapi jangan berharap untuk dipuji.”
Apakah keluarga Anda memiliki aturan tak tertulis seputar pujian ketika Anda tumbuh dewasa? Apa yang dikatakan oleh responden di atas, tidak berbeda jauh dengan pengalaman saya.
Keempat, setelah dewasa, apakah orang-orang di sekitar Anda menggunakan pujian secara tidak autentik?
Adakah orang yang menyanjung Anda tepat sebelum meminta sesuatu? Apakah guru Anda secara teratur memuji satu siswa untuk membuat yang lain cemburu?
Apakah orangtua Anda akan memuji orang di depan mereka, kemudian bergosip tentang orang itu setelah dia pergi? Jika Anda pernah meragukan keaslian pujian orang, ini mungkin alasan mengapa Anda merasa tidak nyaman.