Pertama kali saya menapakkan kaki di dunia kerja pada pertengahan tahun 1983. Sepanjang perjalanan karier lebih dari 38 tahun, saya tidak pernah meminta kenaikan gaji.
Dalam artikel ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang tip nego gaji saat wawancara kerja versi saya dan mengapa setelah diterima bekerja, saya tetap naik gaji meskipun tidak pernah meminta.
Pada pengalaman kerja pertama hingga ketiga, saya menerima tawaran gaji tanpa nego
Saat diterima bekerja di bengkel milik sahabat karib almarhum ayah, saya digaji tujuh puluh lima ribu rupiah per bulan. Saya terima tanpa nego. Luar biasa senang rasanya!
Saya membayangkan saldo tabungan sebesar empat ratus lima puluh ribu rupiah yang akan saya miliki enam bulan kemudian. Saldo yang lebih dari cukup untuk membayar uang kuliah satu semester pada saat itu.
Mengapa saya menabung 100% gaji saya?
Pertama, setiap siang saya makan makanan sehat tanpa perlu membayar. Isteri pemilik bengkel memasak dan meminta asisten rumah tangganya mengantarkan makanan untuk saya.
Kedua, saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya transpor. Paman saya, adik dari ibu, setiap hari mengantar jemput saya karena letak bengkel searah dengan toko obat tempat beliau bekerja.
Ketiga, saat itu ibu saya masih aktif bekerja dan kami menumpang di rumah adik-adik ibu. Saya tidak diminta berkontribusi untuk biaya hidup kami. Ibu sudah sangat senang karena saya bisa membayar uang kuliah dengan hasil kerja sendiri.
Berhenti dari tempat kerja pertama karena bengkel tutup permanen, saya ditawari gaji seratus ribu rupiah per bulan di kantor konsultan pajak milik sahabat paman. Tawaran yang lagi-lagi saya terima tanpa nego.
Untuk menghemat pengeluaran, setiap pagi ibu memasakkan bekal makan siang untuk saya. Selain itu, paman juga masih mengantar jemput saya karena jarak tempat kerja kami yang berdekatan.
Saat itu, saya juga mendapat beasiswa dari kampus untuk satu tahun. Kebiasaan menabung 100% gaji masih berlanjut, kali ini tabungan tersebut utuh karena tidak perlu membayar uang kuliah.
Februari 1986, saya memberanikan diri melamar kerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) milik Pak JY, dosen Sistem Akuntansi I. Bagi saya, inilah awal karier yang sesungguhnya.
Gaji pokok saya naik 75% dari posisi sebelumnya. Seratus tujuh puluh lima ribu rupiah per bulan, dengan skema lembur yang dihitung per jam sesuai aturan ketenagakerjaan.
Saya terima tawaran Pak JY dengan penuh syukur, tanpa nego. Bagaimana mau nego? Dengan paket remunerasi yang ditawarkan itu saja, saya sudah merasa bahwa beliau luar biasa murah hati kepada saya.
Baca juga: Pada Usia 25 Tahun, Saya Melepas Karier yang Sudah Mapan
Empat tahun delapan bulan saya jalani di KAP tempat saya ditempa menjadi seorang profesional. Di sinilah saya menyerap ilmu lewat pengalaman kerja (on the job training) dan pelatihan formal.
Di sini juga saya merasa dihargai sesuai kontribusi yang saya berikan. Kenaikan jabatan, kenaikan gaji, bonus-bonus dadakan, semua diberikan tanpa saya minta. Semua saya terima dengan penuh syukur.
Seperti saya menghormati pasutri pemilik bengkel layaknya orangtua, saya juga menghormati Pak JY layaknya seorang ayah. Saya berusaha memberikan yang terbaik bagi pekerjaan, karena saya ingin melihat ‘ayah’ senang dengan pencapaian saya.
Pada pengalaman kerja keempat, gaji saya turun 50% dari posisi sebelumnya dan inilah hasil nego saya
Singkat cerita, saya memutuskan keluar dari KAP JY karena akan menikah dengan seorang kolega. Saya diterima bekerja di sebuah pabrik kimia yang belum lama berdiri, atas rekomendasi seorang calon kakak ipar.
Posisi saya turun dari Manajer menjadi Supervisor. Gaji saya turun 50% dari gaji terakhir di KAP.
Baca juga: Bos Jempolan Mendidik Saya untuk Taat Pajak
“Saya ingin kamu tahu bahwa posisi “Chief Accountant” hanya langkah awal untukmu. Saya melihat potensi dalam dirimu untuk dikembangkan menjadi seorang “Finance and Accounting Manager” dan mungkin lebih.” kata calon bos saya saat wawancara.
“Terima kasih, Pak. Saya hanya bisa berjanji bahwa saya akan melakukan yang terbaik. Saya tidak keberatan bekerja melampaui uraian tugas bila diperlukan. Namun, saya berharap perusahaan dapat menghargai saya dengan layak sesuai kontribusi yang saya berikan.”
Ya, itulah cara saya bernegosiasi. Saya tidak menyebut berapa angka yang saya harapkan, karena saya percaya rezeki ada di tangan Tuhan. Saya juga percaya bahwa atasan yang bijak mengerti cara menghargai bawahannya.
Tiga belas tahun saya bertahan di perusahaan kimia tersebut, gaji terakhir saya hampir enam kali gaji pertama. Perusahaan tersebut membatasi kenaikan gaji maksimum hingga % tertentu untuk mengendalikan kenaikan biaya tetap. Namun, ketika kinerja perusahaan sedang baik, kami sering mendapat bonus dadakan.
Pertama kali saya menyebut nilai gaji saat wawancara kerja
Keluar dari pabrik kimia, saya sempat menikmati rasanya menjadi ibu rumah tangga selama enam bulan. Pak JY kemudian merekomendasikan saya untuk bekerja di pabrik pakaian dalam wanita milik salah satu klien beliau.
Tugas saya adalah mengevaluasi dan mengembangkan sistem dan prosedur di perusahaan tersebut. Ini mirip dengan peran sebagai konsultan manajemen ketika masih bekerja di KAP.
Saat itu, Kathy, anak ketiga saya, baru masuk SD. Yosy, si bungsu, baru masuk TK. Negosiasi pertama yang saya lakukan adalah hari kerja. Saya hanya menyanggupi untuk bekerja empat hari dalam seminggu.
Baca juga: Internet di Rumah Kami dari Masa ke Masa
Dengan bekerja empat hari dalam seminggu, total hari kerja dalam sebulan adalah enam belas hari. Ketika ditanya mengenai gaji yang diharapkan, saya berikan tarif gaji harian senilai 50% dari harga pasar konsultan manajemen pada saat itu dan saya kalikan jumlah hari kerja dalam sebulan.
Mengingat pada saat itu saya sudah memiliki NPWP dan pelaporan pajak pribadi saya selama itu juga sangat patuh, maka negosiasi berikutnya adalah soal pajak. Saya minta PPh pasal 21 ditanggung oleh perusahaan, disetorkan dan dilaporkan dengan tertib.
Strategi nego berikutnya, bersikap jujur dan terbuka
Satu setengah tahun di pabrik lingerie, saya pindah ke fabrikator boiler. Saya diminta memimpin suatu unit kerja yang terdiri dari Finance & Accounting, Information Technology (IT), Human Resource Development & General Affairs (HRD & GA). Singkat kata, seluruh urusan “dalam negeri” perusahaan.
Dengan jujur saya sampaikan bahwa saya tidak memiliki pengalaman di bidang HRD & GA. Saya juga tidak memiliki kompetensi teknis di bidang IT meskipun saya memiliki pendidikan dan pengalaman di bidang sistem informasi manajemen.
Pimpinan perusahaan meyakinkan saya bahwa mereka ingin mengembangkan ketiga bidang tersebut secara serentak dan yang mereka butuhkan dari saya adalah kepemimpinan. Baiklah, jika begitu, saya perlu didukung oleh seorang spesialis IT dan seorang spesialis HRD&GA.
Permintaan saya dikabulkan. Saya diberi kepercayaan untuk merekrut tim kerja yang saya butuhkan.
Terakhir, soal gaji. Saya sampaikan dengan jujur posisi gaji terakhir di perusahaan sebelumnya. Saya siap memberikan copy SPT 1721-A1 dan slip gaji jika dibutuhkan.
Saya juga menyampaikan ruang lingkup pekerjaan di tempat sebelumnya. Ruang lingkup pekerjaan yang ditawarkan jauh lebih luas, tetapi saya memandangnya sebagai kesempatan mempelajari hal baru.
Saya memahami bahwa perusahaan juga perlu menyediakan anggaran yang tidak sedikit untuk merekrut spesialis IT dan spesialis HRD&GA. Maka, inilah jawaban saya ketika ditanya tentang ekspektasi gaji.
“Saya sudah menjelaskan ruang lingkup kerja dan gaji terakhir saya sebelum ini. Untuk tiga bulan pertama, selama masa percobaan, saya harapkan minimal sama. Setelah menilai kontribusi saya selama periode tersebut, saya harap perusahaan dapat menyesuaikan remunerasi dengan kontribusi yang saya berikan.”
Wasana kata
Saya bekerja selama empat tahun enam bulan di perusahaan tersebut. Sempat menjadi ibu rumah tangga purnawaktu selama enam bulan, akhirnya saya diterima di tempat kerja saat ini dengan ruang lingkup kerja yang sama persis.
“Ini gaji dan ruang lingkup kerja saya di tempat sebelumnya. Harapan saya adalah minimal sama karena ruang lingkup kerja kurang lebih sama. Namun, saya akan sangat menghargai jika perusahaan berkenan memberi lebih.”
Itulah jawaban saya saat ditanya tentang ekspektasi. Syukur kepada Allah, bos saya berkenan memberikan lebih.
Bagi saya, pekerjaan adalah ladang pelayanan, remunerasi adalah anugerah. Saya hanya perlu bersikap jujur dan terbuka.
Tidak melebih-lebihkan jumlah remunerasi yang saya terima dari tempat kerja sebelumnya, bersikap jujur jika belum berpengalaman dalam bidang kerja yang ditawarkan namun tetap terbuka untuk mempelajari hal-hal baru.
Jakarta, 27 Agustus 2021
Siska Dewi
Baca juga: Yang Kudu dan Tabu dalam Negosiasi Gaji
Catatan: Artikel ini ditulis khusus untuk Kompasiana (link artikel asli di sini). Penulis tidak pernah memberi izin platform blog lain untuk ikut menayangkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H