Dokter menyarankan agar saya memasang IUD sekali lagi. Kami sepakat pemasangan IUD dilakukan di tempat praktik dokter BJ agar saya tidak perlu bolak-balik Jakarta-Malaka untuk kontrol.
Kembali dari Malaysia, saya kembali menjalani pemasangan IUD. Pertengahan tahun 2018, IUD kedua dilepas. Saya bersyukur bahwa setelah itu tidak ada lagi gangguan hingga saat ini.
Hikmah yang saya petik dari pengalaman ini
Pertama, tidak apa-apa mencari second opinion
Saat divonis kanker rahim, saya tidak panik. Karena tidak yakin dengan diagnosis dokter pertama, saya mencari opini kedua. Karena opini kedua berbeda dengan opini pertama, saya mencari opini ketiga.
Bagaimanapun, dokter juga manusia. Setiap manusia ada kemungkinan melakukan kesalahan. Jika kita ragu dengan diagnosis seorang dokter, adalah hak pasien untuk mencari second opinion.
Kedua, jangan abaikan pemeriksaan rutin Kesehatan
Di tempat kerja saya, pegawai wajib menjalani medical check-up (MCU) dua tahun sekali. Untuk pegawai yang sering bertugas ke proyek dan pegawai yang sudah berusia 40 tahun ke atas, MCU diwajibkan setahun sekali.
Dengan melakukan MCU, kita dapat mengetahui sejak dini penyakit apa saja yang sudah bersarang atau kemungkinan menyerang tubuh kita. Penyakit yang terdeteksi lebih dini akan lebih mudah diobati.
Ketiga, jaga asupan makanan dan kendalikan berat badan
Berat badan ideal perlu tetap dijaga agar tidak menimbulkan berbagai penyakit metabolik, dan tidak mencetuskan kejadian penyakit yang sudah ada.
Pengendalian berat badan perlu dilakukan dengan benar dan asupan makanan bergizi tetap perlu dijaga. Hal ini untuk meningkatkan daya tahan tubuh kita.
Keempat, usahakan melakukan aktivitas fisik secara teratur
Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan daya tahan tubuh. Latihan dan aktivitas fisik memberikan oksigen dan nutrisi ke jaringan dan membantu sistem kardiovaskular bekerja lebih teratur.
Demikian sekelumit kisah yang saya alami ketika divonis menderita kanker rahim. Semoga bermanfaat.
Referensi: satu