Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

WFD, WFE, WFH, dan WFO di Mata CEO

10 Januari 2021   06:00 Diperbarui: 12 Januari 2021   09:03 6791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ber-WFD di Ubud, Bali (dokpri Mardi Wu)

Kompasiana menjadikan “Work from destination” sebagai topik pilihan setelah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mencetuskan istilah tersebut sebagai konsep wisata untuk para pekerja.

Konsep tersebut mengingatkan saya pada sebuah artikel berjudul “Kamu masuk tim mana: WFH, WFO, WFE?” yang saya baca pada bulan Mei tahun 2020 di blog pribadi Mardi Wu, CEO sebuah perusahaan industri makanan dan minuman sehat.

Jadi, samakah Work from Destination (WFD) dengan Work from Everywhere (WFE)? Apa kelebihan dan kelemahannya dibandingkan Work from Home (WFH) dan Work from Office (WFO)?

Saya mencoba mengelaborasi jawaban pertanyaan di atas melalui obrolan via Whatsapp dengan Mardi Wu. Sebagai pembanding, saya juga mewawancarai Chandra, sahabat saya. Chandra adalah CEO sebuah perusahaan penyedia jasa pengadaan dan penyewaan peralatan industri.

Work from Office (WFO)

Ilustrasi WFO oleh tirachardz/freepik.com
Ilustrasi WFO oleh tirachardz/freepik.com
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat untuk menekan laju penularan Covid-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat kembali diberlakukan di ibu kota selama dua minggu ke depan, 11-25 Januari 2021.

Itulah berita yang saya baca di beberapa media daring tadi pagi. Dalam Keputusan Gubernur Nomor 19 Tahun 2021 dan Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2021 diatur bahwa selama masa PSBB ketat, WFO hanya boleh 25%.

Chandra bercerita bahwa gedung kantornya adalah milik perusahaan. Gedung tersebut dibangun pada saat perusahaan sedang berkembang pesat sekitar 35 tahun yang lalu. 

Bangunan itu dirancang untuk menampung seluruh pegawai yang pada saat itu berjumlah hampir 150 orang. Tidak hanya itu, Chandra masih menambahkan cadangan tempat untuk 50 orang karena mengantisipasi perusahaan masih akan berkembang.

Tahun 2018, Chandra memutuskan untuk menutup salah satu unit usaha yang selama tiga tahun berturut-turut membukukan rapor merah. Bersamaan dengan itu, dia terpaksa memberhentikan 50% pegawai. Unit usaha yang ditutup itu memang termasuk padat karya.

Tahun 2020, terdampak oleh pandemi Covid-19, Chandra terpaksa memberhentikan 50% pegawai yang tersisa. Saat ini, pegawai aktif di perusahaan hanya berjumlah 35 orang atau sekitar 17,5% dari kapasitas gedung.

“Jika aturan WFO 25% dimaksudkan untuk menjaga jarak, bukankah kondisi kami sudah lebih dari memenuhi?” Chandra berargumen mengapa dia tetap memberlakukan WFO di kantornya. 

“Gedung kami dirancang untuk menampung 200 orang. Pegawai kami saat ini hanya berjumlah 35 orang.”

Lebih lanjut Chandra menjelaskan bahwa protokol kesehatan diterapkan dengan sangat ketat di kantornya. “Ada petugas yang mengukur suhu setiap orang yang memasuki lobi. Kami juga menyediakan hand sanitizer di elevator dan di semua meja resepsionis. Ada penanggung jawab ruangan yang memastikan setiap orang mematuhi aturan memakai masker dan menjaga jarak.”

Chandra menjelaskan bahwa sebagai perusahaan yang menyewakan peralatan, sebagian besar pekerjaan tidak dapat dilakukan secara remote. Sebagian besar pegawai juga lebih senang bekerja di kantor karena kondisi di rumah mereka tidak kondusif untuk bekerja.

“Kesehatan pegawai adalah prioritas utama kami. Staff HSE berkeliling setiap hari untuk memberi vitamin kepada setiap pegawai. Dia juga memastikan bahwa vitamin yang diberikan, langsung diminum. Selain itu, kami juga memasang HEPA filter di setiap ruangan yang ber-AC.”

Dilansir klikdokter., HEPA (High Efficiency Particulate Air) adalah jenis filter udara mekanis yang menyaring debu, asap rokok, bulu hewan, dan lainnya yang terdapat dalam udara. HEPA filter mampu menyaring partikel ukuran 0.3 mikron. Sistem kerja HEPA filter adalah menyaring udara dan membersihkannya.

Chandra menambahkan bahwa dia berusaha semaksimal mungkin menerapkan protokol kesehatan di kantor. Dia juga menghimbau pegawai untuk menjaga diri saat berada di rumah.

“Kami meminta kejujuran dari pegawai. Jika ada pegawai yang terindikasi melakukan kontak erat dengan orang yang dinyatakan positif Covid-19, meskipun tanpa gejala, kami minta mereka menjalani PCR test dan tidak masuk kantor hingga mendapat hasil negatif,” pungkasnya.

Work from Home (WFH)

Ilustrasi WFH oleh Arthur Hidden/freepik.com
Ilustrasi WFH oleh Arthur Hidden/freepik.com
Sebagian besar pegawai di kantor Chandra merasa lebih nyaman WFO. Alasan pertama adalah suasana rumah kurang kondusif. Alasan kedua adalah semua dokumen dan data berada di kantor. Mereka merasa lebih nyaman bekerja di kantor dan langsung menyimpan dokumen di tempatnya.

Chandra bercerita bahwa pada pemberlakuan PSBB di awal pandemi, ia sempat memberlakukan WFH terutama untuk pegawai yang menggunakan kendaraan umum. Namun, mereka yang sedang ber-WFH menjadi sangat sulit dihubungi. Tidak jarang pekerjaan menjadi terganggu.

Menurut Mardi, agar WFH efektif, ada tiga persyaratan yang perlu dipenuhi. Pertama, kesiapan infrastruktur seperti sinyal dan ruang kerja yang memadai di rumah. 

Kedua, suasana rumah yang mendukung (anggota keluarga mau mengerti dan memberi waktu agar seseorang dapat bekerja dengan tenang). Ketiga dan yang terpenting, budaya perusahaan harus mendukung.

Mardi menekankan bahwa WFH memerlukan budaya organisasi yang saling percaya antara organisasi dan pegawainya, yang lebih memberdayakan anggota organisasi untuk bisa mengatur dirinya sendiri.

“Tidak semua rumah cocok untuk bekerja terutama jika di rumah ada anak kecil,” Mardi menambahkan. “WFH juga agak kurang sehat karena kurang bergerak dan cepat jenuh, kecuali jika memiliki pekarangan atau ruang terbuka yang sangat luas.”

Work from Destination (WFD)

Dilansir dari situs Kemenparekraf, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo mengatakan fenomena baru work from destination merupakan kelanjutan dari work from home.

Menurut Angela, ini adalah sebuah peluang bagi industri pariwisata untuk menyiapkan konsep work from destination agar orang dapat bekerja dari destinasi wisata dengan aman dan nyaman.

Angela juga mengatakan bahwa dalam sebuah perbincangan dengannya, Asian Development Bank (ADB) mengatakan 80% staf mereka yang ekspatriat kini bekerja di Bali.

Ber-WFD di Ubud, Bali (dokpri Mardi Wu)
Ber-WFD di Ubud, Bali (dokpri Mardi Wu)

“Bali itu asyik banget buat stay sambil kerja,” tulis Mardi. “Coworking space di Bali banyak. Café banyak. Bisa kerja dari pinggir pantai. Villa dan hotel-hotel butik yang bagus juga banyak.”

Selain tempat kerja yang nyaman, Mardi bercerita bahwa di Bali ada banyak komunitas pekerja yang memilih WFD sehingga kesempatan itu dapat digunakan untuk networking juga.

Work from Everywhere (WFE)

Dengan mobilitas yang tinggi, seseorang dapat tetap bekerja sepanjang terhubung dengan internet. Hal ini dikonfirmasi oleh Chandra yang tetap memantau kegiatan perusahaannya jika sedang bepergian, baik itu perjalanan dinas maupun perjalanan liburan.

“Sebagai seorang CEO, saya harus selalu ada pada saat anggota tim membutuhkan saya,” kata Chandra. “Sepanjang ada koneksi internet, mereka dapat menghubungi saya setiap saat.”

Mardi menambahkan bahwa setiap kali mengunjungi suatu tempat baru, ia selalu berusaha berinteraksi dengan penduduk setempat dan mempelajari kearifan lokal daerah tersebut.

Sebagai contoh, ia bercerita bahwa saat berkunjung ke Maroko, ia mendapat ide untuk membuat suatu varian produk baru dari jeruk Maroko. Produk baru tersebut ternyata cukup meledak di pasaran.

Mardi mengatakan tidak semua pekerjaan dapat dilakukan sepenuhnya secara WFD atau WFH. Menurut Mardi, paling ideal adalah kombinasi WFD dengan WFO.

WFO diperlukan supaya tetap ada interaksi dengan tatap muka. Bagaimana pun, bertemu secara fisik lebih memungkinkan untuk terciptanya bounding dengan tim.

WFD dibutuhkan untuk memberi keseimbangan. Saat WFD, Mardi merasa lebih tenang berpikir. Dengan demikian, ia dapat menyusun strategi dan perencanaan dengan lebih baik.

Mardi sangat merekomendasikan Bali untuk WFD karena di sana banyak alternatif tempat, banyak coworking space yang bagus-bagus. Sebagai penutup obrolan kami, Mardi merekomendasikan sebuah tempat lain yang tak kalah asyiknya untuk WFD.

WFE-Bekerja dari atas hammock yang digantung di antara dua bukit di Labengki, Sulawesi Tenggara| Dokumentasi pribadi Mardi Wu
WFE-Bekerja dari atas hammock yang digantung di antara dua bukit di Labengki, Sulawesi Tenggara| Dokumentasi pribadi Mardi Wu

“Semoga suatu hari nanti, WFE yang selama ini saya nikmati bukan lagi suatu kemewahan, tetapi menjadi suatu anugerah yang dapat dinikmati lebih banyak orang. Buat yang senang travelling, coba bayangkan Anda bekerja dari depan laptop di tengah suara ombak yang pecah di pantai, berpindah dari satu pantai ke pantai yang lain sepanjang tahun.  Atau mau bekerja dari hammock yang bergelantungan di ketinggian di antara dua bukit ini?” pungkas Mardi menutup obrolan kami.


Jakarta, 09 Januari 2021

Siska Dewi

Referensi: satu, dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun