Menurut Mardi, agar WFH efektif, ada tiga persyaratan yang perlu dipenuhi. Pertama, kesiapan infrastruktur seperti sinyal dan ruang kerja yang memadai di rumah.
Kedua, suasana rumah yang mendukung (anggota keluarga mau mengerti dan memberi waktu agar seseorang dapat bekerja dengan tenang). Ketiga dan yang terpenting, budaya perusahaan harus mendukung.
Mardi menekankan bahwa WFH memerlukan budaya organisasi yang saling percaya antara organisasi dan pegawainya, yang lebih memberdayakan anggota organisasi untuk bisa mengatur dirinya sendiri.
“Tidak semua rumah cocok untuk bekerja terutama jika di rumah ada anak kecil,” Mardi menambahkan. “WFH juga agak kurang sehat karena kurang bergerak dan cepat jenuh, kecuali jika memiliki pekarangan atau ruang terbuka yang sangat luas.”
Work from Destination (WFD)
Dilansir dari situs Kemenparekraf, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo mengatakan fenomena baru work from destination merupakan kelanjutan dari work from home.
Menurut Angela, ini adalah sebuah peluang bagi industri pariwisata untuk menyiapkan konsep work from destination agar orang dapat bekerja dari destinasi wisata dengan aman dan nyaman.
Angela juga mengatakan bahwa dalam sebuah perbincangan dengannya, Asian Development Bank (ADB) mengatakan 80% staf mereka yang ekspatriat kini bekerja di Bali.
“Bali itu asyik banget buat stay sambil kerja,” tulis Mardi. “Coworking space di Bali banyak. Café banyak. Bisa kerja dari pinggir pantai. Villa dan hotel-hotel butik yang bagus juga banyak.”
Selain tempat kerja yang nyaman, Mardi bercerita bahwa di Bali ada banyak komunitas pekerja yang memilih WFD sehingga kesempatan itu dapat digunakan untuk networking juga.
Work from Everywhere (WFE)
Dengan mobilitas yang tinggi, seseorang dapat tetap bekerja sepanjang terhubung dengan internet. Hal ini dikonfirmasi oleh Chandra yang tetap memantau kegiatan perusahaannya jika sedang bepergian, baik itu perjalanan dinas maupun perjalanan liburan.