Dengan kebiasaan menabung, nasabah dan bank sama-sama mendapat untung. Nasabah mendapat bunga dari tabungan, bank mendapat dana untuk disalurkan kepada nasabah lain yang membutuhkan kredit. Dengan menyalurkan dana dari nasabah tabungan kepada nasabah yang memerlukan kredit, bank menjalankan fungsi intermediasi perbankan, tentunya dengan tetap memperhatikan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) agar makroprudensial tetap aman terjaga.
Memperkenalkan Anak Pada Produk Asuransi
1. Asuransi Pendidikan
Hadiah yang saya berikan kepada setiap anak pada ulang tahun pertama adalah asuransi beasiswa. Saya memilih produk asuransi dengan masa pembayaran premi tahunan selama 5 (lima) tahun.
Pertimbangan saya sederhana saja. Saya tidak tahu kapan saya meninggal, namun saya ingin, jika hal itu terjadi, dana pendidikan anak-anak tetap terjaga. Karena itu, saya memilih produk asuransi beasiswa yang memberi proteksi berupa manfaat bebas bayar premi jika saya meninggal sebelum masa pembayaran premi berakhir.
Pada tahun 1998, ketika terjadi krisis moneter dan nilai Rupiah merosot dari Rp 2.380 per USD pada Juni 1997 menjadi Rp 14.150 per USD pada Juli 1998, saya dan suami dihadapkan pada dilema apakah asuransi akan dicairkan atau diteruskan. Pada saat itu, polis asuransi untuk kedua anak kami sudah berjalan 4 tahun dan 3 tahun. Masih ada satu kali pembayaran premi untuk polis si sulung dan dua kali pembayaran untuk polis adiknya. Dan saya sedang hamil anak ketiga.
Namun, kami bersyukur bahwa kami tidak mengalami pemutusan hubungan kerja. Ibarat perahu yang sedang berlayar di tengah badai, para pemimpin di perusahaan-perusahaan tempat kami bekerja mampu mendayung dengan baik dan menjaga perahu tetap bertahan dan bergerak maju meskipun perlahan.
Belajar dari para atasan kami, saya dan suami mendiskusikan cara agar bahtera rumah tangga kami pun mampu bertahan menghadapi badai. Kami menginventarisasi seluruh tabungan dan menyisihkan sebagian untuk biaya kelahiran anak ketiga. Untuk biaya hidup sehari-hari, kami berusaha menekan anggaran agar dapat dipenuhi dari penghasilan rutin.
Pembayaran premi asuransi si sulung dan adiknya kami tempatkan pada prioritas ketiga. Godaan untuk menghentikannya segera kami singkirkan mengingat asuransi adalah perencanaan keuangan jangka panjang yang kami siapkan secara matang untuk biaya pendidikan anak di masa depan. Kami memutuskan untuk tetap membayar premi asuransi dengan menggunakan sisa tabungan yang ada.
Karena sebagian besar dana tabungan sudah digunakan untuk membiayai kelahiran anak ketiga dan membayar premi asuransi, kami berusaha menekan pengeluaran rutin. Hal-hal yang bersifat optional kami coret dari rencana pengeluaran. Fokus kami adalah menabung lagi untuk premi asuransi anak kedua yang masih harus kami bayar di tahun berikutnya.
Syukur kepada Allah, saya dan suami diberkati dengan kesehatan dan pekerjaan sehingga kami dapat menyelesaikan kewajiban pembayaran premi asuransi dan menerima hasilnya pada saat jatuh tempo polis. Ketika si sulung dan adiknya mencapai usia 24 tahun, kami memberikan seluruh hasil pencairan asuransi untuk mereka kelola sendiri.
2. Asuransi Kesehatan dan BPJS Kesehatan
Perusahaan tempat saya bekerja menyediakan asuransi rawat inap untuk pegawai, pasangan dan 2 orang anak yang belum berusia 21 tahun. Untuk pegawai yang memiliki anak lebih dari 2 orang, perusahaan memberi fleksibilitas mengikutsertakan anak yang preminya tidak ditanggung oleh perusahaan, dengan biaya sendiri. Saya merasakan manfaat dari asuransi kesehatan ketika salah seorang dirawat di rumah sakit untuk operasi usus buntu, juga ketika suami dirawat di rumah sakit karena masalah jantung.
Selain asuransi rawat inap, kami juga didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan. Perusahaan patuh membayar iuran, mendukung BPJS Kesehatan menjaga kesinambungan finansial program jaminan kesehatan. Mengingat mulianya visi BPJS Kesehatan dan dampaknya terhadap keamanan makroprudensial Indonesia, ketika anak sudah berusia 21 tahun dan mulai merintis usaha sendiri, saya dan suami menghimbau mereka untuk menjadi peserta mandiri BPJS Kesehatan.
Saham, Obligasi atau Reksadana?
Jika Anda mempunyai tabungan yang berlebih dan ingin memiliki investasi yang memberi hasil yang lebih tinggi dari deposito, tiga alternatif ini dapat menjadi pilihan.
1. Saham
Saham adalah hak kepemilikan atas suatu perusahaan. Keuntungan investasi saham adalah deviden dan capital gain. Deviden adalah pembagian laba perusahaan kepada para pemegang sahamnya. Sedangkan capital gain adalah keuntungan yang kita peroleh ketika kita menjual saham yang kita miliki dengan harga yang lebih tinggi daripada harga saat kita membelinya.
Namun demikian, kita perlu hati-hati menganalisis kesehatan suatu perusahaan sebelum memutuskan untuk membeli sahamnya. Bagaimanapun, istilah high return high risk berlaku di sini. Ketika kita menginginkan hasil yang tinggi, kita juga harus siap menghadapi risiko yang tinggi pula.
2. Obligasi
Dilihat dari penerbitnya, obligasi terbagi atas obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.
Dengan menerbitkan obligasi, pemerintah memperoleh pembiayaan untuk investasi jangka panjang dengan sumber dana yang diperoleh dari masyarakat. Contoh obligasi pemerintah adalah Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) dan Savings Bond Ritel (SBR). ORI dan SBR adalah Surat Utang Negara (SUN). Selain SUN, pemerintah juga menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) berupa Sukuk Ritel (SR) dan Sukuk Tabungan (ST).
Beberapa korporasi (perusahaan besar dan BUMN) juga menerbitkan obligasi untuk menghimpun dana dari masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai investasi mereka. Dengan membeli obligasi, kita memberi pinjaman kepada pemerintah dan atau korporasi, dan mendapatkan kupon sebagai imbal hasil.
Obligasi dapat dijual di pasar sekunder jika sewaktu-waktu kita membutuhkan dana. Jika harga jual di atas harga beli, kita akan mendapatkan keuntungan. Namun, juga ada risiko kerugian jika nilai obligasi tersebut turun di bawah harga beli.