Mohon tunggu...
Anna Fawzia Rahmawati
Anna Fawzia Rahmawati Mohon Tunggu... Guru - Guru Rawa

Saya hanyalah seorang guru yang ingin terus belajar agar dapat mendidik para pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

13 Agustus 2024   19:42 Diperbarui: 13 Agustus 2024   19:42 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Assalamualaikum. 

Salam sejahtera Bapak/Ibu Guru Hebat di seluruh Indonesia.

Salam Guru Penggerak.

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan.

Perkenalkan nama saya Anna Fawzia Rahmawati, S.Pd. Saya adalah seorang guru yang mengabdikan diri di SMP Negeri 3 Danau Panggang. Sebuah sekolah yang terletak di daerah khusus berdasarkan Keputusan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No 160/P/2021 tentang sekolah berdasarkan kondisi geografis. Kondisi Geografis tempat saya mengabdi berada di hamparan luas rawa yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Sekolah yang berada di atas rawa dengan sarana transportasi air tidak menghalangi cita-cita luhur pendidikan di Indonesia untuk mencerdaskan generasi bangsa.

Sebagai seorang guru rawa yang bertugas menjadi seorang pemimpin pembelajaran tentu saja sudah seharusnya kita melevel up kompetensi kita melalui berbagai peningkatan kompetensi, salah satunya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak. Dengan berpegang pada semboyan Guru Penggerak, yaitu Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan, saya mencoba untuk menjadi pribadi yang lebih siap mencerdaskan anak bangsa dimulai dari diri saya sendiri dan dimulai saat ini juga. Sebagai pemimpin pembelajaran seringkali kita dihadapkan pada berbagai permasalahan yang membuat kita harus memasang badan untuk mengambil sebuah keputusan. Seringkali, dalam mengambil keputusan dipenuhi rasa dilema. Apalagi bila kasus yang terjadi merupakan kasus dilema etika.

 Dengan dibimbing dan didampingi oleh Ibu Fasilitator Hebat, Ibu Amalia Jaina dan Ibu Pengajar Praktik Hebat, Ibu Nikmatul Husna. Saya ingin berbagi sebuah informasi yang dapat berguna bagi seorang pemimpin di sekolah. Baik Pemimpin Sekolah maupun Pemimpin Pembelajaran.  Berikut ini Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai kebajikan Sebagai Pemimpin.

 Marilah kita memulai materi ini dengan mencermati sebuah kalimat yang tercetus dari Bob Talbert.

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best). Bob Talbert

Kutipan Bob Talbert mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” menggarisbawahi pentingnya mengarahkan pendidikan tidak hanya pada aspek teknis seperti keterampilan menghitung, tetapi juga pada pemahaman nilai-nilai dan prinsip kebajikan universal yang lebih dalam. Ketika menjadi seorang guru, mengajarkan murid penguasaan akademik memang baik. Akan tetapi, mengajarkan murid tentang nilai-nilai kebajikan yang ada di sekitarnya yang harus dijunjung adalah hal yang terbaik. Seseorang yang dapat mengetahui apa saja nilai-nilai kebajikan dalam hidupnya, akan lebih bisa membawa diri dalam setiap langkah kakinya. Pada akhirnya akan dapat membuat sebuah keputusan yang baik berlandaskan nilai-nilai kebajikan.Pada modul 3.1 ini kita belajar bagaimana mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin pembelajaran, pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal sangat dibutuhkan oleh seorang guru atau kepala sekolah.

Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

Nilai-nilai atau prinsip yang kita anuta dapat membawa dampak bagi lingkungan. Terdapat 3 prinsip dalam pengambilan keputusan, yaitu berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peduli, dan berpikir berbasis peraturan. Ketiga prinsip tersebut dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi ketika terjadi sebuah dilema etika. Prinsip yang digunakan haruslah berfokus pada murid, mengandung nilai kebajikan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Setiap keputusan yang berlandaskan nilai dan prinsip tentu saja berdampak terhadap lingkungan karena hasilnya akan dilaksanakan oleh seluruh pihak yang terlibat.

Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran kita dapat berkontribusi pada proses pembelaharan murid. Dapat digarisbawahi pada kata pemimpin. Sebagai pemimpin, maka memiliki tugas untuk membuat kuputusan. Keputusan membawa ke arah mana pembelajaran yang dilakukan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi ketika di dalam kelas. Setiap keputusan tentu saja harus berdasarkan tiga hal, berpihak pada murid, bersumber niali-nilai kebajikan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis”
(Georg Wilhelm Friedrich Hegel)

Dari kutipan diatas, Pendidikan merupakan sebuah proses pembentukan moral dan karakter sesorang menjadi seseorang yang bermoral dan berkarakter baik sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Seseorang yang berperilaku etis akan mengetahui norma, hukum, dan aturan yang ada di sekitarnya dan berusaha untuk tidak melanggarnya. Pendidikan adalah sarana untuk memperkenalkan, membentuk, dan menguatkan karakter dan moral anak agar sesuai etika sehingga berperilaku etis.

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan Indonesia. Filosofinya, yang terkenal adalah "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani," semboyan tersebut menekankan pada:

Ing Ngarsa Sung Tuladha

Seorang pemimpin harus memberi contoh yang baik.

Ing Madya Mangun Karsa

Seorang pemimpin harus bisa memotivasi dan menginspirasi di tengah-tengah kelompoknya.

Tut Wuri Handayani

Seorang pemimpin harus memberikan dorongan dan dukungan.

Dalam konteks pengambilan keputusan sebagai pemimpin, filosofi ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus mampu memimpin dengan memberikan contoh yang baik, mendorong kreativitas dan partisipasi, serta memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan untuk memungkinkan anggota kelompoknya mengoptimalkan potensi dalam dirinya.

Sedangkan Pratap Triloka adalah pemikiran tentang keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Dalam konteks pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin, filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka dapat saling melengkapi:

  Keseimbangan dan Harmoni

 Pratap Triloka mengajarkan pentingnya keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan dan pemahaman mendalam.

  Contoh dan Inspirasi

 Filosofi Ki Hajar Dewantara menggarisbawahi pentingnya memberi contoh dan inspirasi. Pemimpin yang memahami filosofi ini akan tahu bahwa keputusan mereka harus mencerminkan nilai-nilai yang ingin mereka tanamkan dan bahwa keputusan tersebut harus menginspirasi orang lain untuk berperilaku dan bekerja dengan cara yang diharapkan.

  Dukungan dan Dorongan

Seperti prinsip Tut Wuri Handayani, seorang pemimpin yang baik harus memberikan dukungan dan dorongan, memungkinkan orang lain untuk berkembang dan berkontribusi secara efektif.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita akan menentukan cara pandang terhadap situasi yang dihadapi hingga keputusan yang diambil. Dalam pengambilan keputusan, kita harus berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal, dan tentu berpengaruh pada 3 prinsip yang dapat diambil yakni Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Misalnya, guru yang memiliki empati yang tinggi, rasa kasih sayang dan kepedulian cenderung akan memilih prinsip Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan guru yang memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking). Dan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial yang tinggi cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching adalah keterampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Coaching bertujuan untuk membantu individu atau kelompok dalam proses pengambilan keputusan dengan cara yang lebih terstruktur dan reflektif. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

Alur TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Alur ini menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk mengoptimalkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Alur TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

Goal (Tujuan)

Coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality (Hal-hal yang nyata)

 Proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

Options (Pilihan)

Coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju) 

komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA akronim dari :

T : Tujuan

I : Identifikasi

R : Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Pengelolaan dan kesadaran aspek sosial-emosional memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan, terutama ketika menghadapi dilema etika. Guru yang mampu mengelola emosi mereka (kesadaran diri), manajemen diri, kesadaran sosial dengan rasa empati yang tinggi terhadap orang lain, tetap menjaga hubungan komunikasi baik dengan orang yang terlibat dan tetap konsisten dengan nilai-nilai etika mereka, akan membuat keputusan yang bertanggung jawab, lebih adil, rasional, dan berdampak positif bagi lingkungan pendidikan.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang fokus pada dilema etika danbujukan moral sangat bergantung pada nilai-nilai yang dianut pendidik. Sehingga pendidik atau guru harus memiliki nilai-nilai kebajikan universal, seperti: kebenaran, keadilan, kejujuran, integritas, tanggung jawab, empati, kemanusiaan dsb. Dengan merujuk pada nilai-nilai kebajikan universal dan profesional, pendidik dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya adil dan etis tetapi juga konsisten dengan prinsip-prinsip yang mereka anggap penting. Pendekatan berbasis nilai ini membantu dalam membuat keputusan yang lebih informatif, reflektif, dan bertanggung jawab, sambil memastikan bahwa keputusan tersebut mendukung kesejahteraan semua pihak yang terlibat.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Keputusan yang tepat memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Dengan memastikan keadilan, membangun kepercayaan, meningkatkan kesejahteraan, dan mendukung partisipasi serta keterlibatan, keputusan yang bijaksana dan etis dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas dan atmosfer lingkungan, baik di tempat kerja, sekolah, maupun dalam komunitas.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan dalam pengambilan keputusan terkait dilema etika sering kali terkait dengan konflik nilai, tekanan eksternal, keterbatasan informasi, kompleksitas situasi, perbedaan perspektif, dan kepatuhan terhadap regulasi. Empat paradigma dilema etika yang sering berkaitan dengan lingkungan sekolah adalah:

Individu lawan kelompok (individual vs community)

Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Menyadari dan mengatasi tantangan ini secara proaktif dapat membantu kita dan sekolah membuat keputusan yang lebih baik dan lebih etis dalam lingkungan yang terus berubah.

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan dalam pengajaran mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemerdekaan murid dalam proses pembelajaran. Seorang guru atau pendidik harus memahami kebutuhan dan potensi murid, menetapkan tujuan pembelajaran yang relevan, menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan pendekatan sosial emosional. Pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar murid. Memilih metode pengajaran yang tepat untuk berbagai potensi murid dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung pembelajaran. Dengan keputusan yang baik, pendidik dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang memberdayakan murid untuk mencapai potensi optimal mereka.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran mempengaruhi berbagai aspek pengalaman pendidikan murid. Keputusan yang bijaksana dan berorientasi pada kebutuhan murid dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, adil, dan berkualitas tinggi, yang pada gilirannya mempersiapkan murid untuk masa depan yang sukses. Dengan memprioritaskan perkembangan holistik, keterlibatan keluarga, dan perbaikan berkelanjutan, pemimpin pembelajaran dapat memberikan dampak positif yang mendalam pada kehidupan dan masa depan murid-murid mereka.

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Secara keseluruhan, modul 3.1 ini menggarisbawahi hubungan erat antara pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin dengan materi pada modul-modul sebelumnya. Prinsip dan paradigma dilema etika dalam pengambilan keputusan hendaknya harus berdasarkan dengan nilai-nilai kebajikan universal, bertanggung jawab dan berpihak kepada murid. Semua dasar pengambilan keputusan tersebut terdapat dalam modul sebelumnya, yaitu filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, dan budaya positif. Seorang guru harus memenuhi kebutuhan belajar muridnya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Keterkaitan antara modul-modul ini menunjukkan bahwa keputusan yang bijaksana dan berbasis nilai-nilai kebajikan universal mempengaruhi kualitas pembelajaran dan hasil pendidikan murid secara menyeluruh. Integrasi aspek-aspek ini dalam praktik sehari-hari mendukung pembelajaran yang memberdayakan murid dan mempersiapkan mereka untuk masa depan dengan lebih baik.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dilema etika (benar vs benar) adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sementara itu, bujukan moral (benar vs salah) yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan salah.

Empat paradigma pengambilan keputusan

Individu lawan kelompok (individual vs community)

Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

 

Setelah itu juga terdapat tiga prinsip  dalam pengambilan keputusan, yaitu:

Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Sembilan langkah pengambilan keputusan

Mengenali nilai yang bertentangan

Menentukan pihak yang terlibat

Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi

Pengujian benar atau salah

Pengujian paradigma benar lawan benar

Melakukan prinsip resolusi

Investigasi opsi trilema

Buat keputusan

Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Hal-hal di luar dugaan saya adalah dalam mengambil keputusan sebagai guru atau pendidik kita diharuskan untuk memahami lebih dalam tentang masalah atau kasus dari perspektif yang berbeda. Karena dalam dilema etika terdapat nilai-nilai yang sama-sama benar tetapi saling bertentangan, dan dalam kasus bujukan moral terdapat nilai benar vs salah.

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum ini saya pernah menghadapi situasi dilema moral. Dilema moral melibatkan dua hal yang sama-sama benar yang sulit untuk diputuskan. Saya mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran di kelas secara langsung tanpa memperhatikan langkah-langkah yang harusnya saya lakukan seperti yang tercantu dalam 9 langkah pengambilan keputusan. Akibatnya, terkadang keputusan tersebut menimbulkan kritik dan saya bingung ketikan seseorang mempertanyakan pertanggung jawaban atas kasus yang saya ambil keputusannya.

Bedanya setelah saya mempelajari modul 3.1 adalah saya menjadi tahu acuan dan langkah yang harus saya lakukan nantinya ketian menghadapi suatu kasus yang terangkum dalam 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan. Seluruh komponen tersebut harus diperhatikan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak yang saya dapatkan setelah mempelajari modul 3.1 ini adalah pengambilan keputusan dalam kasus dilema etika dan bujukan moral lebih bijaksana dan reflektif, dengan pertimbangan yang mendalam tentang etika, prinsip, dan proses pengambilan keputusan. Adanya peningkatan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi keputusan dengan cara yang lebih kritis dan sistematis. Kemudian dalam konteks kepemimpinan atau manajemen, pemahaman ini membantu saya dalam membuat keputusan yang lebih adil, bijaksana, efektif dan bertanggung jawab sehingga meminimalisir dampak negatif yang dapat merugikan orang lain akibat keputusan yang sudah saya buat.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Menurut saya modul 3.1 ini sangat penting karena memberikan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan yang adil, bijaksana, etis, efektif, dan bertanggung jawab baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin. Sebagai individu, topik modul 3.1 ini membantu saya dalam membuat keputusan yang lebih bijaksana dan konsisten dengan nilai-nilai kebajikan universal yang saya yakini. Sebagai pemimpin, topik modul 3.1 ini meningkatkan kemampuan saya untuk memimpin dengan adil dan efektif, serta dapat meciptakan lingkungan kerja yang positif. Keterampilan dan pemahaman yang diperoleh dari modul ini tidak hanya meningkatkan kualitas pengambilan keputusan tetapi juga memperkuat integritas dan kredibilitas saya sebagai pendidik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun