Mohon tunggu...
Akhmad NurMuzakki
Akhmad NurMuzakki Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Tingkatkan Komisi, Langkah Jitu Regenerasi Petani

19 Mei 2019   15:32 Diperbarui: 19 Mei 2019   15:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Tenaga Kerja Subsektor Tanaman Pangan per Agustus 2013 (Sumber: Buletin APBN)

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya NTP adalah tingginya biaya logistik. Rata-rata biaya logistik nasional mencapai 17 persen dari biaya produksi di tahun 2017. Angka itu tergolong paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8 persen, Singapura (6 persen), dan Filipina (7 persen) dari total biaya produksi. Angka itu juga berarti rata-rata biaya logistik sekitar 27 persen dari Produk Domestik Bruto. Pemerintah merencanakan turun menjadi 16 persen pada tahun 2019 sehingga bisa menghemat lebih dari USD70- 80 milyar per tahun untuk rumah tangga, perusahaan, dan negara (Nasution, 2017).

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya NTP yaitu panjangnya rantai distribusi. Direktur Jendral Hortikultura, Spudnik Sujono, memberi penjelasan mengenai hal ini. Biasanya petani akan menjual bahan pangan ke pengepul tingkat kecil, kemudian berlanjut ke pengepul besar di tingkat kecamatan, pengepul tingkat kabupaten, baru pedagang besar yang nantinya akan mengatur suplai ke daerah lain karena hanya pedagang besar yang mempunyai modal untuk melakukan distribusi itu. Suplai bahan pangan dari pedagang besar pun tidak langsung ke konsumen, melainkan ke pedagang lagi (Detik.com., 2017).

Masalah-masalah di atas tentu menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang harus segera diatasi. Satu hal terpenting yang harus diselesaikan adalah menemukan cara meregenerasi sektor pertanian Indonesia. Lalu, langkah apa yang perlu dilakukan agar sektor pertanian kembali dilirik masyarakat? Hanya satu, naikkan pendapatan petani. Adapun upaya yang bisa dilakukan sebagai berikut.

Bangun infrastruktur 

The Global Competitiveness Report 2015-2016 menyatakan bahwa kualitas infrastruktur transportasi Indonesia lebih buruk dibanding Malaysia, Thailand, dan Singapure, terutama pada kualitas jalan, jalur udara, dan pelabuhan. Berdasarkan data Kadin Indonesia, kerusakan jalur logistik membuat total kerugian yang diderita pengusaha mencapai Rp 300 miliar per hari. Bahkan Kadin mensinyalir 40 persen dari jalur logistik nasional telah rusak. Pemerintah memang selalu melakukan perbaikan jalur logistik tiap tahunnya. Namun, jalur yang dibangun kurang berkualitas sehingga mudah rusak. Selain itu, perlu tindak tegas pada truk-truk dan angkutan lain yang membawa muatan melebihi kapasitas yang telah ditentukan karena mempercepat rusaknya jalan.

           

Potong rantai distribusi

Seperti yang sudah disebutkan, rantai distribusi bahan pangan dinilai terlalu panjang. Hal itu juga berlaku pada pendistribusian hasil tani. Petani Indonesia belum mampu berpikir panjang untuk meningkatkan pendapatan. Rumah tangga tani hanya mengikuti ajaran lama menjual hasilnya ke pengepul. Padahal mengacu hasil survei BPS tahun 2015, sebaran beras paling banyak ada di tangan rumah tangga (47,57%), diikuti Bulog (19,305), pedagang (18,32%), penggilingan (8,22%), dan Horeka (6,59%). Tentu akan sangat menguntungkan jika pemerintah mampu mewadahi 47,57% beras yang ada pada rumah tangga tani. Selain menambah suplai beras untuk pasokan ekspor, juga dapat dijadikan solusi memotong panjangnya rantai distribusi. Dan secara otomatis Nilai Tukar Petani signifikan mengalami kenaikan.

Modernisasi Gabungan Kelompok Tani skala besar 

Dari total jumlah petani sebanyak 35.875.389 di tahun 2018, hanya terdapat 587.464 orang yang tergabung dalam Kelompok Tani dan 63.392 orang dalam Gabungan Kelompok Tani. Hal inilah yang menjadi penyebab sulitnya pemerintah mewadahi hasil pertanian. Mengatasi problematika ini, hadirnya internet bisa dijadikan solusi. Ojek yang semula mulai kurang laku kembali menjadi mata pencaharian setelah hadirnya Go-Jek. Lalu, kenapa pertanian tidak bisa? Akses internet memudahkan komunikasi pemerintah dengan petani. Pemerintah akan lebih mudah menjaring komunitas untuk menampung hasil pertanian rakyat.

Spekulasi masyarakat mengatakan mutu beras lokal kurang berkualitas. Padahal, sebenarnya tidak jauh berbeda dari beras yang memiliki merek. Beda cerita apabila pemerintah mampu membentuk kelompok tani skala besar, kemudian menyatukan hasil pertanian, mengklasifikasi kelas beras, memberi brand agar dikenal masyarakat, dan mendistribusikannya di pasaran. Hal ini tentu harus diimbangi penyuluhan dan pembibingan kepada petani lokal agar kualitas semakin baik sehingga mampu bersaing di pasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun