Mohon tunggu...
Anmita Intan Fatimah
Anmita Intan Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPNYK

Love for Life, Dreams for Life, Good things for Good Life

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertimbangan Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan China dan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya dengan Jepang

2 Oktober 2022   22:26 Diperbarui: 2 Oktober 2022   22:41 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

China dan Jepang merupakan negara yang memiliki banyak pengaruh ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Selain letaknya yang sama-sama di kawasan Asia Pasifik, China dan Jepang merupakan negara dengan perekonomian yang paling besar di dunia setelah Amerika Serikat. 

Data terbaru dari IMF April tahun 2022, Amerika Serikat memiliki GDP sebesar 25,35 ribu miliar dollar AS, China 19.91 ribu miliar dolar AS, Jepang 4,91 ribu miliar dolar AS dan Indonesia sebesar 1,29 ribu miliar dolar AS. China dan Jepang memiliki strategi dari pemerintah dalam kebijakan luar negeri masing-masing dalam mengembangkan kerja samanya dengan negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.

 Indonesia adalah negara sentral di kawasan Asia  Pasifik mendapatkan perhatian lebih dari kedua negara tersebut untuk membuka kerja sama di bidang teknologi dan pembangunan wilayah.

Alasan Pemerintah Indonesia memilih China dalam Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung

China membentuk "One Belt, One Road" atau kita kenal dengan BRI dengan tujuan untuk memainkan lebih banyak perannya dan menjaga keseimbangan di kawasan . Indonesia sebagai negara tujuan China, memiliki kebijakan luar negeri sendiri dalam menyikapi inisitif China yang menawarkan bantuan luar negerinya. 

Secara resmi Indonesia menawarkan kerja sama dengan Cina. Perpres No.3/2016 merupakan dasar bagi Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah Indonesia untuk membentuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada 16 Oktober 2016 atas kerja sama dari PT Cepat Indonesia China (KCIC) atas gabungan dari konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd (bisnis di sektor transportasi publik dengan skema bussines to bussines "B2B").

Pemerintah Indonesia memiliki beberapa alasan mengapa ia akhirnya memilih China untuk mengembangkan proyeknya. Yang pertama, sebagai upaya Indonesia untuk menjaga kerja sama yang lebih luas di antara keduanya.

Pada Maret 2012, kedua negara menyepakati pernyataan bersama antara Republik Rakyat China dan Republik Indonesia dalam Program Pengembangan Lima Tahun China Indonesia untuk Kerjasama Bidang Perdagangan dan Ekonomi 2013-2017.

Yang kedua, Indonesia mengalami permasalahan ketersediaan dana untuk melakukan pembangunan.  Kemenkeu RI megungkapkan bahwa dana yang dimiliki tidak cukup untuk membangun proyek ini. Bappenas mengatakan bahwa APBN hanya dapat menyumbang sebesar Rp1.000 triliun, APBD Rp500 triliun, BUMN & swasta Rp210 triliun, perbankan Rp500 triliun, dana pensiun & asuransi Rp60 triliun dan lembaga pembiayaan infrastruktur Rp500 triliun. 

Sedangkan dari Rencana Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dibutuhkan sekitar Rp6.780 triliun untuk mendanai insfrastruktur, maka dana yang masih harus dicari  sebesar Rp4.000 triliun untuk memenuhi target. 

Maka, disinilah Indonesia mengundang China untuk melakukan investasi ini. China berjanji sanggup membiayai pembangunan proyek tersebut walau tanpa APBN. Jepang tidak bisa menjanjikan hal yang serupa. Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan Kerjasama Pemerintah Swasta. China berinvestasi kurang lebih sebesar 5,573 miliar dolar AS. Pemerintah Indonesia tidak bisa menambah pengeluaran APBN lebih banyak dikarenakan banyaknya pembangunan infrastruktur di Indonesia.

 Alasan Pemerintah Indonesia memilih Jepang dalam Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya

Jepang dan Indonesia memiliki hubungan sebagai mitra strategis. Pertama kali Indonesia dan Jepang melakukan kerja sama di tahun 1953, dengan pemberian bantuan ODA dari Jepang untuk pembangunan di Indonesia. Pemerintah Indonesia langsung meminta Jepang untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya dari awal. 

Proyek ini, telah dirancang pada tahun 2011 dalam proyek strategis nasional pada Perpres 3 Tahun 2016 oleh Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas). Berbeda dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Pemerintah saat itu memberikan tawaran resmi terhadap China, sedangkan proyek di Jakarta-Surabaya pemerintah Indonesia langsung meminta Jepang untuk mau bekerja sama.

Pemerintah Indonesia memiliki beberapa pertimbangan atas penunjukan langsung Jepang sebagai mitra untuk bekerja sama dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Yang pertama, Indonesia dan Jepang telah melakukan kesepakatan pada 20 Agustus 2007 mengenai kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

Sejak saat itu berbagai investasi dan kerja sama terus dilakukan antara Indonesia dan Jepang hingga Jepang  menjadi investor kedua terbesar di Indonesia dalam  kurun waktu 2013-2019. Dengan demikian, Jepang telah membuktikan komitmennya yang sungguh-sungguh dalam melakukan kerja sama ekonomi dan pembangunan di Indonesia. 

Indonesia juga perlu menjaga hubungan baik dengan Jepang demi kepentingan-kepentingan masa depan. Yang kedua, Jepang telah berpengalaman dalam melakukan kerja sama proyek perkeretaapian. Misalnya, pada tahun 1976 KRL Jepang dikirim ke Indonesia. 

Keterlibatan Jepang dalam proyek transportasi kereta Jakarta Metropolitan pada 1980, proyek perbaikan dan konstruksi kereta api Jabotabek pada 1981, modernisasi lingkar kereta Jabodetabek pada 1982-1992, elektrifikasi rel kereta dan pembangunan jalur ganda rel utama di Jawa tahap 1 tahun 2000. 

JICA melakukan kerja sama dengan PT. MRT Jakarta dalam priyek MRT serta banyak lagi proyek jalur perkeretaapian lain yang melibatkan Jepang di dalamnya. Yang ketiga, Indonesia dan Jepang menandatangani MOU Summary Record on Java North Line Upgradding Project pada 2019. 

Hal itu menujukkan keseriusan dan kehati-hatian Pemerintah Indonesia dan Jepang dalam menjalankan proyek ini untuk meminimalisir kesalahan. Yang keempat,  Indonesia juga menganggap bahwa perlunya kerja sama dengan Jepang untuk mengurangi dominasi Tiongkok di Indonesia, karena masuknya Tiongkok juga banyak tersebar di berbagai bidang ekonomi dan pembangunan yang lain.

 Proyek-proyek pembangunan yang mencakup biaya besar dan melibatkan banyak pihak dapat menimbulkan ketergantungan bagi salah satu pihak terhadap negara yang lebih maju. Maka untuk menghindari ketergantungan antara salah satu negara, Jepang atau Tiongkok , diperlukan kerja sama dengan keduanya.

 Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah Indonesia memiliki ketentuan dan pertimbangan sendiri dalam mengambil keputusan untuk berkomitmen dalam sebuah kerja sama di bidang pembangunan ekonomi baik dengan Jepang maupun dengan China. 

Indonesia memiliki kebijakan luar negerinya "bebas aktif" menempatkan posisinya di tengah kedua pihak dan sama-sama aktif bekerja sama dengan keduanya. 

Indonesia tidak terikat dengan kelompok, blok atau  dengan negara manapun untuk membatasi kerja sama Indonesia dengan negara manapun. Maka Indonesia bebas memilih untuk bekerja sama dengan China atau Jepang tanpa adanya syarat atau ketentuan dengan pihak manapun di dunia ini.

 

Referensi :

Budhiman, Ilham. 2021. "Jepang Kecewa Berat, ini 4 Alasan Jokowi Pilih China di Proyek Kereta Cepat Jakarta-bandung. Salah Satunya Janji China Tanpa APBN!". https://www.99.co/blog/indonesia/alasan-jokowi-pilih-china-garap-kereta-cepat-jakarta-bandung/

IJEPA, https://ftacenter.kemendag.go.id/ijepa

IMF, "GDP, currrent prices", diakses dari  https://www.imf.org/external/datamapper/NGDPD@WEO/OEMDC/ADVEC/WEOWORLD/USA

Ramadhani, Dinda Restia A D dkk. 2022. "Kepentingan Indonesia Terhadap Jepang dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya".  Dauliyah. Vol. 7. No. 1. https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/dauliyah/article/download/7539/9730

"Sejarah Bantuan ODA jeepang di Indonesia", https://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_02.htm

Supriatna, Cecep. "Keputusan Indonesia Memilih Cina (Tiongkok) Sebagai Mitra Kerjasama Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung". Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. UMY. http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/11247/JURNAL.pdf?sequence=10&isAllowed=y

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun