Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Saya Bisa Masuk Neraka

23 Februari 2019   12:00 Diperbarui: 23 Februari 2019   12:07 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di hadapan peserta Rembug Pendidikan Muhammadiyah Jawa Barat di Aula Masjid Raya Mujahidin, Kota Bandung, (Kamis, 21/02/2019), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof.Dr.Muhajir Effendy M AP, menyatakan dengan tegas bahwa isu penghapusan mata pelajaran agama dari kurikulum, hanyalah hoax.

"Saya bisa masuk neraka jika menghapuskan mata pelajaran agama," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Jokowi yang disambut dengan gelak tawa hadirin.

Dijelaskannya bahwa hoax itu muncul ketika dirinya didemo para penentang program full day school atau program lima hari sekolah pada tahun 2017. Bahkan serangan kepada dirinya datang juga dari kalangan Muhammadiyah. Ada yang yang mengeluh, "Percuma Menteri dari Muhammadiyah, tapi programnya  akan menghapuskan pelajaran agama dari sekolah."

Padahal program itu diawali dengan niat baik, yaitu mengembalikan hak orang tua untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Pada awalnya program itu justru muncul dari Presiden Jokowi sendiri yang pernah mengeluh, "Kasihan anak-anak, orang tuanya libur, anaknya tetap sekolah," kata Menteri menirukan keluhan Presiden Jokowi kepadanya.

Full day school sendiri adalah sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran sehari penuh dari pagi hingga sore dengan sebagian waktunya digunakan untuk program pelajaran yang suasananya informal serta menyenangkan bagi siswa. Sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan bebas sesuai dengan bobot mata pelajaran.

Dengan program full day school, waktu belajar lima hari anak-anak di sekolah, dapat disesuaikan dengan program lima hari kerja pemerintah. Dengan demikian hari Sabtu dan Minggu, orang tua bisa libur bersama anak-anaknya. Maka, hak mendidik orang tua terhadap anak-anaknya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Program full day school pun tidak dilaksanakan secara kaku. Sekolah-sekolah yang belum mampu melaksanakan program full day school tetap dapat melaksanakan waktu belajar yang konvensional.

Program full day school adalah paradigma baru dalam mengelola sekolah yang dianggap sebagai strategi paling tepat untuk mengembangkan pendidikan karakter bagi anak didik dalam menghadapi dampak negatif revolusi digital dan revolusi industri 4.0.

Menjawab pertanyaan peserta tentang sistem zona dalam penerimaan peserta didik baru yang mengakibatkan banyak sekolah swasta kekurangan murid, Menteri menjelaskan bahwa sistem zona sama sekali tidak dimaksudkan untuk mematikan sekolah swasta. Sistem zona dimaksudkan untuk menciptakan standar minimal bagi sekolah-sekolah negeri. "Dengan sistem zona tidak ada lagi sekolah negeri favorit dan non favorit. Siswa miskin pun dapat masuk sekolah negeri tanpa hambatan.

Sekolah swasta yang ingin dapat murid, harus mengembangkan dirinya di atas standar minimal. Caranya dengan membrandingnya menjadi sekolah swasta unggulan. Orang tua yang ingin anaknya mendapatkan pelayanan di atas standar minimal, pasti akan memilih sekolah swasta unggulan ketimbang sekolah negeri yang hanya memberikan pelayanan pada tingkat standar minimal saja," jelasnya.

Namun khusus sekolah-sekolah swasta di daerah terpencil, pemerintah akan membantu sepenuhnya. Bahkan untuk melindungi sekolah swasta di daerah terpencil, Menteri telah menerbitkan peraturan yang melarang didirikannya sekolah negeri di daerah terpencil yang sudah ada sekolah swastanya. "Lebih baik mengembangkan sekolah swasta yang sudah ada, dari pada mendirikan sekolah negeri baru," tegas Mendikbud.

Mengenai dana bos (bantuan operasional sekolah) yang banyak ditanyakan peserta, Mendikbud menjelaskan, sebenarnya dana bos pada awalnya untuk membantu orang tua siswa menyelesaikan kewajiban belajar sembilan tahun. Karena itu bos merupakan hak siswa yang harus diterima langsung oleh siswa. Pemberian dana bos juga didasarkan atas banyaknya siswa di sekolah. Tetapi pada akhirnya diputuskan dana bos diberikan kepada sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun