Konon, alam indah tanah Parahiyangan diciptakan Tuhan sambil tersenyum. Itu menurut Pater MAW.Brouwer almarhum. Saat itu Wali Kota Bandung adalah  Ridwan Kamil. Terkesan dengan ucapan tersebut, Ridwan Kamil pun mengabadikan kalimat itu dengan memasang  kutipannya di ruang publik, yakni di Jalan Asia Afrika, antara Gedung Merdeka dan alun-alun Bandung.
Maka setiap warga kota dan warga luar kota yang melintasi Jalan Asia Afrika, Â dengan mudah akan bisa membacanya. Walaupun Sungai Citarum dan Tatar Bandung tidak disebut secara langsung dalam kutipan tersebut, orang dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa Tuhan juga pasti tersenyum saat Sungai Citarum dan Tatar Bandung yang elok selesai diciptakan Tuhan dengan FirmanNya.
Ahli-ahli geologi Belanda yang melakukan penelitian geologi di sepanjang Sungai Citarum, Jurug Jompong, dan Sungai Cikuya Rajamandala, menyebutkan  bahwa Sungai Citarum terbentuk bersama-sama dengan terbentuknya Gunung Sunda,  kurang lebih  pada 1 juta tahun lalu. (Haryoto Kunto dalam Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, hal 141). Itulah tahun jadi Sungai Citarum yang tidak pernah  diperingati orang.
Menurut para ahli geologi, pada 2 juta tahun yang lalu  Pulau Jawa masih menyatu dengan Kalimantan, Sumatra, dan Semenanjung Malaysia sehingga membentuk daratan luas memanjang dari Asia ke arah tenggara dan berakhir di Pulau Flores, Nusatenggara Timur.Â
Daratan luas kepanjangan Benua Asia itu disebut Dataran Sunda. Sementara itu, di seberang celah Timor, juga terbentuk daratan luas yang dimulai dari Pulau Timor, terhubung dengan daratan ke benua Australia. Daratan itu terus bersambung ke arah utara bersatu dengan daratan  Irian, pulau-pulau Maluku, dan Sulawesi.Â
Daratan kepanjangan Benua Australia itu disebut  Dataran Sahul. Dampak dari terbentuknya Dataran Sunda  dan Dataran Sahul, yaitu bumi kita memiliki dua wajah  saja, yakni wajah Dataran Sunda yang menyatu dengan Benua Asia, Eropa, Afrika, Amerika dan wajah Dataran Sahul yang menyatu dengan daratan Benua Australia. Dataran Sunda dan Sahul sendiri terbentuk pada zaman  Glacial atau zaman Es.
Zaman Glacial adalah zaman ketika sebagian besar daerah dekat Kutub Utara dan Kutub Selatan tertutup lapisan es tebal yang disebut gletser. Pada saat itu seluruh Eropa Utara sampai pegunungan Alpen di Negara Swiss sekarang, seluruh Asia Utara, Alaska, Kanada dan Amerika sampai danau-danau di Michigan sekarang, dan seluruh puncak-puncak pegunungan di Amerika Selatan tertutup lapisan es tebal (gletser).Â
Daerah-daerah tersebut pada zaman Glacial, mempunyai iklim yang hampir sama dengan iklim daerah kutub sekarang. Sementara itu di daerah tropis sekitar Katulistiwa berubah menjadi daerah  dengan iklim tropis kering. Air laut pun surut sampai 100 meter, sehingga dasar Selat Sunda, sebagaian besar dasar Laut Jawa, dan dasar Selat Malaka, muncul ke permukaan laut.Â
Demikian pula selat-selat yang ada di Nusatenggara Timur. Bahkan jembatan alam Selat Berring yang menghubungkan Asia Timur Laut dengan Alaska Barat Laut pun ikut muncul di atas permukaan laut. (Kuncaraningrat, Pengantar Anthropologi, hal 77 )
Akibat terjadinya iklim kering di Dataran Sunda, maka hutan tropis yang ada mulai menipis, sebagian besar berubah menjadi padang rumput yang luas, dengan gerombolan hutan tropis tipis yang tersebar di sana-sini. Namun demikian di sejumlah tempat yang agak tinggi, hutan tropis primer dengan pohon-pohon yang lebat masih bisa bertahan..Â
Di hutan tropis kering  hidup berbagai jenis burung dan aneka macam binatang pemakan rumput seperti sapi, kuda, kerbau, kambing, rusa, dan kijang. Mereka  ramai-ramai bermigrasi dari Asia  mendatangi Dataran Sunda yang kaya dengan padang rumput. Demikian pula primata  ikut bermigrasi pula ke Dataran Sunda, ketika tanah air mereka di Afrika pada masa Glacial berubah jadi padang pasir.