Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menghijaukan Citarum dengan Tarum, Kenapa Tidak?

19 September 2018   06:00 Diperbarui: 19 September 2018   11:17 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu komoditas yang tetap ramai diperdagangkan adalah tanaman tarum yang dibudidayakan penduduk di sepanjang Sungai Citarum. Mungkin pada waktu itu kebutuhan bahan pewarna nabati tarum di India sedang meningkat. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tetapi juga untuk di eksport kembali ke negeri Tiongkok.

Tetapi akhirnya Kerajaan Tarumanegara mampu mengeksport tarum langsung ke Tiongkok, tanpa harus melewati pedagang perantara dari India Selatan. Dengan demikian Kerajaan Tarumanegara mulai mandiri dan melepaskan diri dari ketergantungannya. 

Sesungguhnya tanaman tarum tidak hanya tersebar di Jawa Barat saja, tetapi juga tumbuh di tempat lain di Asia Tenggara.  Hanya produktivitas paling tingggi adalah tanaman tarum yang dibudidayakan sepanjang Sungai Citarum.

Konon dari penelitian geologis, tanaman tarum sempat dibudidayakan secara besar-besaran, hingga budidaya tanaman itu  memanjang dari muara Citarum sejauh 296 km ke hilir. Padahal panjang Sungai Citarum sekitar 300 km. Artinya, pada puncak kejayaan tanaman tarum, yakni pada abad ke-16 M, hampir seluruh pinggiran Sungai Citarum ditanami penghasil warna biru nabati. 

Memang tanaman tarum relatif mudah dibudidayakan, baik dengan stek maupun biji. Mudah tumbuh di dataran rendah sampai tinggi. Tinggi pohon perdu ini sekitar 1 meter, dan akarnya cukup kuat untuk menahan erosi tebing sungai. 

Bunganya yang berwarna jingga, enak pula dipandang mata. Sebagai komoditas barang dagangan, pewarna nabati tarum pernah perang tanding dengan pewarna nabati woad dari Eropa Barat. Siapakah pemenangnya? Ternyata tarumlah sang juara.  Woad dibuat tak berkutik dan bertekuk lutut.

Berbeda dengan di Tiongkok, India, dan di Jawa, bahan pewarna nabati biru tua di Inggris, Jerman, Perancis dan Italia, diperoleh dari tanaman woad. Bukan dari tarum. Saat itu perdagangan bebas diangggap kurang bermanfaat untuk mendatangkan keuntungan kepada negara. Mereka lebih menyukai perdagangan dengan sisteim monopoli dan duo poli. 

Untuk bahan pewarna nabati hanya ada dua mata dagang yang boleh beredar di pasaran Eropa yakni woad dan tarum yang didatangkan ke pasar Eropa dengan mengimport dari India dan Jawa.

Tanaman woad menjadi tanaman yang diproteksi dengan ketat. Bahkan suatu ketika dikeluarkan undang-undang untuk menghukum mati mereka yang berani memalsukan bahan pewarna nabati woad. Akibatnya pecah perang dagang antara woad dan tarum. Masyarakat pengguna pewarna nabati, protes ramai-ramai dengan cara meninggalkan woad, dan beralih ke tarum. Woad pun bertekuk lutut. 

Tarum menjadi pewarna biru nabati yang diminati para pengguna. Kejayaan tarum di pasar Eropa terus bertahan ketika Eropa mulai meninggalkan pasar monopolistik dan memasuki pasar bebas, sebagai dampak dari revolusi industri. Tetapi, kejayaan tarum mulai merosot, ketika pada tahun 1897, ditemukan bahan pewarna biru sintetik. Sejak itu  pewarna nabati tarum mengakhiri kejayaannya. 

Sudah tamatkan peran tarum sebagai pewarna nabati? Tamat sih belum. Karena pewarna nabati masih memiliki keunggulan dibanding pewarna sintetik. Yakni ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah berbahaya sebagaimana pewarna sintetik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun