Sepintas kilas wajahnya memang mirip Suharto, Presiden RI ke-2. Sebab, memang dia adik tiri Suharto. Beda ayah, satu Ibu. Hanya kalau bicara, nada suaranya lebih tinggi dari Suharto. Para penggemar  wayang orang, menilai suara Probosutejo, cocog untuk peran tokoh Arjuna.
Sebagai priyayi Jawa, tentu saja dia senang wayang. Namanya saja sudah menggambarkan tokoh wayang. Tokoh wayang Sutejo, adalah putra Batara Kresna dari istrinya, Dewi Pertiwi. Probo artinya berwibawa. Jadi, Probosutejo, adalah putra Batara Kresna, Raja Trajutrisna, yang berwibawa. Bisa jadi ayahnya, yang wafat terkena peluru Belanda ketika  Yogya dibom Belanda pada 19 Desember 1948, berharap Probosutejo bisa menduduki jabatan tinggi di pemerintahan, melebihi jabatan ayahnya yang hanya lurah desa.
Rupanya harapan ayahnya tak pernah kesampaian. Sebab Probosutejo tak pernah masuk TNI atau PNS. Tapi Probosutejo dalam kemampuannya mengumpulkan kekayaan, berhasil melampaui harapan ayahnya. Dia tidak meniti karir sebagai birokrat atau TNI. Tetapi meniti karir sebagai pengusaha sukses. Probosutejo adalah sedikit dari pribumi yang berhasil membangun kerajaan bisnisnya pada masa kejayaan Orde Baru. Pribumi lain yang juga melejit sebagai pengusaha sukses karena menerima berkah kue pembangunan Orde Baru antara lain, Siswono, Aburizal Bakri, Sudarpo, Sudwikatmono, Latif, Sukamdani, Surya Paloh, dan lainnya lagi.
Lahir di desa yang sama dengan desa kelahiran Suharto, Â Kemusuk, Godean, Yogya, pada tahun 1930. Lebih muda 9 tahun dari Suharto yang lahir pada tahun 1921. Tamat SD, Probosutejo ikut Suharto yang saat itu sudah menduduki posisi tinggi di TNI, yakni Komandan Batalyon di Kota Yogya (1945-1950). Probo sudah ikut Suharto, sebelum Suharto menikah. Tentu saja tugasnya mengurus rumah tangga Suharto. Antara lain, mencuci pakaian Sang Kakak, mengisi bak kamar mandi, mengepel lantai rumah dinas Sang Kakak.
Sebagai imbalannya, Sang Kakak membiayai sekolah Probo sampai berhasil mengantongi ijazah guru (SGA), dan SMEA. Tetapi setelah Suharto menikah, Â Probo mengaku hubungannya dengan istri kakaknya itu, kurang serasi. Probo sering jadi sasaran kemarahan Ibu Tien. Maka setelah ikut bergerilya melawan Belanda, dan Belanda mengakui kedaulatan RI, Probo memilih hengkang dari keluarga Suharto. Dengan bekal ijazah guru, Probo nekad merantau ke Sumatra Utara, dan menjadi guru di Desa Serbalawan, Pematangsiantar. Probo cukup lama menggeluti profesi guru (1952-1962). Dia pun berhasil meraih ijazah B1-Sejarah. Probo juga bergabung menjadi guru Tamansiswa Pematangsiantar. Bahkan menemukan jodohnya, Ratmani Musiran. Juga seorang guru. Probo menikah tahun 1961. Setahun kemudian, lahirlah anak pertamanya.
Pada saat anak pertamanya lahir itulah, Probo mulai berpikir untuk terjun ke dunia bisnis. Penghasilannya setelah sepuluh tahun berkutat sebagai guru, dirasakan kurang mencukupi setelah berumah tangga. Apalagi setelah anak pertamanya lahir. Dengan modal ijazah SMEA yang dimilkinya, Probo banting setir. Tahun 1963, Probo menjadi karyawan PT.Orisci, sebuah perusahaan milik pengusaha Indonsia keturunan China di Medan. Rupanya bakat dagang Probo mulai berkembang.
Tetapi Probo mengaku bakat sebagai pengusaha justru muncul saat jadi guru di Tamansiswa. Probo mengajar banyak mata pelajaran, mulai dari Hitung Dagang, Tatabuku, Ilmu Pasti, sampai Sejarah. Kesempatan mengajar banyak mata pelajaran itu, dimanfaatkan Probo untuk membuat diktat yang dijual laris manis kepada murid-muridnya. Probo juga mendorong guru lain membuat diktat. Dan Probolah yang mengusahakan penerbitannya. Tentu saja, Probolah yang paling banyak memetik keuntungaan dari menerbitkan diktat-diktat itu. Jadi, sebelum sekolah mengenal LKS (Lembaran Kerja Siswa), Probo sudah memeloporinya di Tamansiswa Pematangsiantar.
Tahun 1963, Probo mulai mendirikan PT. Setia Budi Murni di Kota Medan, bersama Pengusaha China mantan bosnya itu. Probo benar-benar menjadi pengusaha, setelah berhasil menggandeng PT.Irian Jaya yang bergerak dalam bidang jasa import barang-barang keperluan Angkatan Darat. PT. Irian Jaya, adalah perusahaan yang disponsori Kostrad, dan mendapatkan hak monopoli perdagangan di Irian Jaya. Saat itu Sang Kakak, Suharto, sedang menjabat Panglima Komando Operasi Mandala, yang merupakan bagian penting dari Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat, di bawah pimpinan Presiden Sukarno, Jendral AH.Nasution, dan Jendral Ahmad Yani.
Ketika Orde Lama runtuh, dan digantikan Orde Baru, karir bisnis Probo semakin cepat melesat. Pada tahun 1967, Probo mendirikan PT.Mercubuana. Pada tahun itu juga, Probo pindah dari Medan ke Jakarta. Pada tahun 1968, PT.Mercubuana memperoleh hak monopoli atas impor cengkeh yang sangat menguntungkan. Hak monopoli diperoleh Probo dari Menteri Perdagangan saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, seorang ekonom yang sebelumnya dikenal pro Pribumi dan anti China. Tetapi sikap anti China Sumitro agaknya mulai melunak.
Terbukti, lisensi import cengkeh juga diberikan kepada Liem  Soe Liong. Sukes sebagai importir cengkeh untuk memenuhi 70 % kebutuhan cengkeh bagi industri rokok keretek, Probo terus melahirkan perusahaan-perusahaan baru, dengan cara berpatungan dengan pengusaha lain, baik pribumi maupun China. Antara lain dengan Agus Nursalim, Hendra Wijaya, Arif Husni (Ong Sheng Keng), Taswan, dan lainnya lagi. Macam-macam perusahaan yang didirikannya. Ada pabrik gelas, perakitan mobil, pabrik bata dan genting, peternakan ayam, perkebunan cengkih, karet, sawit, dan bidang kehutanan.
Di puncak suksesnya, Probo mengendalikan 5000 tenaga kerja, ada perusahaanya yang mampu menghasilkan omzet  Rp.4 milyard/bulan. Dia pun membayar pajak kepada negara Rp2 milyard/tahun. Saat itu dia mendapat julukan Raja Cengkeh. Empat putranya kuliah di London. Tiap lebaran memotong 20 ekor kerbau di desanya, Kemusuk.
Sebagai mantan guru, Probo tak melupakan dunia pendidikan. Disamping mendirikan Universitas Mercubuanan di Jakarta dan Yogyakarta, juga pernah membantu universitas swasta miik ormas keagamaan besar di Medan dan Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa. Bahkan Probo memelopori penyelenggaraan Temu Karya Nasional Tamansiswa di Hotel Indonesia, pada 7 Mei 1985. Dibuka Presiden Suharto, Temu Karya Nasional Tamansiswa itu mendengarkan prasaran tiga menteri, yakni Menteri Pendidikan, Menteri Agama dan Menteri Lingkungan Hidup.Tidak kurang dari 14 kertas kerja telah dibahas. Melibatkan banyak ilmuwan seperti profesor dan doktor. Salah satu tokoh yang terlibat dalam Temu Karya Nasonal Tamansiswa yang digagas Probosutejo adalah Dr.Sri Edi Swasono, dosen UI yang juga menantu Bung Hatta.
Karir Probosutejo mulai meredup setelah Orde Baru tumbang, dan Orde Reformasi muncul menggantikannya. Sebagai Keluarga Cendana, Probosutejo banyak pasang badan menghadapi serangan-serangan dari elit penguasa baru anti Orba yang diarahkan kepada keluarga Cendana. Buntutnya, Probo tersandung kasus hukum dana reboisasi hutan tanaman industri (2005), Â dan harus mendekam di LP.Sukamiskin, Bandung. Â Setelah menjalani masa tahanan 2/3 dari hukuman empat tahun, pada Maret 2008, Probo kembali menghirup udara bebas. Sejak itu nama Probo jarang muncul dari hingar bingar politik yang diunggah media massa.
Satu-satunya aktivitas yang masih digelutinya, dia bersedia menerima jabatan sebagai Ketua Badan Pembina Tamansiswa (2011-2016), setelah dia menunjuk Dr.Edi Sri Swasono untuk memimpin Majelis Luhur Tamansiswa. Duet Probosutejo- Sri Edi Swasono dipucuk pimpinan Tamansiswa, jelas merupakan realisasi hasil Temukarya Nasional Tamansiswa tahun 1985, yang tertunda cukup lama, untuk membantu memberbaiki kualitas Perguruan warisan Ki Hadjar Dewantara. Hari Senin, tanggal 26 Maret 2018, Probosutejo wafat di RSCM, dengan tenang pada usia 87 tahun (1930- 2018 ). Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga, Dusun  Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Godean, Yogyakarta. Selamat jalan, Pak Probo. [Bandung,027/03/2018]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H