Semakin dekat Arya Baribin, semakin sulit Rangga Singalaut melemparkan pisaunya. Akhirnya terpaksa Rangga Singalaut melayani Arya Baribin dalam perkelaihan dari jarak dekat. Rangga Singalaut hanya mengandalkan pisau yang ada ditangannya. Tentu saja Rangga Singalaut bukanlah lawan yang seimbang bagi Arya Baribin yang menguasai jurus Bandung Bandawasa yang mengandalkan pukulan tangan kosong untuk melumpuhkan lawan.
Tetapi kali ini, Arya Baribin ingin memanfaatkan pusaka kujang pemberian Ratna Pamekas yang terselip dipinggangnya. Tiba-tiba Arya Baribin melihat  pisau Rangga Singalaut mengarah ke arah lehernya. Arya Baribin membungkuk dan menggunakan kaki untuk menyapu kuda-kuda kaki Rangga Singalaut. Rangga Singalaut meloncat ke atas untuk menghindari serangan rendah. Tetapi gerakan melenting ke atas itulah yang justru ditunggu-tunggu Arya Baribin yang segera meloncat menyusul Rangga Singalaut dengan menggunakan gerakan tendangan memutar.
Rangga Singalaut mengira Arya Baribin hendak menggunakan tandangan kaki yang memutar ke arah lehernya. Karena itu, dia cepat menunduk. Arya Baribin melihat leher Rangga Singalaut terbuka. Tanpa membuang waktu, secepat kilat Arya Baribin mencabut senjata kujang pusaka yang ada dipinggangnya. Ujung senjata kujang dari Ratna Pamekas, tahu-tahu sudah bersarang di leher kiri Rangga Singalaut dan memutuskan urat lehernya. Rangga Singalaut  langsung jatuh terpuruk mencium tanah. Rangga Singalaut tewas seketika menjadi korban kesaktian Kujang Kencana Shakti pusaka Kerajaan Pajajaran.
Melihat tiga komandannya tewas semua, prajurit Nusakambangan yang tersisa langsung menyatakan menyerah dan meletakkan senjata. Mereka bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. Pasukan bagian depan memang yang paling banyak menjadi korban, karena mereka rata-rata tidak siap untuk bertempur. Senjata yang dibawanya rata-rata senjata untuk serangan jarak dekat. Karena itu ketika dihujani tombak, mereka tidak siap untuk menghindar atau pun menangkis. Karena itu pasukan bagian depanlah yang lebih dulu meletakkan senjata. Dan mereka pula yang banyak menjadi korban.
Lain halnya dengan pasukan belakang prajurit Nusakambangan yang memang sengaja disiapkan untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan. Mereka lebih siap bertempur. Mereka tidak segera menyerah dan masih mencoba mau melawan.
Dan mereka memang menyembunyikan senjata tombak yang mereka bawa. Ketika pertempuran meletus, dari merekalah tombak-tombak dilemparkan. Dan sasaran pasukan tombak Nusakambangan adalah pasukan lawan yang paling dekat dan paling mudah dijangkau. Â Pasukan itu tidak lain adalah pasukan dari sektor timur, anak buah Arya Baribin.
Pasukan sektor timur yang datang dari Rawalo itu memang unik. Semua terdiri dari 400 prajurit. Yang 200 orang sudah terlatih. Dan senjata andalan utamanya juga tombak, seperti juga pasukan dari sektor barat dan utara. Memang ada beberapa orang dari prajurit yang sudah terlatih itu yang bersenjatakan pedang, untuk persiapan menghadapi pertempuran jarak pendek. Di samping 200 orang parjurit yang sudah terlatih, sektor timur memiliki 200 prajurit yang dilatih secara dadakan. Mereka terdiri dari  sukarelawan yang sudah akrab menggunakan senjata pendek, yaitu sabit.
Arya Baribin memang terpaksa harus melatih 200 orang yang aktivitasnya sehar-hari sebagai penderes. Kurang lebih 90 hari Arya Baribin melatih mereka ilmu beladiri. Karena mereka adalah para penderes yang secara suka rela ingin ikut berperang, Arya Baribin melatih mereka bukan ketrampilan menggunakan pedang, tombak, tongkat atau pun pisau. Mereka dilatih menggunakan sabit sebagai senjata andalan mereka. Karena itu mereka dikenal sebagai pasukan sabit. Selain itu tentu saja mereka dilatih ilmu beladiri tangan kosong
Mereka mendapat pelatihan yang intensif dan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, kurang lebih tiga bulan sebelum perang. Tempat berlatih mereka di Pusat Latihan Kendalisada. Di sana dibangun perkemahan khusus untuk berlatih. Arya Baribin dibantu pelatih pembantu, Jigjayuda dan Lurah Karangjati. Termasuk yang ikut latihan masuk kelompok pasukan sabit adalah Rekajaya.
Usia Rekajaya sebenarnya sudah tidak muda lagi. Dia pernah mohon ijin kepada Kamandaka. Kamandaka sebenarnya pada awalnya melarangnya jika Rekajaya ikut terjun menjadi pasukan tempur. Tetapi karena Rekajaya beralasan ingin menguasai ilmu beladiri, maka akhirnya Kamandaka mengijinkannya dengan catatan hanya untuk ikut belajar ilmu beladiri saja. Selanjutnya dalam perang tempat tugasnya bukan di garis depan. Tetapi cukup di garis belakang saja.
Tentu saja Rekajaya menjadi satu-satunya peserta yang paling tua. Tetapi semangat Rekajaya untuk berlatih sangat luar biasa. Akhirnya, disela-sela waktu istirahat, Arya Baribin memberikan latihan tambahan dan beberapa dasar ilmu pernafasan untuk meningkatkan kekebalan dan kecepatan bergerak. Ternyata ketekunan Rekajaya, memberikan hasil yang lumayan. Tidak kalah dengan anggota pasukan sabit yang lebih muda. Bahkan Rekajaya diangkat menjadi wakil komandan pasukan sabit atas usul anggota pasukan sabit yang lain(bersambung)