Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel : Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (91)

17 Juni 2016   00:19 Diperbarui: 19 Juni 2016   04:27 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Serbu!!!” teriaknya sambil jari telunjuk tangan kanannya ditujukan kepada Silihwarna.

Perang pun pecah!!!. Pasukan dari sektor utara, tidak mau kalah. Mereka langsung melemparkan tombak ke arah pasukan Nusakambnagan. Pasukan sektor barat dan timur, menyusul melemparkan tombaknya.

Pasukan Nusakambangan dihujani tombak dari timur, dari barat dan dari utara. Mendapat serangan secara mendadak seperti itu pasukan Gajah langsung bubar berantakan. Mereka tidak mengira akan dihujani tombak dari tiga jurusan. Pasukan Gajah barisan depan bersenjatakan pisau pendek bermata dua. Hanya pasukan yang ada dibelakangnya yang bersenjatakan tombak. 

Pasukan pisau Nusakambangan mencoba berkelit dari lemparan tombak. Mereka pandai menggunakan loncatan salto agar terhindar dari mata tombak, sambil mendekati musuh. Setelah dekat baru pisau bermata dua itu dilemparkan ke arah musuh. Jika gagal dilanjutkan dengan duel satu lawan satu.

Lain dengan Tumenggung Surajaladri. Dia memang ahli melempar pisau. Dalam waktu singkat dia bisa melemparkan sepuluh pisau bermata dua ke arah musuh. Dan lemparannya jarang meleset. Pada pinggangnya berderet pisau andalannya. Tujuh pisau sudah dilemparkan ke arah Silihwarna. Untunglah Silihwarna menguasai jurus monyet putih, sehingga ketika mendapat serangan lemparan pisau secara beruntun, dia bisa berkelit dengan melakukan gerakan yang indah dan lincah bagaikan seekor monyet yang tengah menari.

Sayangnya Silihwarna tidak sempat membalas, karena lemparan pisau Tumenggung Surajaladri sangat cepat dan tiba secara beruntun. Silihwarna memang mampu berkelit, tetapi akibatnya, tujuh pisau yang dilemparkan Tumenggung Surajaladri semuanya mengenai prajurit yang ada dibelakang Silihwarna. Mereka yang terkena pisau nyasar itu, langsung tewas. Untunglah dari belakang Raden Silihwara, melesat sebuah tombak yang bergerak bagaikan kilat mengarah kepada Tumenggung Surajaladri yang akan melemparkan pisau ke delapan. Tombak yang datang bagaikan kilat itu, tak sempat dihindarkan oleh tumenggung pelempar pisau yang hebat itu. Tombak yang melesat itu tepat menancap di dada Tumenggung Surajaladri. Dia pun langsung roboh ke tanah.

Ketika Silihwarna melihat ke belakang untuk mengetahui siapakah yang melemparkan tombak begitu bertenaga dan tombaknya meluncur begitu cepat bagaikan anak panah, Silihwarna melihat Uwak Lengser  yang tersenyum kepada Silihwarna. Uwak Lengser Kamandakalah yang telah melemparkan tombak dan menewaskan tumenggung pelempar pisau andalan prajurit Nusakambangan itu.

Patih Puletembini juga pelempar pisau, tetapi tidak secakap Tumenggung Surajaladri. Pisau-pisau yang dilemparkan kepada Wirapati nyaris gagal semuanya, karena mudah dihindari Wirapati dan prajuritnya. Sama dengan Kamandaka, Wirapati juga pelempar tombak yang hebat. Setelah persediaan pisau  Patih Puletembini habis dan sedang menunggu pasokan dari pembantunya, Wirapati tidak mau melepaskan kesempatan yang baik itu. Sebuah tombak dilemparkan kearah Patih Puletembini.

Patih Puletembini sebenarnya sempat melihat mata tombak yang mengarah ke dadanya. Karena itu, dia ingin menunduk, tapi sudah terlambat. Satu-satunya jalan yang paling cepat ialah berkelit dengan memutar tubuhnya. Gerakan ini pun tidak menolongnya. Sebab, mata tombak yang dilemparkan  sudah menyentuh punggungnya yang terlambat memutar. Mata tumbak yang dilemparkan Wirapati, menghunjam punggung Patih Pulatembini, menerobos merusak tulang rusuknya. Patih Puletembini langsung tumbang terkapar di atas tanah.

Sementara itu. Rangga Singalaut juga pelempar pisau yang hebat. Sudah lebih dari sepuluh buah pisau yang dilemparkan ke arah Arya Baribin. Tetapi Arya Baribin juga pendekar hebat yang menguasai jurus Bandung Bandawasa. Jurus Bandung Bandawasa sebenarnya jurus yang mengandalkan pada pukulan dengan tangan kosong. Sebenarnya gerakan jurus Bandung Bandawasa tidak terlalu bervariasi. Tetapi gerakannya memang sangat bertenaga. Tendangan jarak dekatnya yang cepat, bisa menghasilkan gerakan yang memutar bagaikan baling-baling, sehingga dengan mudah dapat melumpuhkan banyak lawan. Tetapi sekaligus juga bisa untuk menghindari serangan senjata yang datang secara beruntun.

Karena itu bagi Arya Baribin, menghadapi lemparan pisau yang bertubi-tubi datang kepadanya,  dia tidak terlalu repot. Dengan mudah Arya Baribin berkelit, membuat gerakan salto, sehingga makin lama, Arya Baribin makin mendekati posisi Rangga Singalaut.  Rangga Singalaut tahu Arya Baribin sengaja mendekati, karena ingin mengajak  berkelahai dari jarak dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun