Sebagai peneliti, Sugeng Priyadi ternyata hanya menyantumkan satu buku karya De Graaf yang merupakan disertasi De Graaf, ”Terbunuhnya Kapten Tack, Kemelut Di Kartasura Abad XVII”. Dan soal Banyumas dalam buku ini hanya disinggung dengan mengisahkan dua anak buah Surapati yang menimbulkan kraman di daerah Banyumas, yang namanya Saradenta dan Saradenti. De Graaf mengisahkan pemberontakan anak buah Untung Surapati dalam alinea yang sangat singkat “Karena mendapat laporan Adipati Banyumas, Amangkurat II(1677 -1703 ) menugaskan untuk memadamkan kraman di daerah Banyumas. Usaha itu dengan mudah dilakukan Untung Surapati. Dua kepala Saradenta- Saradenti yang telah dipenggal di bawa ke Kartosura”.
Mengomentari pemberontakan Saradenta dan Saradenti itu, Sugeng Priyadi melaporkan bahwa jenasah kedua kraman itu dikuburkan di pemakaman desa Pekunden ( hal 56 ). Tentu yang dimakamkan hanya gembungnya saja, karena kepala kedua pemberontak itu telah dibawa ke Kartasura.
Seandainya saja Sugeng Priyadi menggunakan karya De Graaf, ”Kerajaan Islam Pertama Di Jawa” sebagai salah satu sumber referensinya, dengan mudah Sugeng Priyadi akan menemukan telaah De Graaf kapan Adipati Wirasaba Wargautama II tewas dibunuh gandhek atau utusan Sultan Pajang Adiwijaya. Tetapi Sugeng Priyadi rupanya lebih suka memilih sebagai sumber referensinya, buku W. Fuin Mees berjudul Geschiedenis van Java, deel II, Weltevreden, Uitgave van de Volkslectuur,1920.
Ada memang artikel Fruin Mees yang dipakai oleh De Graaf sebagai sumber referensinya berjudul, Winrick Kieft en zijn rapport over zijn gezantschap naar Mataram 1655 M. Tetapi artikel Fruin Mees itu hanya dipakai untuk menjelaskan kedatangan orang Belanda Winrick Kieft ke Katon Plered yang bermaksud menghadap Sunan Amangkurat I. Orang Belanda itu tidak bisa menghadap Amangkurat I, hanya bisa diterima oleh Tumenggung Pati. Kisah selama berada di pusat Keraton Mataram itulah yang ditulis oleh Fruin Mees. Tidak ada kisah wafatnya Raja Pajang tahun 1582 M dalam artikel Fruin Mees yang digunakan De Graaf sebagai rujukannya.
2.Sumbangan Sukarto Kartoatmodjo
Sebuah Fragmen :
Ibarat sebuah rumah, hari jadi kota dan Kabupaten Banyumas sebenarnya telah dipikirkan dan diletakkan dasar-dasarnya oleh tokoh-tokoh Banyumas tempo doeloe dalam karya-karya mereka. Patih R.Wiriyaatmaja telah membangun fondasi rumah, Patih Purwosuprojo telah memikirkan kerangka dinding dan kerangka atapnya, RMS.Brotodirejo dan R.Ngatijo Darmosuwondo sudah memikirkan dinding tembok dan atapnya. Namun calon rumah Kabupaten itu belum punya pagar pembatas halamam dan pekarangan dan belum punya daun jendela, daun pintu dan kunci.
Sukarto yang cerdik tetapi bukan wong Banyumas itu pada tahun 1989 M dimintai tolong oleh Pemda Banyumas agar rumah warisan leluhur wong Banyumas itu dapat digunakan dan ditetapkan status kepemilikannya. Sebagi seorang peneliti senior tentu Sukarto harus melakukan survai mendatangi lokasi, untuk melihat komponen-komponen apa yang diperlukan agar rumah warisan leluhur wong Banyumas itu bisa digunakan dan memiliki status yang jelas. Begitu datang ke lokasi, Sukarto langsung takjub, karena leluhur wong Banyumas ternyata cerdas-cerdas. Agar supaya rumah itu siap digunakan dan memiliki batas yang legal, nyaris 80 % sudah selesai. Sukarto tambah kagum lagi, desain bangunan rumah Kabupaten warisan masa lalu itu nyaris merupakan replika dari bangunan-bangunan sejenis di Mataram tempo doeloe yang tentu saja Sukarto sangat akrab dan tidak asing.
Karena kecerdikannya Sukarto tidak harus berkeringat dengan membangun fondasi baru dan membongkar yang lama, membangun kerangka tiang dan atap baru dan membongkar yang lama, mencari bahan atap dan bahan dinding tembok yang baru dan membuang dinding dan atap yang lama. Yang diperlukan tinggal mengecat, cari daun pintu dan jendela dan sejumlah asesoris agar siap dipakai. Soal pagar pembatas, Sukarto minta tolong Tuan De Graaf. Sekalipun bukan orang Banyumas, tapi dia pakar kaliber internasioanl soal batas wilayah. Akhirnya Sukarto take action. Tentu saja tak perlu lima tahun, pesanan Sukarto selesai dalam waktu singkat. Sambil tersenyum dia menyerahkan kunci bangunan dari rumah warisan leluhur wong Banyumas yang telah didisain dengan sangat indah kepada DPRD II pada tanggal 14 November 1989. Sebelum pulang ke Yogyakarta untuk menerima upah, Sukarto meyampaikan pidato singkat closing statement sbb:
“Terimakasih Mr.De Graaf, Bapak Sejarah Jawa. Pagar pembatas dan pintu gerbang bangunan pendopo yang berupa tahun 1578 M, dari anda. Terimakasih pada Patih R.Wirjaatmaja, pondasi pendopo yang berupa Babad Banyumas 1898 dari anda. Terimakasih pada Patih R. Purwosuprojo, kerangka atap dan tiang yang berupa angka tahun 1582 yang mirip kerangka bangunan di Mataram dari anda. Terimakasih kepada RMS.Brotodiredjo dan R.Ngatijo Darmosuwondo yang telah berjuang begitu keras karena anda berdua telah bekerja mencari bahan-bahan untuk dinding dan atap yang khas Banyumas sehingga pendopo itu mencerminkan identitas bangunan di Banyumas yang berupa angka tahun 1582 sebagai tahun didirikannya Pendopo ini. Saya sendiri Sukarto, dengan segala kerendahan hati, hanya sedikit sumbangan yang bisa saya berikan, yaitu hanya daun jendela, daun pintu dan kunci. Saya yakin tanpa daun jendela, dan daun pintu serta kunci yang berupa tanggal 6 April, pendopo belum nyaman untuk digunakan.
“Tanggal 6 April 1582 adalah bersamaan dengan Garebeg Agung Perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW yang dimuliakan Allah SWT. Semoga rahmat, kasih sayang dan barokah juga dilimpahkan kepada Ki Adipati Wargohutomo II yang hadir dalam pasowanan agung itu. Pada pasowanan agung itu Ki Adipati Wargo Hutomo II mendapat restu dari Sultan Pajang untuk segera menempati kota Banyumas dan rumah Kabupaten yang dilaporkan oleh Sang Adipati sudah selesai dibangun dan siap digunakan. Semoga barokah dilimpahkan Allah SWT, karena telah menghadiri Perayaan Maulud mengenang kelahiran Nabi kekasih Allah SWT. Limpahan barokah, sejahtera dan keselamatan semoga juga dilimpahkan kepada seluruh rakyat Banyumas. Sekian yang bisa saya sampaikan. Dengan ini kunci bangunan saya serahkan kepada Ketua DPRD II Kab.Banyumas. Salam pula dari Senopati Ing Ngalaga. Matur nuwun!”.
Tepuk tangan yang meriah pun terdengar. Kunci bangunan yang digantungan pada lempengan logam berlapis emas bertuliskan tanggal 6-April- 1582, diserahkan kepada Yang Terhormat Ketua DPRD Kab.Banyumas untuk disahkan menjadi Perda Hari Jadi Kabupaten Banyumas. Tidak lama kemudian memang keluar Perda No.2/1990.