Demikianlah tokoh kula mengingat tanggal 27 Ramadhan, tetapi lupa harinya. Sedangkan kedatangannya saat tiba di Pajang, Rabu Sonten diingat, tetapi tanggalnya lupa. Jadilah muncul kalimat 27 wulan Puasa dinten Rebo Sonten.
Ternyata jika setelah dilakukan koreksi tanggal 26 Puasa jatuh pada hari Rabu Sonten. Maka malam-malam yang harus dilewati tokoh kula dan rombongan Jaka Kahiman adalah malem Kamis (27), malem Jum’at (28), malem Sabtu (29) dan malem Minggu (30). Dengan demikian puasa terakhir pada hari Minggu dan malem takbiran akan jatuh pada malem Senin dan 1 Syawal akan jatuh pada Hari Senin.
Karena waktu itu bulan Puasa, mustahil sesuai tradisi Kraton Pajang, rombongan Jaka Kahiman itu akan bisa diterima Raja Pajang pada malem Kamis. Paling banter rombongan dari Wirasaba itu hanya bisa ikut menikmati hidangan berbuka puasa di Masjid Kraton Pajang. Tradisi kraton Islam Jawa setelah Demak, tidak sama dengan tradisi kraton Islam Sunda dan Melayu, seperti Cirebon, Banten, Samudra Pasai, Malaka dan Aceh. Raja Kraton Islam Jawa seperti Pajang dan Mataram, jarang melakukan buka puasa dan shalat taraweh di masjid. Bahkan tradisi iktikaf belum mereka kenal. Hanya hari-hari besar istimewa seperti Garebeg Mulud, Syawal dan Besar-Dzul Hijjah raja-raja Pajang dan Mataram tampil di Masjid.
Karena itu pertemuan Jaka Kahiman dengan Raja Pajang, mustahil terjadi pada Rabu sore atau pun malem Kamis. Sebab hal ini bertentangan dengan adat dan tradisi. Secara filologi, juga tidak mungkin. Satu-satunya kesempatan rombongan Jaka Kahiman menghadap Sultan Pajang ialah melalui cara “seba” dan “sowan “ yang sesuai tradisi. Seba diadakan tiap hari Senin dan Kamis. Dari kata seba, muncul kata Paseban, yakni ruangan Sang Raja menerima kehadiran para punggawa dan juga para tamu penguasa bawahan maupun tamu dari kerajaan sahabat. Acara seba, dilaksanakan setiap hari Senin dan Kamis. Tradisi seba setiap Senin dan Kamis ini jelas berawal dari jaman Demak dan meneladani tradisi Islam yang menganggap hari Senin dan Kamis adalah hari baik. Nabi saw pun menyambut kedua hari itu dengan puasa atau shaum.
Dengan demikian ada 2 alternatif tanggal Jaka Kahiman seba menghadap Raja Pajang. Alternatif pertama yaitu rombongan Jaka Kahiman diterima seba pada Hari Kamis tanggal 28 Puasa, jika tokoh kula tidak lupa bahwa dia tiba di Pajang para tanggal 27 Puasa Rabu sonten. Berarti malam Kamisnya tanggal 28 Puasa yang agak sepi suasana di Masjid Pajang, karena bukan malam-malam ganjil.
Alternatif kedua ialah Jaka Kahiman dan rombongan diterima seba Hari Kamis tanggal 27 Puasa. Dan malem Kamisnya adalah malam tanggal 27 Ramadhan yang merupakan malam ganjil akhir bulan Ramadhan yang dapat dipastikan lebih meriah. Hari Kamis tanggal 27 Ramadhan pun dianggap hari yang sangat baik untuk sowan menghadap Sang Raja.
Besar kemungkinan alternatif ke dua, lebih mendekati fakta sejarah, yaitu rombongan Jaka Kahiman, tiba di Pajang Rabu sonten tanggal 26 Puasa. Esok harinya hari Kamis 27 Puasa rombongan Jaka Kahiman seba menghadap Raja Pajang.
Acara tradisi lain di Kraton Pajang yang kelak diteruskan Mataram adalah acara Setuan atau Seton. Seton adalah acara yang menarik sebagai hiburan rakyat dan para tamu yang diselenggarakan setiap hari Sabtu. Dalam acara Seton, para tamu diajak untuk menyaksikan adu ketrampilan para prajurit dan para punggawa dalam ketrampilan menunggang kuda dengan menggunakan senjata yakni tombak yang dihilangkan mata tombaknya.
Biasanya acara Seton dihadiri para tamu yang selesai seba menghadap Raja Pajang pada hari Kamis. Sebelum pulang ke daerahnya masing-masing mereka bertahan dua malam lagi untuk bisa menyaksikan acara hiburan seton yang kadang-kadang disebut sodoran. Karena Jaka Kahiman dan rombongan datang pada bulan Puasa, mereka tidak mungkin bisa menyaksikan pesta Seton yang menghibur itu. Tetapi karena 1 Syawal jatuh pada hari Ahad atau Senin, rombongan Jaka Kahiman dapat dipastikan menghadiri Pasowanan Agung Garebeg Syawal, bersama-sama dengan tamu-tamu yang lain.
Hal ini bisa dilihat pada catatan tokoh kula pada halaman 42 Naskah Kalibening itu yang berbunyi sbb: ”Wataking nagara, manungsa kabektan name….”
Kalimat tersebut menunjukkan tokoh kula sebagai anggota rombongan Bagus Mangun Jaka Kahiman yang kemungkinan besar berpangkat Carik Kadipaten Wirasaba, ikut hadir dalam pasowanan Garebeg Syawal yang pasti dilaksanakan setelah salat Idul Fitri di Masjid Kraton Pajang. Pasowanan agung Garebeg Syawal itu dihadiri Raja Pajang, para punggawa, para narapraja dan para tamu rombongan Adipati dari kadipaten bawahan Kraton Pajang. Pada acara pasowanan garebeg, memang pengawal dan pengikut Adipati bawahan dari sejumlah daerah yang hadir boleh ikut dalam pasowanan agung.