Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jaka Kahiman Sowan Raja Pajang dalam Naskah Kalibening (07)

6 Januari 2016   07:02 Diperbarui: 27 Januari 2016   07:17 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seri Tinjauan Kritis Buku Hari Jadi Banyumas 22 Pebruari 1571(07)

Hal 42-43 teks Naskah Kalibening berbunyi sbb :

“…penget gen kula nyanggi suguh tuwan. Tuwan rencangipun, awit bulan(?) denyangi…Pajang sebert(y)angga 3 di(n)ten ta ingkang rama 27 wulan Puasa di(n)ten Rebo sonten. Pajang mingak-minguk ling wong ngarunge sapucung. Wataking nagara, manungsa kabektan name. Raning sala(?) pratela yen me-“(halaman 42)

“peget gen kula imah-imah ing wulan Rejep tanggal kaping 15….”(halaman 43).

Dengan menggunakan analisa filologi, teks hal 42 dan 43 dapat diinterpretasikan, ditafsirkan dan dibayangkan sebagai satu kesatuan kisah dengan teks yang mendahuluinya, yakni teks hal 41. Jika teks hal 41 menceriterakan persiapan perkawinanan Jaka Kahiman yang baru saja mendapat anugerah Tuhan berupa keris pusaka Kyai Gajah Hendra, maka hal 43 menceriterkan hari pernikahan Bagus Mangun Jaka Kahiman dengan Rr.Sukartimah yang berlangsung pada bulan Rejeb tanggal 15.

Sedangkah hal 42 mengisahkan perjalanan Sang Pengantin, Jaka Kahiman yang dalam teks itu disebut tuwan oleh penceritera yang menyebut dirinya dengan tokoh”kula”. Pada hal 42 itu diceriterakan bahwa tokoh “kula” sudah menyanggupi kepada Sang Pengantin, jika harus menemani pergi ke Pajang. Bahkan janjinya sudah lama, tetapi tokoh “ kula”, lupa kapan bulannya. Siapakah tokoh “kula” halaman 42 dan 43?

Rupanya dia adalah salah satu abdi kesayangan Sang Pengantin. Bisa jadi dia adalah salah satu anak buah kepercayaan Ki Mranggi Kejawar, sehingga dia menyebut kata “rama” yang tidak lain adalah Kyai Mranggi Semu yang rupanya ikut mengantarkan Sang Pengantin ke Pajang. Kyai Mranggi Semu rupanya ditugaskan Adipati Wirasaba VI mengantarkan anak angkatnya Bagus Mangun Jaka Kahiman mewakili besannya sekaligus mertua Sang Pengantin. Tokoh “kula” menceriterakan bahwa perjalanan ke Pajang perlu waktu 3 hari, pada Hari Rabu sore, tanggal 27 bulan Puasa mereka tiba di Pajang. Tokoh kula rupanya baru menginjakkan kakinya di Pajang, sehingga dia kagum, bingung dan terpesona dengan kemegahan Kraton Pajang yang tengah besiap-siap menyambut Garabeg Syawal yang akan berlangsung hanya tinggal menunggu 4 malam lagi.

Tokoh “kula” dengan jelas meceriterakan dalam teks hal 42 tersebut, kekaguman, kebingungan dan keheranan suasana Kraton Pajang yang baru dilihatnya dengan ungkapan khas orang kagum, ” mingak-minguk ling wong ngrunge sapucung”. Kata pucung itu lambang kebingungan bagaikan orang menebak teka-teki silang alias cangkriman.

Karena tanggal 27 Puasa jatuh pada hari Rabu sore, maka malam-malam yang harus dilewatinya adalah malem Kamis(28), malem Jum’at(29), malem Sabtu(30). Dengan demikian malam takbiran akan jatuh pada malem Ahad dan 1 Syawal akan jatuh pada Hari Ahad. Perlu diketahui, lama Puasa pada Jaman Pajang-Mataram selalu diistikmalkan jadi 30 hari. Dan pergantian hari kalender hijriyah terjadi mendekati Magrib. Orang Jawa membedakan pergantian waktu dengan menyebut “Rebo sonten” sebelum bergantian tanggal dan “malem Kamis” untuk tanggal yang baru. Jelas dari teks tersebut Rabu sonten adalah masih hari Rabu, masih tanggal 27 Puasa, belum masuk hari Kamis tanggal 28 Puasa.

Namun bisa jadi tokoh kula lupa sehingga dia mencampuradukan antara waktu Rebo sonten yang masih tanggal 26 Puasa dengan malem Kamis yang sudah masuk tanggal 27 Puasa. Rabu sonten diingat sebagai hari waktu rombongan Jaka Kahiman tiba di Pajang, tetapi tanggalnya lupa. Sedangkan tanggl 27 Puasa diingat oleh tokoh kula, tetapi harinya lupa. Tanggal 27 Puasa dapat dipastikan mudah diingat karena malam itu adalah malam ganjil bulan Puasa yang dipercaya sebagai salah satu dari malam-malam ganjil lailatul qodar di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Suasana malem Kamis atau Rabu malam, Masjid Pajang dapat dipastikan ramai bukan hanya oleh jamaah yang shalat taraweh di Masjid. Tetapi bisa juga Raja Pajang berkenan hadir sekalipun hanya menengok setelah shalat taraweh selesai. Dan makanan jaburan dapat dipastikan pada malem Kamis tanggal 27 Ramadhan itu sangat melimpah ruah, karena Kerajaan Pajang pasti akan menyediakannya sebagai bagian dari ibadah meramaiakan malam-malam ganjil tanggl 27 Ramadhan yang memiliki kedudukan istimewa dalam Mashab Syafii yang dianut Kerajaan Demak-Pajang. Menurut Imam Syafii, malam laitul qodar terjadi pada malam ganjil tanggal 27 Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun