Raden Arya Wiryaatmaja adalah Patih Kabupaten Purwokerto. Namanya terus berkibar dan bersinar, sehingga dikenang orang hingga jaman kita sekarang ini. Dia adalah seorang tokoh dengan menyandang banyak nama pujian. Seorang perintis, pelopor, pembaharu, birokrat professional, sampai seorang budayawan dengan kualitas pujangga. Namun di antara nama besar yang disandangnya, Patih Kabupaten Purwokerto di penghujung abad ke-19 M dan di awal abad ke-20 M itu, sangat termashur sebagai perintis lumbung desa, rumah gadai, dan Bank Perkreditan Rakyat di daerah Lembah Serayu, Banyumas.
Kepeloporannya dalam perintisan Bank Rakyat, menyebabkan sosok Patih Kabupaten Purwokerto itu, diabadikan dalam bentuk patung di samping Gedung Musium Bank Rakyat Indonesia di Kota Purwokerto. Memang Bank Rakyat yang dirintis Patih Raden Arya Wiryaatmaja bersama-sama Wakil Residen Banyumas pada tahun 1895 M itu, menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang sekarang telah menjadi salah satu bank dengan asset papan atas dari bank-bank BUMN yang beroperasi di tanah air kita. Tahun 2014 total asset BRI mampu menembus angka Rp778 triyun.
Kisah Patih Raden Arya Wiryaatmaja menjadi perintis berdirinya Bank Rakyat di Purwokerto itu sangat populer sehingga nyaris telah menjadi semacam legenda yang dengan mudah diingat oleh memori publik.
Alkisah pada suatu ketika pada tahun 1894, Patih Arya Wiryaatmaja menghadiri undangan pesta khitanan seorang guru. Tentu bagi guru tersebut merupakan suatu kehormatan besar, bisa didatangi oleh Kanjeng Patih. Tidak disebutkan apakah Sang Bupati Kanjeng Purwokerto juga diundang dan hadir dalam acara hajatan anak lelaki kesayangan guru tersebut.
Tetapi yang membuat Sang Patih terhenyak dan bertanya-tanya selama hadir dalam acara itu adalah dari mana guru itu memperoleh biaya untuk bisa menyelenggarakan pesta yang begitu meriah? Gajih seorang guru gubernemen pada saat itu hanyalah sekitar 75 gulden/bulan. Sedang gajih seorang mantri guru sekitar 150 gulden per bulan.
Penasaran dengan teka-teki itu, Sang Patih mencoba melakukan penyelidikan. Beberapa hari setelah selesai hajatan, guru tadi dipanggil. Ternyata hasil investigasi Sang Patih membuat dirinya terhenyak. Guru itu ternyata mendapatkan beaya untuk menyelenggarakan perayaan hajatan dengan cara meminjam kepada seorang rentenir China dengan bunga sangat tinggi. Sang Patih pun menduga pastilah banyak para pegawai gubernemen yang terjerat menjadi mangsa lintah darat sehingga bernasib malang seperti guru itu.
Akhirnya Sang Patih memberikan solusi. Ditawarkannya pinjaman dengan bunga rendah guna melunasi hutang guru tersebut. Jangka waktu pelunasannya pun cukup panjang, yakni 20 bulan, sehingga cicilan bulanannya sangat ringan dan terjangkau oleh kemampuan gajih sang guru.
Dengan senang hati guru itu menyutujui tawaran Sang Patih. Patih Wirjaatmadja pun menggunakan uang pribadinya untuk melunasi hutang guru tersebut, sehingga hutangnya beralih kepada Sang Patih. Dengan uluran tangan ini, guru itu pun terbebas dari jeratan rentenir.
Patih Wirjaatmaadja menduga tidak hanya guru tersebut yang terjerat hutang rentenir dan Sang Patih yang berhati mulia itu berniat tidak ingin hanya menolong guru itu saja. Memang setelah melakukan penelitian secara seksama, terlihat fakta memprihatinkan. Banyak di antara pejabat pangreh praja dan pegawai negeri Pribumi terlibat hutang dengan bunga tinggi dan menghadapi kesulitan dalam pengangsurannya.
Kebetulan Sang Patih adalah aktivis masjid. Dia dikenal sebagai ahli keuangan yang cakap. Maka Patih Wirjaatmadja pun mendapat kepercayaan untuk mengelola uang kas masjid dengan jumlah mencapai 4000 gulden. Bayangkan, gajih seorang bupati saat itu sekitar 1000 gulden. Dengan gambaran itu, dapat disimpulkan bahwa masjid yang dikelola Sang Patih itu cukup makmur.
Dengan terlebih dahulu minta ijin atasannya, Patih Wirjaatmadja memperluas penggunaan kas masjid itu untuk dipinjamkan kepada para pegawai negeri, para petani, dan tukang yang terjerat hutang. Selanjutnya untuk menampung angsuran dari para peminjam uang kas masjid itu, Patih Wirjaatmadja membentuk lembaga semacam bank yang diberi nama " DE POERWOKERTOSCHE HULPEN SPAARBANK DER INLANDSCHE HOOFDEN " (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pribumi Purwokerto).