Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Novel: Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka(78)

19 April 2015   08:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14291554691677208720

“Dalam syarat nomor lima,” kata Sang Dewi melanjutkan. “Disebutkan calon mempelai pria harus turun dari tandu dan mendatangi tandu calon mempelai wanita. Pada saat mempelai pria, Pulebahas, membuka kelambu tandu calon mempelai wanita, karena terkejut, si Lutung Kasarung akan marah. Apalagi yang mendatangi si Lutung, orang yang belum dikenal dan belum pernah dilihatnya. Pasti si Lutung Kasarung akan meloncat menyerang ke pundak Pulebahas dan akan menyerang leher dan bagian kepala lainnya. Pada saat itulah Raden Kamandaka yang menyamar sebagai Uwak Lengser, harus siap untuk menghabisi Pulebahas yang sedang diserang si Lutung.” kata Sang Dewi. Seperti biasa Sang Dewi kembali diam sejenak.

“Dewi lanjutkan lagi ya,” kata Sang Dewi pula,  “Untuk memenangkan perang, tidak ada jalan lain bagi Kanda Kamandaka kecuali harus secepatnya menewaskan Pulebahas. Kita anggap saja Kanda Kamandaka sukses secepat kilat menewaskan Pulebahas. Kanda Kamandaka harus bergerak cepat memindahkan calon mempelai wanita ke dalam tandu calon mempelai putra. Pasukan sektor barat harus bergerak cepat melindungi tandu pengantin pria yang sudah berisi calon mempelai wanita.

“Pasukan dari sektor barat juga harus bisa menghalang-halangi agar serangan Raden Kamandaka kepada Pulebahas tidak terlihat oleh pasukan dari selatan. Satu lagi tugas berat dari pasukan sektor barat yakni mengamankan 40 putri kembar perawan suci yang ada dibelakang tandu dari Nusakambangan”, kata Sang Dewi.

“Empat puluh putri kembar  perawan suci  itu besar kemungkinan akan dipimpin oleh tiga prajurit wanita kembar yang dimiliki Kerajaan Nusakambangan. Tugas berat seluruh pasukan Pasirluhur-Dayeuhluhur, tidak boleh ada satu pun dari 40 putri kembar dan tiga prajurit wanita kembar yang mengawalnya itu sampai terluka, cedera, apalagi sampai ada yang tewas” kata Sang Dewi mengingatkan pentingnya mengamankan para gadis pengiring calon mempelai pria dari Nusakambangan.

“Kanda Kamandaka juga harus cepat menugaskan beberapa pasukan dari utara untuk mengangkat tandu dari Nusakambangan yang sudah bersisi calon mempelai wanita bergerak ke arah utara. Karena itu pasukan sektor utara harus memberi jalan untuk lewat tandu pengantin dari Nusakambangan. Jika tandu pengantin begerak cepat ke utara otomatis barisan putri kembar perawan suci yang mengawal tandu pengantin akan terbawa bergerak ke utara. Setelah barisan gadis lewat semua, pasukan barat menutup jalan bagi pasukan Nusakambangan yang ada dibelakang barisan gadis pengawal pengantin.

“Penyelesaian akhir, menghadapi pasukan Nusakambangan di sektor selatan. Tiga panglima mereka Puletembini, Surajaladri, dan Singalaut, menjadi tugas Dinda Wirapati, Dinda Silihwarna dan Dimas Arya Baribin untuk melumpuhkannya mereka. Demikian gambaran rencana operasi memenangkan perang. Jika pasukan gabungan Pasirluhur-Dayeuhluhur  memiliki disiplin yang tinggi, dan terus menerus melakukan latihan, Dewi yakin, perang menaklukan Kerajaan Nusakambangan akan dimenangkan oleh gabungan prajurit Pasirluhur-Dayeuhluhur,” kata Sang Dewi mengakhiri penjelasannya.

“Silahkan jika ada yang akan menanggapi. Singkat saja, karena sebentar lagi malam akan segera tiba, dan Ki Patih sudah mau istirahat,” kata Kanjeng Adipati.

Ki Patih yang kini wajahnya selalu cerah itu  hanya tersenyum. Dia tahu Kanjeng Adipati mengira bahwa dirinya sudah mengantuk. Padahal Ki Patih sedang terkagum-kagum pada uraian Sang Dewi yang sangat menarik itu.

“Ki Patih merasa semua yang dipaparkan Ananda Dewi sudah jelas dan lengkap sekali. Tinggal menindaklanjuti saja. Yang tidak kalah pentingnya menurut Paman  adalah persiapan untuk melatih prajurit. Masih ada waktu 120 hari. Paman rasa cukup waktu. Paman usulkan, bila dapat disetujui, Pusat Komando Perang kelak dipusatkan di kadipaten saja. Jadi nanti mulai dari Dewan Penasihat Perang, Panglima Tertinggi, dan para Panglima Komandan Sektor berkumpul dan merancang strategi di sini. Kalau di kepatihan, terlalu sempit,” kata Ki Patih yang membuat Kanjeng Adipati mengangguk-anggukan kepalanya.

Semua yang hadir setuju dengan usul Ki Patih. Kanjeng Adipati mengucapkan terima kasih kepada Ki Patih yang masih bisa menyumbangkan buah pikirannya. Pertemuan pun memasuki tahap akhir. Raden Kamandaka memberi isyarat pada Raden Silihwarna untuk berbicara sebelum pertemuan ditutup oleh Kanjeng Adipati.

“Kanjeng Uwa Adipati, Kanjeng Ibu, Paman Patih, dan Ayunda Dewi, karena pertemuan sudah selesai, maka kami berdua mohon doa restu agar selamat pulang ke Pakuan untuk menyampaikan kabar gembira kepada Ayahanda Sri Baginda Prabu Siliwangi. Rencananya kami akan berangkat besok pagi. Jika tidak ada halangn dua puluh hari lagi, kami berdua akan kembali lagi ke sini,” kata Raden Silihwarna memohon ijin untuk kembali ke Pakuan Pajajaran esok paginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun