Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka(43)

10 September 2014   12:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:08 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14099673501391679540

“Raden Banyakcatra?” tanya Ki Patih, ketika kembali ingat kepada nama yang baru disebut  Raden Banyakngampar yang sedang  menikmati pisang kepok rebus yang manis itu.

Ki Patih  diam lagi, keningnya berkerut lagi. Ki Patih  mencoba mengingat-ingat nama itu. Tetapi memang dia merasa belum pernah mendengar nama itu. Hanya saja  kalau dilihat sepintas kilas wajah dan penampilan ksatria Pajajaran yang ada di depannya itu,  mirip sekali dengan Kamandaka.

“Apakah Kamandaka itu Raden Banyakcatra? Tetapi jika Kamandaka putra Kerajaan Pajajaran yang sedang dicarinya, tidak mungkin dia melakukan perbuatan yang memalukan itu. Sebab buat apa?” Ki Patih bertanya-tanya  dalam hati.

Akhirnya Ki Patih menyimpulkan dari  informasi yang diperoleh dari Kanjeng Adipati,  Kamandaka bukanlah Raden Banyakcatra. Sebab menurut hasil penyelidikan Kanjeng Adipati, Kamandaka itu keponakan seorang penjudi botoh sabung ayam  dengan reputasi yang jelek, Ki Kertisara Pangebatan.

“Kira-kira seperti apakah wajah mendiang ibunda  Raden ?” tanya Ki Patih.

“Ayahanda Sri Banginda Prabu Siliwangi pernah menyebutkan bahwa wajah mendiang ibu mirip wajah  Dyah Pitaloka yang gugur di medan Bubat,” jawab Raden Banyakngampar.

Kembali Ki Patih diam sejenak. Tentu saja Ki Patih tahu, siapa Dyah Pitaloka, Mawar Galuh yang telah membuat Raja Hayam Wuruk  mabuk kepayang. Sayang sekali kisah cinta Raja Hayam Wuruk- Dyah Pitaloka itu berakhir dengan tragedi Bubat yang  menyebabkan kematian Dyah Pitaloka.

“Sepengetahuan Paman, Sang Dewi Dyah Pitaloka dipusarakan di makam keluarga raja-raja Galuh di Sanghiyang Linggahijyang, di Kawali. Karena itu jika sukma Sang Dewi Dyah Pitaloka akan berinkarnasi, pastilah pilihannya akan jatuh pada gadis-gadis di Kadipaten Galuh. Karena itu, seharusnya Raden mencari kakak Raden, bukan di Pasirluhur, tetapi di Kadipaten Galuh. Paman yakin, Raden Banyakcatra ada di Kadipaten Galuh.”

“Ya, itulah Paman, kesalahan Ananda, tidak mampir lebih dulu ke Kadipaten Galuh. Karena menurut ayahnda Sri Baginda, kanda Banyakcatra pernah berceritera bahwa semua kadipaten di sebelah barat Sungai Citanduy sudah pernah didatangi untuk mencari gadis idaman hatinya. Tetapi jerih payahnya tidak berhasil. Menurut pengakuan kanda Banyakcatra kepada ayahanda, hanya kadipaten-kadipaten yang ada di sebelah timur Sungai Citanduy yang belum pernah didatangi. Karena itu, menurut ayahanda, kanda Banyakcatra pastilah ada di Kadipaten Pasirluhur,” Raden Banyakngampar menjelaskan kepada Ki Patih.

Seorang bujang yang dipanggil Ki Patih datang menghadap, ”Hamba siap menerima perintah Ndara Patih,” kata bujang laki-laki itu dengan taksim.

“Kuda tamuku ini, bawalah ke tempat penambatan kuda di belakang. Besok dimandikan bareng-bareng dengan kuda kepatihan. Siapkan dan aturlah  yang baik kamar khusus untuk menerima tamu, dan siapkan pula santap siang,” Ki Patih memberikan perintah kepada bujang lelaki itu yang segera mundur setelah menerima perintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun