Selain solusi teknis bagi para petugas KPPS, ada solusi lain yang bisa digunakan oleh pemerintah agar Pemilu bisa berjalan dengan aman dan nyaman. Yaitu memanfaatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain TNI/Polri untuk membantu proses pemilu. Seharusnya PNS sebagai abdi negara tidak memiliki hak untuk memilih sebagaimana TNI/Polri.Â
Jika TNI/Polri memiliki fungsi sebagai stabilitas keamanan negara, maka PNS memiliki fungsi untuk memperlancar roda pemerintahan dengan melayani masyarakat, sehingga baik TNI/Polri dan juga PNS sama-sama bertanggung jawab kepada rakyat.Â
Bukankah PNS diharuskan untuk netral dengan tidak mengikuti politik praktis, tetapi dengan memiliki hak pilih tentu menjadi tidak netral. Dengan jumlah PNS mencapai 4,1 juta jiwa, jika setengahnya saja diwajibkan untuk membantu proses Pemilu, bukan tidak mungkin tingkat kesuksesan pemilu akan semakin tinggi.
Suka atau tidak suka, Pemilu di Indonesia masih jauh dari kata siap untuk dilakukan secara e voting. Luasan daerah yang berpulau-pulau, sarana dan prasarana informasi yang belum maksimal, hingga belum meratanya melek informasi dimasyarakat Indonesia akan menjadi hambatan yang sangat besar dalam pelaksanaan pemilu yang Jurdil dengan menggunakan sistem e voting.Â
Belum lagi ketidakdewasaan dari pihak yang kalah akan mengkambinghitamkan teknologi dalam pemungutan suara. Maka Pemilu dengan cara mencoblos kertas dan dihitung manual ditiap-tiap daerah adalah pilihan yang terbaik walaupun pahit bagi bangsa ini.
Sebenarnya berapapun angka korban jiwa, tetaplah sebuah nyawa tidak bisa dihitung nilainya. Namun apa yang terjadi pada Pemilu kali ini, itu merupakan risiko dari sebuah pesta demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H