Maka dari itu, terdapat aturan tidak tertulis bahwa seorang rektor PTN biasanya berasal dari komunitas warga atau suku pada wilayah PTN itu berada.
Kedudukan rektor acapkali bertautan dengan fungsi kekuasaan di pusat atau daerah. Pemimpin daerah biasanya akan menggandeng rektor PTN didaerahnya untuk pembangunan, karena dari universitas sumberdaya manusia terdidik bisa didapatkan. Seorang dosen yang menjadi rektor, dengan gelar minimal Doktor atau Profesor, tentu kapabilitas keilmuannya sudah mencapai tingkat tinggi, disinilah seorang rektor dituntut untuk mendorong riset-riset di universitasnya agar dapat diterapkan untuk kesejahteraan negara ini.Â
Rektor universitas harus juga dapat mewadahi sikap kritis para mahasiswanya, baik kritis terhadap keilmuan atau juga terhadap kondisi bangsa. Sebagaimana bekas mahasiswa, rektor selayaknya memiliki idealisme yang tidak pernah pudar. Sikap idealisme dan kritis seorang rektor terhadap kondisi masyarakat tentu akan menjadi contoh bagi mahasiswanya.Â
Selain Prof.Dr.Iskandar Alisjahbana yang memilih bersebrangan dengan Soeharto, bisa diambil contoh juga sikap Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang mengkritik kebijakan Soekarno, atau bahkan pengorbanan nyawa Prof Safwan Idris, rektor aktif UIN ar-Raniry  ditahun 2000, yang ditembak di rumahnya. Penembakan ini ditenggarai sebagai buntut konflik Aceh pada waktu itu.
Sekiranya seorang rektor bukan saja pemimpin disebuah universitas, tetapi juga representasi dari ketokohan seseorang yang berilmu tinggi, apalagi dengan gelar Profesor didepannya. Representasi tersebut membawa penilaian dan harapan masyrakat akan pencetakan generasi muda dan sarjana serta gelar pendidikan lainnya yang unggul, tidak hanya dari segi keilmuan tetapi juga dari sisi akhlaknya.Â
Tapi bagaimana akan timbul kepercayaan dari masyarakat, jika pemilihan rektor saja sudah menggunakan makelar oleh orang-orang macam Romi. Semoga percaloan seperti yang diungkap pada twit dan pernyataan pak Mahfud hanya ada pada segelintir kampus saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H