Mohon tunggu...
Ankiq Taofiqurohman
Ankiq Taofiqurohman Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Orang gunung penyuka laut dan penganut teori konspirasi. Mencoba menulis untuk terapi kegamangan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Rektor, Mimpi Besar Para Dosen

21 Maret 2019   09:50 Diperbarui: 21 Maret 2019   10:19 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://jambi.tribunnews.com

Persis sebagaimana seorang mantan gubernur/walikota akan kembali menjadi warga biasa, namun ini berada pada lingkup tempat kerja/profesi, akibatnya seorang mantan rektor harus memiliki mental yang kuat, jika tidak, dapat terkena post power syndrome.

Jabatan struktural rektor berbeda dengan instansi di Pemda, kepolisian atau militer; paling mudah menganalogikannya bisa dilihat pada instansi kepolisian, biasanya jika seorang polisi telah menjadi Kapolda, maka dia akan meniti karir pada tingkat yang lebih tinggi atau sederajat, tidaklah mungkin kembali mundur menjadi Kapolres apalagi menjadi penyidik biasa. Tidak mungkin juga seorang polisi berpangkat bintang menjadi bawahan seorang Kombes.

Bagi civitas akademik (dosen, tenaga administrasi dan mahasiswa) suatu perguruan tinggi, Pemilihan Rektor (Pilrek) memiliki kesan bagai pesta demokrasi. Hal ini terjadi karena Pilrek tidak ubahnya sebuah pilkada, walaupun mekanisme pemilihannya berbeda. 

Pada Pilrek terdapat kandidat yang dapat diisi siapa saja dengan syarat-syarat khusus administrasi dan akademik tanpa melihat senioritas. Pilrek bagai pemilu zaman orde baru, rektor dipilih berdasarkan senat guru besar (para profesor) sebagai wakil dari civitas akademi, jika PTNnya belum berstatus Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTN-BH) atau oleh Majelis Wali Amanat (yang berisi wakil-wakil dari civitas) bila PTN telah memiliki status PTN-BH seperti misalnya Universitas Indonesia atau Institut Teknologi Bandung. 

Lalu ada kewenangan menteri pendidikan atau menteri agama untuk memberikan suara dan menyetujui hasil Pilrek sebesar 35% dari total suara Pilrek, bagian inilah yang rawan akan percaloan dan sengkarut kepentingan seperti yang disangkakan kepada Romi. 

PTN tak ubahnya bagai ladang untuk mengais pengaruh, simbiosis mutualisme antar rektor dengan para pemegang kekuasaan acap kali terlaksana. Bagi seorang rektor, dikenal oleh para pembesar membuka peluang dekat dengan istana, jabatan menteri atau sekelas Dirjen tentu menjadi kedudukan yang lumayan. 

Keuntungan lain menjadi seorang rektor dapatlah dikonotasikan sebagai pemilik kekuasaan, ambil contoh bagaimana pengaruh rektor Universitas Negeri Jakarta (IKIP Jakarta) periode 2014-2018, Prof.Dr.H.Djaali, yang memiliki sanak famili dalam lingkar kampusnya.

Keuntungan bagi suatu rezim berpihak pada seorang rektor bisa dikatakan untuk "berjaga-jaga dan berlindung" dari sikap kritis mahasiswa. Diwarsa tahun 70-80an saat orde baru menguat, sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintahan diberangus dengan kekuatan militer. 

Para rektor yang memiliki idealisme, tentu tidak tinggal diam, mereka berusaha sekuat tenaga melindungi para mahasiswanya dari cara-cara militer. Akibatnya banyak rektor PTN yang diganti secara sepihak oleh penguasa waktu itu, seperti misalnya rektor ITB, Prof.Dr.Iskandar Alisjahbana, yang secara terang "berdiri" dibelakang mahasiswa saat protes terhadap rezim saat itu. 

Sejak itulah rezim daripada Soeharto melakukan "pendekatan" bagi para calon rektor, dan pendekatan dalam penentuan calon rektor masihlah ada hingga kini dengan bentuk yang berbeda-beda.

Selain untuk "pengamanan", fungsi simbiosis tersebut adalah untuk mendulang simpati bagi para pembesar, sebab rektor-rektor PTN ditiap daerah adalah representasi dari tokoh pendidikan pada daerahnya masing-masing yang posisinya bisa disetarakan dengan tokoh agama atau tokoh adat daerah setempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun