Mohon tunggu...
Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sudikah Kau Menjadi Kampungku?

1 April 2018   23:11 Diperbarui: 1 April 2018   23:09 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga tiba masa, kampung adalah haribaan paling sederhana dari semua cita,

semua cinta, juga semua tangkupan doa. Sesal lalu menabur.

Penyesalan lalu menghambur. Musnanya udara yang membujur

dari rongga dada beriringan langkahnya dengan umur. Tak dapat kiranya

dipungkiri, tapak-tapak kaki lalu sarat dengan ceceran darah dari luka

yang kita garit sendiri, dari pagi hingga pagi

ke seratus ribu pagi lagi.

Pernahkah kemudian kita sadari

bahwa penyair, presiden, pencuri, bahkan nabi,

juga memiliki; sepetak hamparan debu berkerikil batu yang bersaksi

akan kekampungan mereka di saat kanak, saat kekampungan mereka menari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun