Mohon tunggu...
Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tragedi Menggiring Opini

11 November 2009   03:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Anjrah Lelono Broto, Litbang LBTI

Pasca ledakan bom yang mengguncang Hotel JW Marriott dan Ritz Charlton di kawasan Mega Kuningan (Jum’at, 17/07), media massa tanah air berlomba-lomba melansir pemberitaan seputar Petaka Jum’at Pagi Kelabu tersebut. Herannya, pemberitaan yang dilansir oleh media massa kita tersebut cenderung bersifat spekulatif, imajinatif, dan ‘memaksa’. Dalam konteks humanisme, pemberitaan yang non-faktawi dan mengandung unsur pemaksaan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Secara gamblang, media massa dalam mengemas pemberitaannya seputar Petaka Jum’at Pagi Kelabu tersebut hanya bertujuan untuk giring-menggiring opini publik, padahal model kemasan pemberitaan seperti ini jelas bertentangan dengan kaidah-kaidah jurnalistik investigasi yang berpijak pada objektivitas.

Sehari pasca ledakan yang menggagalkan rangkaian agenda Tour De Asia Manchester United (MU) ke Indonesia, media massa menjejali benak publik di tanah air dengan pemberitaan visualisasi gambar-gambar rekaman kamera CCTV di sudut-sudut kedua hotel. Dalam pemberitaaan di media televisi, secara berulang-ulang gambar tersebut ditayangkan waktu demi waktu sebagai bagian yang paling menarik dari materi pemberitaan. Tayangan tersebut diramaikan dengan aksesoris berupa kajian historis, narasumber yang tidak terkait secara langsung dengan peristiwa, bahkan ungkapan-pernyataan selebritis yang mondar-mandir di layar kaca sebagai bagian dari jurnalisme infotainmen.

Penyimpangan kaidah-kaidah jurnalistik investigasi memasuki ranah pelanggaran HAM tatkala dalam perlombaan menyajikan kebaruan materi pemberitaan media massa menyajikan informasi yang spekulatif dan imajinatif. Materi pemberitaan yang masih nir objektivitas dikemas ala sinetron dengan penyangatan di sana-sini sehingga menggiring interpretasi dan persepsi berlebihan di mata publik. Pada babak inilah Tragedi Giring-Menggiring Opini diawali.

Bukan Berita Biasa (BBB)

Beberapa jam pasca Petaka Jum’at Pagi Kelabu, media massa, khususnya televisi telah berpacu dan bersaing berebut perhatian publik dengan melansir informasi terkini di lapangan. Media massa cetak juga tidak mau ketinggalan, kejadian yang berlangsung pada pagi hari tersebut lazimnya akan menjadi pemberitaan pada esok harinya, akan tetapi situs-situs website masing-masing media massa telah di-update dengan pemberitaan yang baru terjadi beberapa jam lalu. Dalam perspektif media, hal ini tergolong sebuah aksian yang umumnya dipicu oleh adanya ‘bukan berita biasa’ (BBB).

Kala itu, tayangan-tayangan pemberitaan disarat-padati tuturan saksi mata, video-video amatir, dan respon masyarakat secara umum. Beberapa analis, pengamat, maupun selebritis dihadirkan untuk ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya nir objektivitas, karena cenderung intuitif-individualistik yang kaya dengan imajinasi, asumsi, dan prediksi. Bahkan beberapa media massa, secara spekulatif, telah melansir pemberitaan bahwa Amerika Serikat, Inggris, dan Australia telah mengeluarkan kebijakan travel warning ke Indonesia bagi warganya. Padahal, masing-masing negara belum mengeluarkan statemen tertentu kecuali ungkapan-ungkapan keprihatinan. Logiskah mengeluarkan kebijakan travel warning dengan hanya berpijak pada peristiwa yang terjadi beberapa jam yang lalu? Menurut saya, pemberitaan ini hanya dilatarbelakangi oleh spekulasi yang bertolak pada ketidakpastian kunjungan MU ke Indonesia, yang notabene akan menginap di hotel JW Marriott.

Di sisi lain, kondisi beberapa jam pasca ledakan adalah keadaan yang masih tersamar. Kepolisian sebagai institusi yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban negara, tentu saja, masih pada tahapan awal penyidikan. Akibatnya, media massa yang terikat dengan prinsip ke’kini’an terseok-seok mencoba menghadirkan materi pemberitaan terbaru bagi publik. Belum tersedianya informasi data yang valid, memungkinkan media massa berselingkuh dari objektivitas dan terperosok dalam jurang pemberitaan spekulatif dan imajinatif, serta ‘memaksa’.

Spekulasi dan imajinasi dalam materi pemberitaan ‘memaksa’ publik untuk mengamini opini bahwa dalang Petaka Jum’at Pagi Kelabu adalah The Living Terorist Legend Noordin M Top, satu lagi warganegara Malaysia yang ‘Metal’ (sayang bukan ‘Melayu Total’, melainkan ‘Mengebom Total’) selain mendiang Dr. Azahari. Kemudian, media massa juga ‘memaksa’ publik untuk mengamini bahwa aksi peledakan bom ini terkait dengan Jamaah Islamiyah (JI), Ustadz Abu Bakar Baasyir, dan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki. Pemaksaan untuk mengamini ini kian menguat ketika media massa melansir nama Nur Hasbi atau Nur Said sebagai pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott.

Dengan kemasan jurnalisme investigasi, media massa melansir pemberitaan bahwa Nur Hasbi atau Nur Said adalah jebolan Ponpes Al Mukmin Ngruki yang seangkatan dengan Asmar Latin Sani, salah satu tokoh teroris di Indonesia. Berulang kali, media massa menayangkan foto wajah Nur Hasbi atau Nur Said yang berkacamata hitam dengan pose ndeso yang katrok. Dampaknya sungguh luar biasa bagi warga Katekan, Ngadirejo, Temanggung Jawa Tengah. Kampung mereka secepat kilat beredar luas di berbagai media massa, friendster, facebook, bahkan obrolan warung kopi dari Sabang sampai dengan Merauke. Tentu saja, kenyataan pahit ini menjadi peristiwa yang tidak terlupakan bagi warga Katekan, Ngadirejo, Temanggung.

Dengan kemasan tayangan reality show yang sarat dengan dramatisasi, media televisi menayangkan gambar kediaman orang tua Nur Hasbi atau Nur Said yang tertutup rapat. Efek dramatisasi ini kian terlihat ‘memaksa’ publik untuk mengamini opini media massa, ketika tayangan gambar kediaman orang tua Nur Hasbi atau Nur Said tersebut dipadu-padankan dengan tayangan rekaman CCTV Hotel JW Marriott yang menampilkan lelaki bertopi yang diduga sebagai Nur Hasbi dan pelaku bom bunuh diri. Tayangan ini berulang-ulang ditampilkan ke publik, sehingga efek penyangatan giring-menggiring opini kian kentara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun