Mohon tunggu...
Anjik Setiawan
Anjik Setiawan Mohon Tunggu... Relawan - Seorang relawan sosial

Menulis cerita dan gagasan dengan sudut pandang yang yang membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak-anak Menjadi "Tahanan" Rumah

25 Maret 2020   08:50 Diperbarui: 25 Maret 2020   08:54 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya pemanis saja. Menceritakan sebelum menjadi tahanan rumah. | dokpri

Hari ini libur. Biasanya kalau liburan kerja seperti ini anak minta jalan-jalan. Entah ke mana yang penting jalan-jalan. Setidaknya bermain di kidszone. Atau wisata kuliner.

Namun kondisi lingkungan sedang tidak mendukung. Virus baru itu bisa menyerang kapan saja saat kita mendatangi kerumunan.

Istri saya uji ajak jalan-jalan. Alhamdulillah menyatakan secara tegas. Tidak mau jalan-jalan. Karena membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Sudah pekan kedua sekolah diliburkan. Libur ditambah sampai tanggal 5 April karena wabah semakin meluas. Jumlah yang positif terjangkit semakin banyak.

Akhirnya anak-anak menjadi tahanan rumah. Alias melakukan apapun cukup dirumah.

Mereka disuruh belajar di rumah. Diimbau tidak kemana-mana. Di rumah saja. Belajar di rumah saja.

Para guru menyampaikan tugas dirumah melalui WA grub wali murid. Suruh menggabar. Kadang ada tugas sholat dhuha lalu di vidio saat anak sholat. Kadang juga disuruh mengahafal surat pendek dan doa-doa.

Perayaan nyepi hari ini seakan-akan banyak yang merayakan. Karena jalan depan rumah sepi. Tidak seperti biasa. Pintu-pintu banyak yang ditutup. Biar anak-anak tidak pergi ke mana-mana.

Ponakan pun yang setiap hari main kerumah juga jarang datang. Padahal setiap malam selalu kesini untuk belajar dan selanjutnya lihat tv sampai larut malam. Karena tidak boleh kemana-mana.

Sudah jauh-jauh hari. Kami sekeluarga rencana akan pergi ke Lamongan. Mengahadiri acara 40 mertua yang meninggal bulan kemarin. Namun keluarga besar memutuskan untuk tidak mengumpulkan banyak orang. Hanya membagikan makanan untuk tetangga sekitar.

Akhirnya kami batalkan untuk ke sana.

Sebanarnya kasian, tapi harus dilakukan. Agar wabah tidak semakin menyebar. Akhirnya merugikan diri sendiri dan warga sekitar.

Ya betul. Ini untuk kebaikan mereka. Dan orang di sekitarnya. Karena pengalaman yang terjadi. Ada seseorang yang positif terjangkit, yang terjadi satu RT diisolasi. Semua dilarang keluar rumah apalagi bekerja. Termasuk keluarga satu rumah.

Tentu itu akan merepotkan para tenaga medis. Yang saat ini tenaganya terbatas. Dan alat pelidung diri saat bertugas juga terbatas. Karena distributor tidak siap dengan keadaan ini. Atau ada penimbunan lalu dijual dengan harga mahal. Atau, dijual keluar negeri.

Namun yang menyedihkan juga. Saat sekolah diliburkan. Para pedagang kecil yang biasa berjualan disekolah. Ke mana lagi mereka mencari nafkah?

Padahal, biasanya mencari nafkah mereka dengan berjualan makanan anak-anak.

Bersambung......
Ditulisan selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun