Selain itu, Pesantren Darussalamah tetap mempertahankan tradisi pendidikan madrasah diniyah salafiyah. Kurikulum yang digunakan mengacu pada kitab-kitab klasik seperti Taqrirot karya Mbah Yai Imam Faqih Asy'ari. Dengan kombinasi ini, Gus Tafid memastikan santri-santrinya tidak hanya menguasai ilmu lahir, tetapi juga mendalami ilmu batin melalui riyadhoh dan amalan-amalan khusus.
Jejak Keluarga dan Sanad Keilmuan
Secara nasab, Gus Tafid adalah putra dari pasangan Mbah Yai Munawwir Shalih dan Bu Nyai Munawwaroh. Ia juga pernah diasuh oleh pamannya, KH. Ali Mas'ud Pagerwojo, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Ud. Bahkan, Ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Kyai Jombang seperti Pendiri NU Mbah Yai Hasyim Asy'ari dan Mbah Yai Romly Tamim. Tak heran, Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) amat takzim ketika (beberapa kali) mengunjungi Darussalamah.Â
Sanad keilmuannya pun tak diragukan. Ia pernah nyantri di beberapa pesantren ternama seperti Tremas Pacitan, Bendo, dan Sumbersari Kediri. Pendidikan yang ia tempuh membentuk karakter dan visi dakwah yang kokoh.
Keberlanjutan Pesantren
Setelah wafatnya KH. Mustafid Munawwir, tongkat estafet kepemimpinan Pesantren Darussalamah dilanjutkan oleh istrinya, Bu Nyai Hj. Machsunah. Dengan tekad dan semangat yang diwarisi dari pendiri pesantren, Bu Nyai terus mengembangkan Darussalamah agar tetap menjadi mercusuar ilmu dan dakwah di tanah Krian.
Kehadiran Pesantren Darussalamah bukan hanya menjadi tempat pendidikan, tetapi juga simbol perjuangan dan pengabdian untuk umat. Semoga pesantren ini terus berkembang dan membawa kemaslahatan bagi generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H