Mohon tunggu...
Anjaya Wibawana
Anjaya Wibawana Mohon Tunggu... Freelancer - Pendidik

Ikuti proses tanpa protes

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Pesantren Darussalamah, Peninggalan Gus Tafid yang Menembus Zaman

23 Januari 2025   18:15 Diperbarui: 23 Januari 2025   18:11 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH. Mustafid bersama Bu Nyai Machsunah pendiri Pondok Pesantren Darussalamah Krian (Dokumen Krian)

Pondok Pesantren Darussalamah, yang terletak di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan salah satu pilar pendidikan Islam yang telah berakar kuat selama lebih dari 40 tahun. Pesantren ini dirintis oleh seorang santri muda bernama KH. Mustafid Munawwir, yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Tafid. Jejak pendirian pesantren ini penuh dengan kisah inspiratif yang dimulai pada dekade 1980-an di sebuah mushola kecil di Desa Katerungan, Kecamatan Krian.

Awal Perjalanan Gus Tafid

Selepas menyelesaikan pendidikan di Pesantren Darussalam Sumbersari, Kediri, Gus Tafid memulai perjalanannya dengan bekal kitab Taqrib. Dalam perjalanan ke Surabaya menggunakan kereta api, langkahnya terhenti di Krian. Di sana, ia mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang tidak sesuai dengan kaidah tajwid. 

Dorongan kuat untuk mengamalkan ilmunya membuat Gus Tafid mendekati orang tersebut dan menawarkan diri untuk mengajarinya mengaji. Dari interaksi sederhana itu, perlahan-lahan semakin banyak orang yang datang untuk belajar mengaji kepada Gus Tafid. Mushola kecil di Desa Katerungan menjadi saksi awal perjuangan dakwahnya.

Kisah Gus Tafid tak hanya berhenti di mushola tersebut. Ketulusannya mengajarkan Al-Qur'an membuat seorang warga menghibahkan sebuah rumah untuk dijadikan tempat tinggal sekaligus tempat mengaji. Lambat laun, pengajian ini menarik perhatian warga dari berbagai daerah, termasuk Desa Manunggal, Gresik.

Dakwah di Kalangan Abangan

Keistimewaan Gus Tafid adalah pendekatan lembutnya dalam berdakwah, termasuk kepada kalangan abangan dan mereka yang terjebak dalam dunia kelam. Salah satu kisah menarik adalah saat Gus Tafid mendekati sekelompok pemuda yang sedang mabuk. 

Dengan cara yang tidak biasa, ia bergabung dengan mereka, bahkan bertaruh minum minuman keras. Anehnya, Gus Tafid tetap tidak mabuk meski telah meminum beberapa gelas. Kejadian ini mengejutkan para pemuda tersebut hingga mereka bersedia meninggalkan kebiasaan buruk mereka dan mulai belajar agama bersama Gus Tafid.

Perkembangan Pesantren Darussalamah

Perkembangan Pesantren Darussalamah tak lepas dari visi besar Gus Tafid. Pada tahun 1993, ia mengambil langkah strategis dengan mendirikan gedung sekolah dan asrama untuk mendukung pendidikan formal di dalam pesantren. Kini, Pesantren Darussalamah memiliki jenjang pendidikan formal yang mencakup SD, SMP, dan SMA, semuanya terakreditasi sangat baik. Pesantren ini dikenal sebagai tempat yang mampu mencetak lulusan yang tidak hanya fasih membaca dan memahami kitab kuning, tetapi juga siap melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi terbaik.

Selain itu, Pesantren Darussalamah tetap mempertahankan tradisi pendidikan madrasah diniyah salafiyah. Kurikulum yang digunakan mengacu pada kitab-kitab klasik seperti Taqrirot karya Mbah Yai Imam Faqih Asy'ari. Dengan kombinasi ini, Gus Tafid memastikan santri-santrinya tidak hanya menguasai ilmu lahir, tetapi juga mendalami ilmu batin melalui riyadhoh dan amalan-amalan khusus.

Jejak Keluarga dan Sanad Keilmuan

Secara nasab, Gus Tafid adalah putra dari pasangan Mbah Yai Munawwir Shalih dan Bu Nyai Munawwaroh. Ia juga pernah diasuh oleh pamannya, KH. Ali Mas'ud Pagerwojo, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Ud. Bahkan, Ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Kyai Jombang seperti Pendiri NU Mbah Yai Hasyim Asy'ari dan Mbah Yai Romly Tamim. Tak heran, Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) amat takzim ketika (beberapa kali) mengunjungi Darussalamah. 

Sanad keilmuannya pun tak diragukan. Ia pernah nyantri di beberapa pesantren ternama seperti Tremas Pacitan, Bendo, dan Sumbersari Kediri. Pendidikan yang ia tempuh membentuk karakter dan visi dakwah yang kokoh.

Keberlanjutan Pesantren

Setelah wafatnya KH. Mustafid Munawwir, tongkat estafet kepemimpinan Pesantren Darussalamah dilanjutkan oleh istrinya, Bu Nyai Hj. Machsunah. Dengan tekad dan semangat yang diwarisi dari pendiri pesantren, Bu Nyai terus mengembangkan Darussalamah agar tetap menjadi mercusuar ilmu dan dakwah di tanah Krian.

Kehadiran Pesantren Darussalamah bukan hanya menjadi tempat pendidikan, tetapi juga simbol perjuangan dan pengabdian untuk umat. Semoga pesantren ini terus berkembang dan membawa kemaslahatan bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun