Mohon tunggu...
Sahabat Pendidikan
Sahabat Pendidikan Mohon Tunggu... Konsultan - Riset and Development

Writing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Dea Malela

17 Maret 2020   09:12 Diperbarui: 17 Maret 2020   09:18 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Terus terang saya baru dengar. Ada Sekolah Islam Internasional. Letaknya di Pamanggong Sumbawa NTB. Usianya baru 4 tahun. Namun, Kampusnya megah. Santri SMP-SMA sudah lebih dari 300 anak.

Niat awalnya, hanya mengikuti seminar di UM Surabaya : Mempersiapkan Scientist Muslim Dunia. Judulnya Wow. Disamping kehadiran Prof. Dr. M. Din Syamsuddin (DS). Juga ingin bersilaturrahim dengan keluarga besar Muhammadiyah.

Menariknya, acara dibuka dengan teleconference. Di UMS tersedia 3 layar lebar yang terhubung dengan videotron yang dimiliki sekolah tersebut. Ada beberapa santri didampingi Asatidz sudah bersiap di depan layar. Ayahanda, panggilan akrab santri langsung menyapa dengan bahasa arab dan Inggris. Makin penasaran saya dengan sekolah tersebut.

Singkat cerita. Ternyata DS merupakan pengasuhnya. Misi utama seminar lebih pada mencari bibit unggul di Sekolah Persyarikatan. Sepertinya, di setiap propinsi, DS sudah punya duta. Di Jatim dihandle oleh Ketua Majelis Dikdasmen PWM, Dr. Arbaiyah.

Pada umumnya Sekolah Islam Internasional memakai label IIBS. Islamic International Boarding School. Namun milik DS ini unik.

Dinamakan Pesantren Modern Internasional (PMI) Dea Malela . Kata pesantren modern ini sepertinya dinisbatkan pada almameternya, Gontor. Secara otomatis mengandung unsur Muhammadiyah. Tapi makhduf.

Sedangkan Dea itu mirip gelar Kyai di Jawa. Malela adalah kakek buyut DS. Sekaligus ulama pejuang di Sumbawa. Sampai akhir hayatnya, oleh Belanda diasingkan di Afrika Selatan. Konon, termasuk yang menginspirasi Nelson Mandela.

Saya bersyukur makin banyak sekolah Islam unggul bermunculan. Ini menambah kawah cadradimuka buat mencetak kader umat. Ilmuwan muslim kaliber dunia. Sebagai pengelola SMP IT Al Uswah, saya punya impian untuk mengembangkan world class school.

Ide membangun PMI ini berangkat dari kegelisahan DS. pertama, secara historis. Masa kejayaan Islam masa silam ditandai dengan banyaknya ilmuwan muslim. Sebut saja, Ibnu Sina. Selain alim, beliau juga ahli kedokteran.

Kedua, realita sekolah yang mampu menghasilkan siswa unggul. Kebanyakan Sekolah non muslim.

Rupanya usai menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah (2005 - 2015). DS mulai merealisasikan mimpinya. Tidak di Ibukota. Karena lahan mahal. Justru berdiri dekat dengan tanah kelahirannya. Saya suka slogan-nya : dari sumbawa untuk dunia.

Apa yang menarik dari PMI ?

Pertama, reputasi pengasuhnya. Mantan Ketua Ormas Islam Modern. Tokoh ICMI. Ketua MUI. Sekaligus tokoh perdamaian Dunia. Jadi label Internasional tidak hanya sekedar branding.

Tentunya tantangan bagi DS yang sudah berusia 61 tahun. Melakukan kaderisasi. Agar lembaga tetap berkemajuan.

Kedua, model kepemimpinan. Meskipun menjadi public figur. DS mengasuh PMI secara totalitas. Terbukti banyak tokoh memberikan dukungan pembangunan kampus PMI.

Sementara urusan internal memang di delegasikan pada Dea. Tapi DS intens memberikan sentuhan secara egaliter. Dia dipanggil 'Ayahanda' oleh santrinya. Sedangkan memperlakukan pendidiknya sebagai 'adik'.

Ketiga, berani merancang kurikulum sendiri. Baik struktur kurikulum maupun konten. Beberapa mapelnya : aqidah, fiqh, akhlaq, sejarah, dan sains. Hanya secara legal formal mengikuti kurikulum kemendikbud.

Semua pelajaran di kelas 7 SMP masih menggunakan bahasa Indonesia. Ibadah lebih difokuskan pada praktik dan penghayatan. Baru di jenjang berikutnya, santri sudah siap berbahasa Arab dan Inggris. Modulnya juga. PMI bisa melakukan inovasi kurikulum itu sangat ditunjang oleh kualifikasi pendidiknya. Serta kelengkapan fasilitas.

Bagaimana konsep pendidikan PMI ?

Pertama, sesuai dengan misi holistik pendidikan dan mencetak ilmuwan muslim. Yakni melakukan integrasi sains dengan Quran. Tapi tidak berbasis 'ayatisasi'.

Kedua, mengembangkan pola asuh berbasis kasih sayang. Pendidik dan santri seperti anak dan orang tua.

Ketiga, memadukan pembelajaran berbasis tarbiyah, ta'lim dan ta'dib. Hal ini untuk menjaga keseimbangan sekaligus penguatan nilai karakter.

Semoga Dea Din tidak hanya puas mengembangkan PMI karena berbekal input yang unggul. Ke depan, saya berharap bisa menjadi benchmark untuk kemajuan sekolah Islam lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun