Mohon tunggu...
Anjas Wijanarko
Anjas Wijanarko Mohon Tunggu... -

Karyawan tetap sebuah perusahaan swasta, kalau sudah mapan ingin budidaya jamur dan ternak lele.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mbah Roso Tidak Perlu Dimengerti

12 Agustus 2010   11:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:06 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_224060" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Metro Banjar)"][/caption]

Pak Lurah Johni langsung geger ketika mendengar ada seorang mantan pejabat pejuang yang hendak berkunjung ke Kampung Koming Rejo ini. Pak Lurah menduga bahwa kunjungan itu berkaitan dengan perayaan tujuh belas agustus, mengingat kampung ini dulu merupakan salah satu basis perjuangan rakyat Indonesia melawan kumpeni.

Segera saja Pak Lurah Johni memerintahkan untuk melakukan bersih kampung. Seluruh elemen masyarakat diwajibkan untuk kerja bakti : membersihkan pekarangan, merapikan tanaman, melancarkan got-got, dan mengecat kembali pagar rumah. “Kunjungan ini akan sangat istimewa. Pejabat itu masih punya pengaruh di kalangan birokrasi. Kita harus menunjukkan bahwa kampung kita ini memang kampung yang bagus dan layak dikunjungi!”. Tanpa mengerti kata Pak Lurah, semua melaksanakan perintahnya.

Namun ketika kerja bakti itu sampai di rumah Mbah Roso, semuanya terhenti. Mbah Roso menutup erat pintu rumahnya dan melarang orang-orang memasuki apalagi membersihkan pekarangan rumahnya. Mbah Roso berjalan mengeliling pekarangannya dan mengibas-ngibaskan sabitnya, sambil terus ngedumel mengusir orang-orang. Pak Lurah Johni mencoba menenangkan dan menjelaskan, tetapi selalu disangkal. Sampai akhirnya Pak Lurah Johni menyerah.

“Baiklah, atas nama nama baik kampung kita, maka kita tentukan rute kunjungan bapak pejabat itu untuk tidak melewati rumah mbah Roso. Kita tak mau kehilangan muka hanya karena pokal gawe satu orang saja. Desa ini adalah seluruh masyarakat, bukan satu orang saja.”, seru Pak Lurah Johny berapi-api. “Maka dari itu, saya tugaskan sodara Teguh untuk menyiapkan rute dan tempat penyambutan.”, lalu setengah berbisik, Lurah Johni juga memerintahkan Bintang, “Nanti tolong kamu awasi Mbah Roso, ya Dok. Aku takut dia kena gejala kejiwaan. Dokter Bintang yang ngerti masalah begituan. Aku sarankan lebih baik dia menyingkir saja dulu.”

***

Hari kedatangan akhirnya tiba. Semua sudah dalam posisinya. Janur dan umbul-umbul jadi penghias jalan. Karpet merah digelar di tempat penyambutan. Panganan-panganan yang terlezat telah disiapkan. Pak Lurah Johni pun sudah berdandan ganteng sekali. Wanita-wanita tercantik disiapkan sebagai pagar ayu.

Bintang hanya bisa mengamati persiapan penyambutan itu. Dan dia memang lebih memilih untuk mendampingi Mbah Roso. Diikutinya mbah Roso yang malah menyepi di pinggir kali dekat ujung jalan masuk ke Kampung Koming Rejo. Mbah Roso hanya menjalankan aktifitas sehari-harinya, mencari kayu bakar dan bambu muda. Tiba-tiba Bintang merasa iba. Orangtua itu seperti tersingkir dari keramaian.

Sampai beberapa jam menunggu, akhirnya rombongan itu datang. Mereka berhenti di acara penyambutan itu. Turun seorang tua lengkap dengan seragam pensiunan militer dan tongkat komando, pensiunan jendral tampaknya. Lagu Indonesia Raya langsung dikumandangkan oleh anak-anak SD yang sudah menunggu sejak tadi.

Pensiunan jendral itu celingukan. Dia mencoba mencari-cari seseorang dan malah tidak menggubris upacara penyambutan yang meriah itu. Lalu pensiunan itu marah-marah dan pergi meninggalkan acara. Anak-anak SD semakin kencang bernyanyi. Pak Lurah Johny menjadi bingung dan salah tingkah.

***

Pada suatu malam yang gelap, akhirnya pensiunan itu datang lagi. Orang-orang tidak ada yang tahu karena mereka terlanjur lelah akan persiapan penyambutan. Pensiunan itu langsung menuju ke rumah Mbah Roso yang masih terang oleh lampu minyak remang-remang. Bintang mencoba mengendap dan mencuri dengar apa pembicaraan itu. Beruntung keduanya sudah sedikit budeg hingga memerlukan suara keras agar saling bisa mengerti.

“Kenapa kamu tadi tidak tampak? Aku kesini untuk mencarimu, Roso.”, tanya pensiunan itu. Mbah Roso menjawab sambil tertawa, “Mana mungkin aku berada di situ. Mana pantas aku menyambut jendral sepertimu?”. Pensiunan itu kembali menjawab, “Hahaha, siapa bilang begitu? Beraninya mereka bilang begitu. Apa mereka tidak tahu siapa kamu?”. Mbah Roso kembali tertawa, “Untuk apa mereka tahu. Jaman sudah berlalu. Saatnya menempuh hidup sendiri-sendiri bukan?”

Terdengar suara batuk-batuk khas orang tua. “Kamu masih saja tidak berubah. Tapi aku masih tetap memandangmu sebagai orang yang sangat berani, bahkan paling berani. Ketika semua kawan-kawan mabuk kemerdekaan, mabuk kemenangan dan sibuk mengurus kedudukan dalam negara kamu malah menghilang dan pergi haji. Ketika akhirnya kawan-kawan mampu menduduki jabatan dan bahagia karena mereka menjadi orang yang sukses, kamu malah diam di kampung ini. Kamu memang orang yang aneh.”

“Dan tentu saja kami tak bisa melupakanmu ketika kamu seorang diri mampu menjebol markas KNIL. Dan kamupun selalu paling terdepan ketika menyerbu pasukan Jepang mencoba merampas hak milik kita. Dan kamu tidak pernah terluka karena keberanianmu itu.”

Kali ini terdengar suara Mbah Roso, “Hahaha…. sudahlah…sudahlah jangan cerita itu. Aku lebih suka seperti ini. Biarlah aku kembali menjalaniku sama seperti sebelum revolusi fisik dulu. Biarkanlah…”

Pensiunan Jendral itu tertawa. “Baiklah. Baiklah. Aku mengerti tentang kau. Oh ya, sudah aku perintahkan anak buahku pulang. Biarkan aku tidur disini dalam semalam. Tempat ini tidak berubah sejak jaman perjuangan.”. Mbah Roso menjawab, “Silakan saja, rumahku selalu terbuka untuk siapapun. Aku akan memasak sayur rebung, sama seperti dulu.”

Bintang tersentak. Ada banyak hal yang tidak diketahui tentang orangtua itu kecuali hanya seorang yang keras kepala dan lusuh hidupnya.

Banyuanyar, 09 Agustus 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun