Beberapa saat kemudian, Lara meraih ponselnya dari tas kecil yang tergeletak di meja. Dia membaca pesan singkat dengan wajah tanpa ekspresi, lalu berdiri sambil berkata, "Aku harus pergi sebentar. Ada yang harus aku urusin."
Damar mengangguk, membiarkan Lara pergi tanpa bertanya lebih jauh. Saat Lara berjalan menjauh, Damar kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia menyadari ada sesuatu yang berubah dalam diri Lara---sesuatu yang tidak bisa dia sentuh atau pahami sepenuhnya.
Dari kejauhan, Damar melihat Lara berbicara dengan seseorang yang tak dikenalnya. Pria itu tampak akrab dan santai, sementara Lara terlihat berbeda---lebih terbuka, lebih ringan. Pemandangan itu membuat hati Damar terasa sedikit berat. Dia tahu ada perjuangan besar yang sedang dihadapi Lara, dan meskipun dia ingin membantu, dia hanya bisa menjadi penonton.
Di bawah langit malam yang penuh bintang, Damar merenung. Dia tahu, dalam hidup, ada banyak hal yang tidak bisa dikategorikan begitu saja. Perasaan, hubungan, dan keinginan manusia tidak selalu bisa dimasukkan dalam kotak yang jelas. Tapi satu hal yang pasti, semua orang berjuang dengan caranya masing-masing, termasuk Lara.
Dalam keheningan malam itu, Damar berharap Lara menemukan apa yang dia cari. Bukan untuk membuktikan sesuatu kepada orang lain, tetapi untuk dirinya sendiri---agar dia bisa merasa utuh di tengah semua kekacauan dan kategori yang dia buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H