Setiap tahun di penghujung bulan suci ramadhan adalah sebuah momen yang paling saya tunggu. Setelah kurang lebih setahun menghabiskan waktu di Jakarta dan melewati hampir 3 minggu bulan ramadhan tanpa keluarga. Akhirnya kesempatan untuk pulang kampung itu datang juga.
Sebelumnya, aktivitas seperti sahur dan buka puasa saya lakukan hanya dengan beberapa teman satu perantauan. Tidak jarang, saya harus keliling kompleks untuk membeli makan sahur dan takjil buka puasa. Tentu aktivitas ini tidak akan saya lakukan lagi setelah pulang kampung ke Tanah Grogot Kalimantan Timur. Oleh karena itu mudik lebaran ini sangat saya rindukan bagaikan melepas beban berat yang telah dipikul di pundak. Antusiasme mudik lebaran mungkin dirasakan oleh semua orang yang sedang merantau. Baik itu kerja maupun kuliah. Di saat datang bulan puasa mendekati hari raya idhul fitri maka semua orang akan berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halamannya. Oleh karena itu, di Indonesia mudik lebaran sudah menjelma menjadi tradisi tahunan. Saking besarnya antusiasme masyarakat menyambut mudik lebaran ini. Dari tahun ke tahun jumlah pemudik terus meningkat. Terakhir tahun 2015 jumlah pemudik menurut litbang kementerian perhubungan. Jumlah pemudik sampai menyentuh angka 23.395.367 orang.
Banyaknya pemudik mewajibkan saya untuk mempersiapkan tradisi lebaran ini jauh-jauh hari. Terlebih perjalanan mudik saya memakan waktu hampir 8 jam perjalanan darat, laut dan udara. Setidaknya sebulan sebelum bulan ramadhan. Saya sudah mulai melihat harga tiket pesawat dari bandara Soekarno Hatta menuju bandara sepinggan Balikpapan. Sekedar antisipasi jika harga tiket pesawat melonjak di kala arus mudik lebaran, syukur jika dapat tiket promo yang harganya relatif miring.
Sebenarnya ada juga moda transportasi kapal laut dari tanjung priok menuju Balikpapan. Harganya pun lebih murah dibanding dengan pesawat. Tetapi karena saya belum pernah naik kapal laut dan belum tau teknisnya. Jadi saya putuskan untuk memilih moda transportasi pesawat. Nggak pa pa mahal dikit asal aman dan lebih cepat.
Saya memesan tiket pesawat dua minggu sebelum keberangkatan. Saya sesuaikan juga jadwal ujian terakhir kuliah dengan hari keberangkatan saya mudik. Biasanya saya mengambil penerbangan pagi sekitar jam 08.00 dari Jakarta. Saya perkirakan sampai di rumah sore hari dan bisa berbuka di rumah bersama keluarga saat itu juga.
H-1 sebelum berangkat pulang kampung. Saya terbiasa untuk menelepon ibu dan keluarga. Kemudian berpamitan dengan beberapa teman satu kost dan tetangga. Berharap doa mereka menyertai perjalanan saya sampai tiba rumah. Kondisi tubuh juga sangat saya jaga sebelum mudik. Malam hari sebelum mudik saya biasakan tidur lebih awal untuk menjaga tubuh tetap prima.
Kebiasaan saya dulu, malam hari sebelum mudik pasti begadang karena tidak sabar menunggu dan membayangkan momen bertemu keluarga.. Hasilnya ketika mudik badan terasa letih dan ngantuk di perjalanan. Tentu ini berbahaya bagi keamanan saya selama di perjalanan. Sekarang meskipun sudah tidak sabar mudik. Saya tetap istirahat yang cukup.
Puasa ramadhan juga tetap saya jalankan ketika mudik. Ketika sahur saya konsumsi makanan yang manis-manis kemudian tidak lupa ditambah daging dan kurma. Menu makanan ini menyuplai tenaga yang tahan lebih lama. Jika memang nanti di perjalanan sudah tidak kuat menjalankan puasa. Saat itu juga saya akan batalkan.
Untuk barang bawaan maksimal saya membawa 1 tas ransel dan 1 koper berukuran sedang. Selebihnya seperti barang pribadi atau oleh-oleh saya kirimkan via jasa kurir. Selain faktor keamanan, saya juga tidak terlalu rempong jika harus oper ke beberapa angkutan umum.
Dari kost yang berada di Cempaka Putih saya berangkat setelah subuh menuju terminal Rawamangun. Pikir saya lebih baik menunggu di bandara daripada terburu-buru di perjalanan apalagi sampai ketinggalan pesawat. Dari terminal rawamangun saya menggunakan angkutan bus Damri. Bus ini aman dan nyaman, harga yang di tawarkan pun sangat ekonomis yakni Rp 40.000. Di terminal rawamangun bus sudah parkir rapi berderet ke belakang. Setiap 30 menit sekali bus Damri di berangkatkan. Saya terbiasa memilih bus yang paling depan parkirnya, karena sudah dipastikan bus itu akan berangkat terlebih dahulu.
Sampai di bandara Soekarno Hatta terminal B kurang lebih 45 menit. Lumayan cepat karena bus angkutan bandara ini melewati jalur tol. Terlebih ketika waktu masih terbit fajar suasana lalu lintas tidak seramai jam sibuk.
Di bandara Soekarno Hatta saya langsung check in gate. Tidak perlu mencetak tiket. Cukup dengan menunjukkan kode booking atau tiket virtual di smartphone. Saya bisa langsung masuk ke dalam bandara. Barang-barang penting seperti ponsel dan dompet saya taruh di dalam saku jaket bagian dalam. Meskipun di celana ada saku tetapi saku jaket bagian dalam saya anggap lebih aman karena jauh dari jangkauan copet.
Bandara aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan akhirnya menyambut saya dengan kemegahannya. Terlihat juga ukiran khas dayak dan gambar yang instagrammeble di sisi tembok bandara. Ada yang menampilkan putri dayak ada juga yang menampilkan burung enggang dan bekantan. Aroma kultur budaya kalimantan benar-benar tercermin di bandara ini. Saya sempatkan untuk mengabadikan momen di beberapa poster budaya Kalimantan sejenak sembari menikmati perjalanan. Hal seperti ini juga menjadi sebuah hiburan di sela-sela perjalanan yang lumayan menguras tenaga.
Dulu ketika pertama kali mudik saya ditawari untuk menggunakan sebuah angkot. Ternyata saya seorang diri di dalam angkutan itu. Kagetnya setiba di tujuan saya dipatok dengan harga Rp 70.000 padahal biasanya hanya di kisaran Rp 5000, paling mahal Rp 10.000.
“Biasanya juga Rp 10.000 paling mahal bang?” kata saya kepada sopir angkot.
“Ini beda, kamu udah dianter sendirian, seharian ini saya nggak dapat penumpang. Lagian parkir di bandara itu mahal!! Kata sopir angkot itu sambil menarik uang 70.000 di tangan saya. Selain itu sopir angkot ini mengucapkan kata-kata kotor yang tidak mungkin saya paparkan di tulisan ini. cukup saya, sopir angkot dan tuhanlah yang tahu.
Kejadian ini secara tidak langsung memberi sebuah tekanan mental pada diri saya. Oleh karena itu saya jarang mau jika ditawari sopir angkot yang cenderung memaksa. Biar aman jika ditawari saya menolak halus dengan jawaban “Nunggu jemputan dari ayah bang”, kata saya kepada para penawar jasa angkot yang cenderung memaksa itu.
Dari kejadian yang saya alami itu, Sekarang saya memilih angkot yang minimal sudah ada 2 penumpangnya. Kalau penumpang angkot ramai setidaknya ada teman dalam perjalanan. Sekedar antisipasi juga supaya tidak terjadi kejadian serupa apalagi tindak kriminal lain yang lebih ekstrim. Meskipun di dalam angkot agak berdesakan yang penting jangan sampai lengah dan tetap waspada jaga barang bawaan.
Setelah menikmati perjalanan darat dan udara kini tiba saatnya menikmati perjalanan laut. Terdapat 2 pilihan untuk menyebrang dari Balikpapan menuju kabupaten tempat saya tinggal. Pilihan pertama menggunakan kapal klotok dan speed boat dan kedua dari dermaga Kariangau menggunakan kapal ferry. Biar agak santai dan tidak terlalu mahal saya jatuhkan pilihan menggunakan kapal klotok.
Saya juga sangat waspada ketika menaiki kapal klotok ini. Hal pertama yang saya lihat adalah tempat pelampung di kapal itu. Maklum saya kurang pandai berenang, jaga-jaga kalau kapal kecelakaan di tengah lautan. Jika sudah tahu tempatnya, maka siaplah saya berlabuh dengan kapal klotok sambil melihat pemandangan laut dan kapal barang yang sedang lalu lalang atau berhenti tengah lautan.
Terakhir saya melanjutkan perjalanan dengan angkot selama 4 jam. Kondisi jalan yang dilewati agak berlubang menimbulkan sebuah sensasi menikmati mobil goyang di perjalanan. Di sepanjang perjalanan saya disuguhkan dengan hamparan pohon sawit. Sesekali juga melewati objek vital nasional tempat pertambangan batu bara.
Capeknya perjalanan selama 8 jam dari Jakarta menuju kota Tanah Grogot. Serasa hilang setelah saya mendapati suasana ramadhan di kampung halaman. Terlebih setelah keluarga menjemput di terminal kota Tanah Grogot. Membuat rasa kangen tidak bertemu selama satu tahun terobati. Kini saya tinggal menunggu hari raya Idul Fitri bersama keluarga di rumah. Sampai akhirnya nanti harus balik ke Jakarta lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H