Mohon tunggu...
anjar setyoko
anjar setyoko Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Menulis adalah caraku untuk mengeluarkan isi kepala yang susah untuk aku keluarkan kepada orang sekitar melalui lisan

Do the best

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mari Aktif Bersama Akhiri Tangis Anak dan Perempuan

6 Januari 2017   21:46 Diperbarui: 8 Januari 2017   11:14 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pun demikian juga dengan kaum perempuan. Harus pintar memilih pasangan. Jangan pernah tertipu dengan muslihat laki-laki yang mengumbar janji tetapi tidak kunjung menikahi jangan terburu-buru untuk melangkah ke pelaminandi usia dini.Minimal usia menikah perempuan adalah 21 tahun. Kurang dari itu perempuan belum siap secara fisik dan mental. Seorang perempuan yang menikah di usia anak-anak sangat riskan terkena kasus kekerasan karena antara suami dan istri belum tumbuh kesadaran untuk membangun rumah tangga dan mendidik anak-anaknya kelak. Tidak ada suami-suami takut istri atau juga istri takut suami. Harus ada kesadaran untuk memainkan perannya masing-masing dalam rumah tangga.

Kaum laki-laki juga tidak boleh menikahi perempuan yang belum cukup umur. Bersikap bijak kepada seorang perempuan menjadi hal wajib bagi setiap laki-laki yang sudah beristri. Lemah lembut tetapi tidak terlalu memanjakan. Tegur jika bersalah tetapi jangan sampi lukai hati sang istri. Karena jika sang istri melakukan kekeliruan seyogyanya itu merupakan kesalahan dari sang suami yang kurang bisa mendidik istri, Karena sejatinya suami merupakan kepala keluarga pemimpin di rumah tangga.

Bersama Kita Bisa Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Doc. Pixabay)
Bersama Kita Bisa Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Doc. Pixabay)

Bekal ilmu pengetahuan untuk anak dan perempuan.

Kini semuanya bermuara pada Ilmu pengetahuanyang dimiliki oleh anak dan perempuan Indonesia. Anak akan menempuh jalur pendidikan untuk menimba ilmu pengetahuan. Dalam sehari, hampir separuh waktu anak dihabiskan untuk menuntut ilmu di sekolah. Oleh karena itu selama kurang lebih 5 jam anak di sekolah, harus memperoleh rasa aman dan nyaman. Terhindar dari setiap kekerasan yang bisa saja terjadi di sekolah.

Tentu sangat ironis jika terjadi kontradiksi antara harapan untuk mendapatkan ilmu dari sekolah dan kenyataan yang diterima berupa kekerasan yang dialami oleh anak di sekolah. Teman sebaya dan kakak kelas yang seharusnya membimbing dan bisa diajak bermain bersama. Malah melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya. 

Masih santer terdengar kasus kekerasan ketika anak masuk orientasi siswa baru. Media banyak memberitakan praktik yang berbau perploncoan. Syarat yang tidak lazim yang sifatnya malah menjatuhkan mental anak diterapkan ketika MOS di sekolah. Seperti tas dari kantong kresek, topi bola plastik dan syarat lain yang mungkin terdengar aneh. Oleh karena itu gagasan sekolah ramah anak adalah solusi yang mampu menghalau kekerasan terhadap anak.

Ilmu yang cukup untuk anak dan perempuan sangatlah penting sebagai bekal kehidupan. Ilmu ini bisa mencetak kemandirian dan pola pikir maju sehingga terhindar dari kasus kekerasan. Perempuan bisa diarahkan untuk menjadi seorang pelaku home industry sehingga ekonomi keluarga tidak hanya mengandalkan suami. Begitupun dengan anak yang bisa menyalurkan hobi dan bakatnya ke organisasi yang sudah tersedia di sekolah guna pengembangan potensi dalam dirinya.

Selain ketiga hal yang menurut saya adalah langkah preventif untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak dan perempuan. Perlu sebuah penanaman nilai-nilai luhur agama dan pancasila kepada setiap individu.  Sehingga tidak hanya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anakmelainkan bisa menumbuhkan generasi perempuan dan anak yang Berkualitas mandiri dan berkepribadian. Agama dan pancasila menjadi dasar yang mengatur manusia berperilaku dan hidup bermasyarakat yang menjadi landasan dasar untuk hidup bermasyarakat. Dua hal ini yang mengatur untuk bertindak secara komprehensif tidak hanya kepada perempuan dan anak. Melainkan mengatur kita dari mulai lahir sampai ke liang lahat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun