Â
Passion secara etimologi kata passion berasal dari bahasa latin Yunani (pathos) dan Latin (passio) yang berarti menderita (Vallerand, 2015). Konsep passion sampai saat ini baru memperkenankan secercah perhatian dalam ilmu psikologi. Para ahli psikologi cenderung lebih menekankan pada aspek semangatonal (Vallerand, 2003). Frijda, Mesquita, Sonnemans, dan Van Goozen (1991) menyatakan bahwa passion dapat didefinisikan sebagai, "high-priority goals with emotionally important outcomes", yang dapat diartikan bahwa passion adalah tujuan dengan prioritas tinggi dengan hasil yang penting secara emosional. Passion merupakan tendensi yang kuat terhadap aktivitas yang disukai, dimana mereka menginvestasikan atau memberikan waktu dan energinya untuk kegiatan tersebut. Sebagian besar aktivitas memiliki potensi untuk menjadi secara tidak langsung menjiwai atau seiring menjiwai. Misalnya, sebagian besar tipe pekerjaan melibatkan setidaknya beberapa unsur ketertarikan, sejauh minat terhadap pekerjaan itu berlangsung, tetap konsekwen, ringkas, dan pekerjaan tersebut dirasa penting oleh personal, maka pekerjaan akan berubah menjadi passion.
Peneliti lain berpendapat ada dua proses penting akan dilalui oleh seseorang yang akan menjadi Passionate terhadap kegiatan tertentu yaitu penilaian terhadap kegian dan penghayatan pada representasi aktivitas dalam aspek inti dari diri seseorang yaitu jatidiri seseorang Monica dan Prasetya, (2015). Peneliti lain berpendapat melibatkan guru secara penuh sangat penting karena guru yang terlibat secara konsisten dan terus menerus dengan menginvestasikan secara emosional dan berfokus untuk menciptakan nilai bagi organisasi / sekolah, memiliki moral yang lebih tinggi, lebih setia, lebih kreatif dan inovatif, siap untuk bekerja ekstra untuk melayani anak anak di sekolah. dan yang terpenting, lebih produktif (Bakker dan Bal, 2010). Passion merupakan suatu kecenderungan yang kuat terhadap suatu kegiatan yang disukai oleh personal dan menjadi bagian dari jatidirinya, serta personal tersebut dengan senang hati menginvestasikan waktu dan energinya untuk melakukan aktivitas tersebut Vallerand, (2003).Â
Hal terpenting yang perlu ditekankan pada definisi tersebut ialah kesediaan personal dalam memberikan waktu serta energinya untuk suatu aktivitas yang mereka sukai dan dianggap penting tersebut. Dengan menunjukkan bahwa dedikasi atas waktu dan energi serta rasa suka atas apa yang dikerjakan dapat diasosiasikan dengan pandangan kedepan pada aktivitas yang diinvestasikan oleh personal tersebut, membuat passion secara tidak langsung menjadikan personal dan aktivitasnya tersebut terikat. Dua jenis passion yang diusulkan oleh Vallerand dan Houlfort (2003), yaitu Obsessive Passion dan Harmonious Passion. Obsessive Passion mengacu pada dorongan semangatonal yang memaksa seseorang dalam melakukan aktivitas tertentu dan individu dengan obsessive passion tidak lagi melihat keterlibatan mereka terhadap suatu aktivitas sebagai pilihan melainkan lebih sebagai cara untuk memertahankan identitas mereka, sementara itu disisi lain, Harmonious Passion lebih mengacu pada dorongan semangatonal yang mengarahkan seseorang untuk terlibat aktivitas secara sukarela guna mendukung personal untuk mengejar aktivitas tersebut.
Guru yang mengajar dengan passion akan menumbuhkan aura sangat positif di dalam kelas. Mereka terlihat segar, senang, dan bahagia menjadi seorang guru. Mereka akan siap dengan sebuah kreatifias, inovasi, dan selalu meningkatkan kapasitas dirinya sebagai seorang pengajar. Vallerand (2007) yang menyatakan bahwa passion turut berperan dalam ranah emosional, baik positif maupun negatif. Dengan demikian, passion dapat dikatakan ikut bertanggung jawab atas perilaku apapun yang muncul selama berjalannya aktivitas tersebut. Seorang guru yang mengajar dengan passsion bukan hanya menganggap siswa sebagai anak nya sendiri tetapi menganggap siswa sebagai dirinya sendiri yang selalu membutuhkan ilmu,inspirator, sosok dan selalu ingin berkembang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwaa, Pembagian dua jenis passion yang dilakukan oleh Vallerand, dkk (2003), berlandaskan pada Self Determination Theory (Ryan & Deci, 2000) yang menunjukkan bahwa adanya kecenderungan kebutuhan individu untuk berkembang dan kebutuhan psikologis (self-motivation) dengan tujuan untuk mencapai suatu posisi yang lebih tinggi. Individu terlibat dalam berbagai aktivitas dengan harapan untuk memenuhi needs for autonomy, competence, serta relatedness. Representasi atas kegiatan yang dicintai dan dilakukan oleh individu setiap hari akan terinternalisasi dalam diri individu tersebut, dan akhirnya menjadi passion terhadap aktivitas-aktivitas tersebut (Vallerand, 2003) hal tersebut masih di rasa rendah  bagi guru.Â
Pada dasarnya, salah satu faktor yang mendukung kemunculan passion dalam diri seseorang adalah kecintaan individu tersebut atas objek ataupun kegiatan yang dilakukannya. Ben Anderson (dalam Lucky & Setyawati, 2013) dalam bukunya "imagined community" menjelaskan bahwa saat suatu komunitas mampu memobilisasi orang untuk "cinta", maka semua bentuk pengorbanan sampai mati pun akan dilakukan oleh individu yang menjadi bagian dari komunitas tersebut, walaupun cinta dalam benak individu tidak selalu menyiratkan kebencian terhadap orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Vallerand (2013), bahwa kegiatan yang dicintai oleh individu kemudian melebur menjadi bagian dari identitas individu tersebut.
Zigarmi, Houson dan Witt, 2009, mengidentifikasi 8 faktor yang mempengaruhi passion guru : (1) Kebermaknaan kerja, guru merasakan tujuan organisasi yang lebih besar melalui produk atau layanan produk, menganggap pekerjaan mereka bermanfaat, dan bangga dengan tindakan dan kontribusi masing-masing membantu organisasi melayani siswa; (2) Kolaborasi, guru memandang lingkungan dan budaya organisasi yang meningkatkan kolaborasi, kerjasama, dan dorongan antara semua anggota organisasi; (3) Keadilan, guru memahami lingkungan di mana gaji, tunjangan, sumber daya dan beban kerja yang adil dan seimbang, orang memperlakukan satu sama lain dengan hormat, dan pemimpinan bertindak dengan cara yang etis; (4) Otonomi, guru memahami lingkungan dimana orang memiliki alat, pelatihan, dukungan dan wewenang untuk membuat keputusan; (5) Pengakuan, guru merasakan lingkungan dimana mereka dipuji, dikenali dan di apresiasi oleh rekan kerja dan pemimpinan mereka atas pencapaian mereka, dimana mereka menerima kompensasi uang untuk prestasi mereka dan dimana mereka berkontribusi terhadap hubungan positif dengan orang lain; (6) Pertumbuhan, guru merasakan lingkungan dimana orang memiliki kesempatan untuk belajar, tumbuh secara profesional, dan mengembangkan keterampilan yang mengarah pada kemajuan dan pertumbuhan karir; (7) Keterhubungan dengan pemimpin, guru merasakan lingkungan dimana mereka mempercayai pemimpin mereka dan dimana pemimpinan berusahan membentuk hubungan interpersonal dengan mereka; (8) Hubungan dengan rekan kerja, guru merasakan lingkungan dimana mereka mempercayai rekan mereka dan dimana rekan mereka berusaha untuk membentuk hubungan interpersonal dengan mereka.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja kerja guru adalah passion. Vallerand dan Houlfort (Safitri, 2015) mendefinisikan passion sebagai kecenderungan yang kuat terhadap kegiatan mengajar ketika individu tersebut melihat bahwa kegiatan mengajar penting dan membuat individu memiliki keinginan untuk menginvestasikan waktu serta energi yang dimiliki. Ketika individu memiliki passion dalam melakukan mengajar, maka akan timbul proses semangat dalam diri individu dalam mengajar. Passion merupakan kecenderungan yang kuat terhadap kegiatan mengajar dan mengajar merupakan aktivitas yang disukai oleh individu dan menjadi bagian dari identitasnya, serta individu rela menginvestasikan waktu dan energinya untuk melakukan aktivitas tersebut. (Safitri, 2015)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwaa, proses penting yang dilalui oleh seseorang dalam upayanya menjadi individu yang passionate, yaitu penilaian terhadap aktivitas dan internalisasi pasa representasi aktivitas dalam aspek inti dalam aspek inti dari seseorang atau identitas seseorang (Vallerand dan Houlfort, 2003). Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, memiliki potensi masing-masing untuk menjadi objek passionate. Hal tersebut didasari oleh anggapan bahwa sebagian besar tipe kegiatan, aktivitas mau pun pekerjaan, setidaknya melibatkan beberapa unsur ketertarikan. Dasar tersebut dapat dikembangkan dan berubah menjadi passion selama minat atas aktivitas tersebut tidak berlangsung singkat, tetap kuat dan ada kelanjutan anggapan bahwa aktivitas tersebut penting bagi individu masih di rasa rendah  bagi guru.
Passion, sebagai suatu kecenderungan yang kuat terhadap aktivitas yang disukai dan dianggap penting, sehingga individu yang memilikinya akan mampu memberikan waktu serta tenaga untuk aktivitas tersebut, terbagi atas dua tipe passion Vallerand dan Houlfort, (2003), yaitu Harmonious Passion dan Obsessive Passsion.
Harmonious passion merupakan tipe passion yang mengacu pada dorongan semangatonal, dorongan tersebut mengarahkan seseorang untuk terlibat aktif dalam aktivitass yang menjadi passion-nya secara sukarela. Sekalipun seseorang yang memiliki harmonious passion bergerak dan bertindak atas dasar sukarela dan personal, namun mereka akan tetap mampu menguasai diri untuk melakukan aktivitas yang menjadi passion-nya. Harmonious Passion berasal dari internalisasi secara otonomi suatu kegiatan menjadi identitas individu. Internalisasi yang bersifat otonomi terjadi ketika individu menerima bahwa kegiatan tersebut penting bagi dirinya tanpa adanya paksaan. (Vallerand dkk., 2003).
Internalisasi ini akan menghasilkan semangat intrinsik untuk ikut serta dalam aktivitas dan memunculkan rasa terpanggil serta dukungan untuk melakukannya. Individu tidak terpaksa untuk melakukan aktivitas, melainkan merasa memiliki kebebasan memilih untuk melakukannya. Aktivitas ini tidak mengambil alih atau menguassai identitas individu, melainkan tetap harmonis dengan aspek lain dari individu tersebut. Bentuk perilaku dalam harmonious passion antara lain adalah, alokasi waktu untuk melakukan kegiatan yang disukai tanpa mengganggu kegiatan utama dalam keseharian dan adanya otonomi untuk mengatur keterlibatan dalam kegiatan yang dicintai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harmonious passion merupakan sebuah kecintaan individu terhadap suatu kegiatan, yang dilakukan oleh individu secara sukarela dalam menginvestasikan waktunya serta terdapat otonomi dari dalam diri individu untuk terlibat dalam aktivitas tersebut.
Obsessive Passion merupakan passion terhadap suatu kegiatan yang dihasilkan dari internalisasi terkontrol. Internalisasi terkontrol dapat berupa tekanan intrapersonal dan atau interpersonal, seperti kebutuhan untuk diterima secara sosial, self-esteem, penghargaan, atau bahkan kesenangan melakukan aktivitas yang menjadi tidak terkendali Vallerand dkk., (2003). Peneliti lain berpendapat bahwa passion memiliki tujuh elemen inti, yaitu: 1) passion muncul pada aktivitas tertentu, 2) passion melibatkan kecintaan yang mendalam terhadap aktivitas tersebut, 3) passion terhadap hal-hal yang bermakna secara pribadi, 4) passion adalah konstruk yang dapat mesemangat seseorang, 5) passion memunculkan energi, usaha, dan ketekunan yang besar, 6) passion adalah bagian dari identitas diri, 7) passion memiliki dua bentuk yang dapat memberikan hasil yang adaptif maupun yang maladaptif.
Seseorang dengan harmonious passion akan secara sukarela terlibat dalam passionate activity yang dilakukan dan dapat secara fleksibel mengontrol aktivitas yang dilakukannya. Dengan demikian orang tersebut merasakan emosi positif selama terlibat dalam aktivitas tersebut. Berbeda halnya dengan obsessive passion, yaitu ketika individu terlibat dalam suatu aktivitas dengan orientasi defensif, sehingga orang tersebut tidak lagi menikmati aktivitas yang dilakukannya, serta mengalami pengalaman emosional yang negatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwaa, passion guru akan berpengaruh pada kinerja, maka setiap guru sebaiknya mengenali passion yang dimilikinya sejak dini. Ketika individu mengenal dirinya dengan baik, termasuk passion yang dimiliki, maka individu tersebut akan lebih mudah dalam karir yang akan ditekuninya pada masa yang akan datang. Dengan demikian, pemahaman mengenai passion ini penting dimiliki oleh setiap guru, khususnya untuk karirnya di masa yang akan datang masih di rasa rendah.
Safitri, (2015) berpendapat bahawa passion mengajar sebagai kecenderungan yang kuat terhadap kegiatan mengajar ketika individu tersebut melihat bahwa kegiatan mengajar penting dan membuat individu memiliki keinginan untuk menginvestasikan waktu serta energi yang dimiliki. Ketika guru memiliki passion dalam melakukan mengajar, maka akan timbul proses semangat dalam diri guru tersebut dalam mengajar. Passion guru yang merupakan kecenderungan yang kuat terhadap kegiatan mengajar dan mengajar merupakan aktivitas yang disukai oleh guru dan menjadi bagian dari identitasnya, serta individu rela meluangkan waktu dan energinya untuk melakukan aktivitas tersebut.
Passion, sebagai suatu kecenderungan yang kuat terhadap aktivitas yang disukai dan dianggap penting, sehingga individu yang memilikinya akan mampu memberikan waktu serta tenaga untuk aktivitas tersebut, terbagi atas dua tipe passion Vallerand dan Houlfort, (2003), yaitu Harmonious Passion dan Obsessive Passsion.
Kualitas yaitu kemampuan guru dalam bekerja secara sungguh sungguh dan menjadikan mengajar sebagai salah satu bagian dalam kehidupannya.
Indikator-indikator :
Memiliki keingin kuat sebagai seorang guru
Selalu optimis sebagai  seorang pendidik
Memiliki keingin kuat  dalam mengajar
Kuantitas yaitu kemapuan guru dalam mendedikasikan waktunya hanya untuk dapat bekerja dengan baik.
Indikator-indikator :
Tidak banyak bolos bekerja
Merasa ada yang kurang jika tidak kesekolah
Selalu ada waktu untuk mengembangkan diri
Ketepatan waktu yaitu bagaimana seorang guru bisa datang kesekolah sesuai dengan waktu yang telah di tentukan
Indikator-indikator :
Waktu datang
Waktu pulang
Kerjasama yaitu seorang guru harus bisa berkolaborasi dengan teman sejawat, wali murid dan siswa di dalam lingkungan sekolah
Indikator- indikator :
Berkontribusi dalam kegian pelatihan profesi
Berkolaborasi dalam kegiatan sekolah
Berkolaborasi dalam kegiatan di masyarakat
Produktivitas yaitu seorang guru harus mampu aktif mengembangkan potensinya
Kemampuan mengembangkan profesi
kemampuan meneliti dan menyusun karya ilmiah
memahami dan mampu memanfaatkan teknologi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H